KORANRIAU.co, PEKANBARU- Mantan Rektor UIN Suska Riau Akhmad Mujahiddin yang menjadi terdakwa dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum (BLU) UIN Suska Riau
Tahun Anggaran (TA) 2019 seilai Rp7,5 miliar lebih, meminta kepada hakim untuk
dibebaskan dari segala tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Permohonan Akhmad Mujahiddin itu
disampaikannya dalam nota pembelaan (Pledoi) yang dibacakan kuasa hukumnya Prayitno SH MH, CRDB dan Jaharzen SH MH, Senin (29/7/24) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dihadapan
majelis hakim yang dipimpin Zefri Mayeldo SH MH.
“Kami mohon agar Majelis Hakim Yang Mulia berkenan menyatakan dan memutuskan Terdakwa Akhmad Mujahidin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam berdasarkan Pasal 2 jo
Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah
dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 Ayat(1) ke-1 KUHP atau Menyatakan perbuatan Terdakwa Akhmad Mujahidin bukanlah perbuatan pidana oleh karenanya
mohon untuk dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan
hukum,”kata Prayitno.
Kemudian
lanjutnya, menyatakan Terdakwa Akhmad Mujahidin dikembalikan kepada kedudukan harkat dan
martabat serta merehabilitasi nama baiknya.
Dalam pledoinya pengacara menegaskan, bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan
dipersidangan bahwa Terdakwa Akhmad Mujahidin telah memperkaya dirinya sendiri
sejumlah Rp.7.575.046.392, dari Penggunaan anggaran BLU UIN Suska
Tahun 2019. Justru JPUdalam surat dakwaannya menyatakan bahwa penggunaan dana
BLU untuk kepentingan Pribadi terdakwa adalah sejumlah Rp.272.258.909.
Hal
tersebut adalah berdasarkan audit penghitungan kerugian negara oleh BPKP
Perwakilan Provinsi Riau, sebagaimana tertuang dalam LHP-317/PW04/5/2023
tanggal 11 Juli 2023. Fakta tersebut
dibenarkan oleh Ahli dari BPKP tersebut dipersidangan.
JPU sebutnya, dalam Surat Dakwaannya menerangkan Terdakwa
telah menggunakan anggaran BLU diluar DIPA untuk permintaan Terdakwa yaitu
sbanyak 30 item kegiatan dengan nilai total uang sejumlah Rp.
272.258.909. Namun dipersidangan Penuntut Umum tidak dapat menunjukkan bukti
surat terkait pengeluaran atas permintaan Terdakwa sebagaimana dakwaan Penuntut
Umum tersebut,
dan juga sebagaimana keterangan saksi Veny Afrilya (tuntutan terpisah) sebagai Bendahara Pengeluaran, dipersidangan yang menyatakan bahwa
pengeluaran tersebut adalah atas permintaan Hanifah Aidil Fitri, dan Suriani yang mengatasnamakan Terdakwa Akhmad Mujahidin,
dan tidak ada permintaan langsung dari Terdakwa.
“Bahwa dipersidangan saksi Veny Afrilya juga menerangkan
bahwa selain dari 30 item kegiatan dengan nilai total uang sejumlah Rp.272.258.909
tersebut tidak ada lagi kegiatan yang atas nama kepentingan pribadi Terdakwa Akhmad Mujahidin,”jelasnya.
BerdasarkanLHP Penghitungan Kerugian Negara yang
disampaikan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Riau yang menerangkan bahwa uang yang
ditarik oleh Bendahara Pengeluaran adalah sejumlah Rp.124.508.669.410 dan uang
yang dikembalikan oleh Bendahara Pengeluaran sejumlah Rp.1.814.608.996. Sementara
realisasi belanja yang disahkan menuru SP2B sejumlah Rp.122.694.060.414 dan
realisasi belanja seharusnya menurut hasil audit BPKP adalah Rp.115.119.014.022.
“Jumlah kerugian keuangan negara menurut BPKP adalah
sejumlah Rp.7.575.046.392, dari laporan audit penghitungan kerugian negara oleh
BPKP tersebut terlihat bahwa uang sejumlah Rp.124.508.669.410
adalah ditarik oleh Bendahara Pengeluaran dari Bendahara Penerimaan. Sehingga uang yang ditarik tersebut adalah
berada dalam Penguasaan Bendahara Pengeluaran, dan sejumlah Rp.7.575.046.392 tidak
dapat dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluaran.
Sehingga hal tersebut adalah merupakan tanggungjawab dari
Bendahara Pengeluaran, sesuai dengan keterangan Ahli Zulfa Andri dari BPKP dipersidangan. Dia menyatakan bahwa uang
yang berada pada penguasaan Bendahara Pengeluaran adalah merupakan
tanggungjawab pribadi dari Bendahara Pengeluaran, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Selain itu, dari keterangan saksi-saksi yang diperoleh
dihadapan persidangan, yang diantaranya adalah saksi Ahmad Supardi, Hanifah Aidil Fitri, dan Suriani yang menyatakan bahwa terdakwa
Akhmad Mujahidin tidak pernah meminta uang kepada saksi-saksi ataupun kepada Bendahara
Pengeluaran.
Sebelumnya, JPU Dewi Shinta Dame SH MH dan Yuliana SH ini menuntut Akhmad Mujahiddin selama 10 tahun 6
bulan penjara. Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta atau subisider 3
bulan kurungan.
Akhmad juga harus membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp7.367.787.400.83.
Apabila UP tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Sementara terdakwa Venny Afriliya dituntut selama 8 tahun dan 6 bulan
penjara. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta atau subsider 3
bulan kurungan.
JPU menyatakan, jika terdakwa Akhmad Mujahidin dan Venny terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1)
Juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah
dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. nor
No Comment to " Sidang Korupsi BLU, Mantan Rektor UIN Suska Minta Dibebaskan "