KORANRIAU.co,
PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah
memeriksa lima orang saksi dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan
kebun kelapa sawit di salah satu desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Para saksi itu berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat.
Pengusutan perkara telah dimulai sejak pertengahan tahun 2023 lalu. Sejak
saat itu, Jaksa melakukan penyelidikan, salah satunya dengan meminta keterangan
dari pihak-pihak terkait.
Setelah rampung, Tim Penyelidik melakukan gelar perkara untuk memastikan
kelanjutan penanganannya. Hasilnya, tim mengusulkan dan pimpinan menyetujui
perkara tersebut naik ke tahap penyidikan pada medio Februari 2024.
Dengan telah ditingkatkannya status perkara, tim penyidik langsung
menyusun rencana kerja penyidikan. Salah satunya, mengagendakan pemeriksaan
saksi-saksi dalam rangka pengumpulan alat bukti.
Sejauh ini, sudah ada saksi yang diperiksa. Mereka merupakan ASN yang
bekerja di lingkungan Pemkab Kuansing.
"Saksi yang diperiksa sudah 5 orang dari kalangan Pemkab Kuansing,
bagian aset," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Imran
Yusuf, Rabu (13/3).
Menurut Imran, proses pemeriksaan saksi-saksi masih terus berjalan.
Selain 5 orang saksi yang disebutkan di atas, pihaknya masih mengagendakan
pemeriksaan saksi lainnya.
"Dalam waktu dekat terjadwal 4 orang akan dimintai keterangan.
(Yakni) Dari pihak warga sekitar lokasi," imbuh mantan Kepala Kejaksaan
Negeri (Kajari) Badung itu.
Sebelumnya, Imran Yusuf pernah memaparkan konstruksi perkaranya.
Dikatakan Imran, pada periode tahun 2002 sampai dengan 2012, Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Kuansing menggelontorkan sejumlah anggaran yang totalnya
belasan miliar rupiah.
"Kalau saya tak salah, totalnya itu hampir (Rp) 14 miliar atau (Rp)
16 miliar. Sekitar itu lah," sebut Imran belum lama ini.
Anggaran itu diperuntukkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di
salah satu desa di Kota Jalur tersebut. "Mengapa bangun kebun kelapa
sawit? Karena saat itu, ninik mamak di salah satu desa, menganggap wilayah ini
kalau tidak dijaga, itu akan dirambah oleh kabupaten lain. Sehingga ingin ada
ketegasan batas," sebut Aspidsus.
"Oleh karena itu, (ninik mamak) meminta pemerintah kabupaten
(Kuansing) untuk intervensi dengan membangun perkebunan kelapa sawit,"
sambung mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Badung itu.
Dari total anggaran itu, sebut Imran, terealisasi pembangunan kebun
hampir 500 hektare. Adapun tujuan lain dari pembangunan kebun
sawit itu agar ada penambangan pendapatan asli daerah (PAD)
untuk Kabupaten Kuansing.
"Dibangun perkebunan itu salah satu yang ingin dicapai adalah adanya
penambahan PAD. Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada
penambahan PAD. Sekarang kebun itu tidak jelas pengelolaannya," kata
Imran.
"Sekarang dikelola oleh sekelompok
orang. Seharusnya (hasilnya) masuk menjadi PAD," lanjut dia.
Imran
kemudian menyampaikan, anggaran yang dikeluarkan itu berupa belanja modal.
Dimana lahan kebun itu itu merupakan tanah adat.
"Itu
awalnya tanah adat yang diserahkan ninik mamak kepada pemerintah. Itu berupa
belanja modal. Namun oleh pemerintah kabupaten, pencatatan asetnya untuk tanah
belum tercatat. Yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya," terang
dia.
Saat proses
penyelidikan, Jaksa telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau untuk kepentingan penghitungan kerugian
keuangan negara.
"Dia
(lahan kebun,red) itu berbatasan dengan Sumatra Barat, Kabupaten
Dharmasraya," pungkas Aspidsus Kejati Riau, Imran Yusuf. Hrc/nor
No Comment to " Kejati Riau Telah Periksa 5 ASN Pemkab Kuansing Soal Korupsi Pengelolaan Kebun Sawit "