Foto: Terdakwa Afrizal Nurdin (rompi merah) saat di Kejari Bengkalis.
KORANRIAU.co,PEKANBARU - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menolak eksepsi (keberatan) Afrizal Nurdin, terdakwa dugaan korupsi penerbitan surat penjualan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 732 hektare di Desa Senderak Kabupaten Bengkalis, yang merugikan negara Rp4,2 miliar lebih.
Putusan sela majelis hakim yang dipimpin Mardison SH MH itu, dibacakan pada sidang Selasa (4/6/24) petang. Hakim menilai, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Tomi Jepisa SH telah memenuhi syarat formil dan materil.
"Menolak permohonan eksepsi terdakwa Afrizal Nurdin seluruhnya,"kata hakim.
Selanjutnya, hakim memerintahkan JPU untuk melanjutkan persidangan dengan menghadirkan para saksi. Sidang ditunda satu pekan dengan agenda pemeriksaan saksi.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, jika perbuatan korupsi ini dilakukan terdakwa bersama-sama dengan Harianto, Kepala Desa (Kades) Senderak (berkas terpisah) dan Surya Putra (DPO). Saat itu, terdakwa menjabat Kasi Pemerintahan Kantor Desa Senderak.
Perbuatan mereka ini dilakukan sekira pada Bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Agustus 2021 lalu. Terdakwa bersama Harianto secara melawan hukum telah melakukan proses pembuatan Surat Pernyataan Ganti Rugi (SPGR) dan mengeluarkan Surat Pernyataan Ganti Rugi (SPGR) di dalam lahan milik negara. Baik itu dalam bentuk lahan HPT tanpa prosedur.
Berupa 35 SPGR dengan luas 399.940 m2, di Dusun Pembangunan Desa Senderak. Kemudian 23 SPGR dengan luas 332.962 m2 di Dusun Mekar Desa Senderak Kabupaten Bengkalis.
Semuanya termasuk dilahan milik negara/ pemerintah yaitu kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Terdakwa melakukan proses Ganti Rugi atas lahan yang mengatasnamakan Kelompok Tani di Desa Senderak.
Dengan membuat Surat Pernyataan Tidak Bersengketa dengan menyatakan bahwa lahan yang akan diganti rugi tersebut, bukan bagian dari Hutan Negara atau hutan lindung. Hal ini telah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Permen LHK Nomor 7 tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Berawal pada pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2006, Desa Sebauk (Sebelum di mekarkan menjadi Desa Senderak) masyarakat pada saat itu membuat kelompok tani dengan melakukan pembersihan lahan bakau untuk dijadikan lahan pertanian, dengan dasar kesepakatan antar beberapa masyarakat. Kemudian kepala Desa Sebauk Zainal Abidin pada tahun 2001 menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT).
Sebagian masyarakat yang menguasai lahan tersebut pada tahun 2001 melalui Surya Putra meminta kelompok Tani untuk menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebagai syarat untuk dapat diterbitkannya SPGR tersebut.
Setelah Kartu Tanda Penduduk (KTP) terkumpul, kemudian Surya menyerahkannya kepada terdakwa untuk diproses administrasinya di Kantor Desa Senderak. Begitu SPGR tersebut selesai, kemudian Surya mendatangi anggota masyarakat bagian dari kelompok tani tersebut untuk meminta tandatangan di dalam SPGR tersebut
Terdakwa bersama dengan Hariyanto telah melakukan proses penerbitan SPGR sebanyak 58 Surat yang berada di Dusun Pembangunan dan Dusun Mekar Desa Senderak.
Setelah tandatangan dari SPGR kelompok tersebut selesai, selanjutnya Harianto menandatangani SPGR itu. Antara lain memuat Surat pernyataan Ganti Rugi antara pihak Pertama dengan pihak Kedua, Surat Keterangan Riwayat Pemilikan/Penguasaan Tanah (SKRPPT) yang dikeluarkan oleh Terdakwa selaku Kepala Desa Senderak yang menyatakan bahwa lahan tersebut bukan bagian dari Hutan Negara atau Hutan Bakau. Peta Situasi Tanah yang dibuat oleh terdakwa dan ditandatangani Harianto, Berita Acara Pemeriksaan Lapangan yang dibuat tanpa dihadiri oleh pemilik lahan maupun pembeli lahan.
Bahwa dari lahan yang dibuatkan SPGR itu, 35 Surat di Dusun Pembangunan Desa Senderak dan 23 di Dusun Mekar Desa Senderak Kabupaten Bengkalis, Harianto mendapatkan bagian dari ganti rugi lahan dari kelompok tani yang berada di Dusun Pembangunan seluas 3 Hektar. Harianto juga mendapatkan uang penggantian lahan sebesar Rp.60 juta. Sedangkan terdakwa mendapatkan tanah/lahan tersebut seluas 1 hektar dan mendapatkan ganti rugi lahan sebesar Rp.20 juta.
Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau perekonomian negara sebesar Rp4.296.945.000. Hal ini berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Ahli Akuntansi Pemerintah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa dijerat pidana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) Undang Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. nor
No Comment to " Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Korupsi Jual Lahan HPT Bengkalis "