KORANRIAU.co,PEKANBARU- Tiga dari 10 saksi yang dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Gemilang Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Senin (23/9/24) di Pengadila Tipikor Pekanbaru, memberikan keterangan berbelit di depan hakim. Akibatnya, hakim meminta ketiganya untuk kembali hadir ke persidangan berikutnya.
Adapun tiga saksi itu adalah pegawai di BPR Gemilang. Diantaranya,
Joni dan Abdullah selaku surveyor dam Nurna selaku Kepala Bagian (Kabag) Operasional
BPR Gemilang.
Mereka dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ade
Maulana SH MH, dkk, untuk tiga terdakwa yakni, Hadran Marzuki selaku Direktur BPR
Gemilang Tahun 2005-.2010. Kemudian, Syahran selaku Kepala Desa (Kades)
Sungai Rawa tahun 2000- 2020 dan terdakwa Jonaidi selaku Kades Simpang Tiga
Daratan Enok tahun 2000-2013.
Di persidangan, ketiganya banyak mengaku tidak tahu atau terkesan
lupa. Bahkan kerap keterangannya melemparkan kesalahan sepenuhnya atas perintah
terdakwa Hadran Marzuki.
Joni misalnya, mengaku diminta suvey calon penerima penyaluran
dana peningkatan usaha ekonomi di Desa Sungai Rawa atas perintah Hadran. Kepada
hakim, dia tidak ingat lagi berapa jumlah.
Namun, Joni mengatakan pada survey itu ada calon penerima itu dari
kelompok dan ada dari perorangan. Akan tetapi, setelah ditunjukkan bukti oleh
JPU kepada hakim, ternyata yang kelompok tidak ada masuk dalam data survey.
“Macam mana kamu ini. Tadi katanya ada kelompok. Sekarang dalam
bukti ini hanya perorangan saja,”kata hakim Zefri.
Mendengar perkataan hakim itu, Joni pun meralat keterangannya. Dia
akhirnya mengakui kesalahannya.
“Saya ingatkan saksi ya, jangan bohong. Saksi kan tadi sudah
disumpah,”tegas hakim lagi.
Hal yang sama juga dilakukan Abdullah, yang mengaku melakukan survey
ke Desa Simpang Tiga. Kepada hakim, dia juga mengaku yang disurvey hanya 25
orang yang terdiri dari kelompok dan perorangan.
Abdullah juga menyebutkan, jika data yang disurvey-nya itu
diperoleh dari Herlina selaku Bagian Administrasi BPR Gemilang.”Benar keterangannya
itu Buk Herlina?”tanya hakim.
Kepada hakim, Herlina mengatakan jika data yang survey Abdullah
itu tidak ada yang kelompok. Melainkan hanya data perseorangan yang semuanya
ibu-ibu.
Kebohongan Abdullah kembali terbongkar, saat hakim menanyakan
apakah dia yang memerintahkan ibu-ibu itu agar membayar angsuran langsung ke
Kades Simpang Tiga yakni terdakwa Jonaidi yang mengakibatnya, pengembalian dana
ke BPR itu menjadi macet.
Awalnya, Abdullah membantah jika dia yang memerintah kepada
ibu-ibu tersebut. Namun setelah dikonfrontir dengan saksi lainnya, barulah
Abdullah tak berkutik.
“Jangan bohon-bohong kamu. Ini ada buktinya. Bisa dikenakan pasal
sumpah palsu kamu,”ancam hakim.
“Maaf Yang Mulia. Saya salah lihat,”elak Abdullah.
Terakhir, hakim merasa kesal dengan keterangan saksi Nurna selaku
Kepala Bagian (Kabag) Operasional BPR Gemilang. Sama dengan Joni dan Abdullah,
wanita ini mengaku tidak pernah diikut sertakan oleh terdakwa Hadran dalam
proses kegiatan penyaluran dana peningkatan usaha ekonomi Desa BPR Gemilang.
“Saya tidak pernah diikut sertakan oleh Pa Hadran Yang Mulia.
Sehingga saya tidak tahu bagaimana prosesnya,”sebut Nurna.
Akan tetapi hakim tidak percaya begitu saja. Hakim lalu meminta
JPU untuk menunjukkan sejumlah rekomendasi persetujuan pencairan yang
ditandatangani oleh Nurna.
Setelah melihat bukti-bukti itu, Nurna pun tidak dapat
membantahnya.”Iya Yang Mulia, kalau Pak Hadran tidak ditempat atau keluar kota,
baru saya yang teken,”jelas Nurna.
“Tadi katanya tidak ada diikutsertakan Hadran. Sekarang baru
mengaku ada diikutsertakan. Bagaimana keterangannya ini,”kesal hakim.
“Begini sajalah Pak Jaksa, coba hadirkan kembali ketiga orang saksi
ini, Abdullah Joni dan Nurna pada sidang berikutnya. Biar kita gali lebih dalam
lagi kasus ini, sampai dimana sebenarnya,”timpal hakim lagi.
Kasus dugaan korupsi ini berawal dari adanya Perjanjian Kerja Sama
antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhil dengan PD BPR Gemilang terkait
program pengelolaan dan penyaluran dana peningkatan usaha ekonomi desa atau
kelurahan di Kabupaten Inhil.
Selanjutnya, Pemkab Inhil menempatkan dana sebesar Rp13.800.000.000.
Dana tersebut disalurkan oleh HM (selaku Direktur PD. BPR Gemilang Tahun 2005 -
2010 ke masyarakat tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh
Pemkab Inhil.
Sehingga hal tersebut memberi kesempatan bagi Syahran selaku Kepala
Desa Sungai Rawa tahun 2000 hingga 2020 dan Jonaidi (selaku Kepala Desa Simpang
Tiga Daratan Enok tahun 2000 - 2013 untuk melakukan pencairan dana secara
fiktif.
Berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara yang dikeluarkan
oleh BPKP Perwakilan Provinsi Riau ditemukan Kerugian Keuangan Negara dalam
perkara tersebut sebesar Rp2.312.774.988.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 3 Undang-undang
(UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor
20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHPidana. nor
No Comment to " Berbelit di Persidangan, Hakim Minta JPU Panggil Kembali Saksi Korupsi BPR Gemilang Inhil "