Foto: Gedung Kejari Dumai.
KORANRIAU.co,PEKANBARU- Muatan informasi
perkara, termasuk khususnya amar tuntutan 3 bulan penjara pelaku penganiayaan,
yang tampil di situs SIPP.pn.dumai.go.id, yang juga dapat menjadi sumber
informasi awal pemberitaan, adalah benar sesuai tuntutan dari Penuntut Umum.
Jika hanya melihat tampilan SIPP pengadilan, dari sisi sistemnya, publik
ataupun pribadi pribadi, termasuk pribadi insan pers, hanya melihat amar,
tetapi tidak akan tahu secara utuh pertimbangan-pertimbangan atau alasan
tuntutan pidananya, termasuk perbuatan apa yang terbukti dilakukan oleh
terdakwa maupun korban, dan juga hal-hal yang meringankan ataupun
memberatkan.
Sidang terbuka untuk umum. Pertimbangan-pertimbangan ataupun alasan PU
menuntut agar terdakwa agar dijatuhi pidana oleh majelis hakim sudah
dijelaskan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Publik ataupun
pribadi-pribadi, termasuk pribadi insan pers, silakan ikuti sidang yang terbuka
untuk umum untuk tahu fakta-faktanya. Jika hanya lihat di sistem SIPP
tidak akan tahu fakta-fakta yang terbukti.
Setelah tuntutan, sebenarnya, masih ada kesempatan publik ataupun
pribadi-pribadi, termasuk pribadi insan pers, untuk mengikuti karena
masih ada tahapan pembacaan putusan hakim. Di situ publik ataupun
pribadi-pribadi, termasuk pribadi insan pers, dapat mendengar dan
mencermati pertimbangan-pertimbangannya.
Tuntutan diajukan Penuntut Umum dengan mempertimbangkan tujuan pemidanaan
yakni bukan sebagai pembalasan. Hati nurani tidak dikesampingkan oleh
Penuntut Umum.
"Kami yakin bahwa majelis hakim pengadilan juga menjatuhkan putusan secara
adil dan dengan hati nurani. Jika tidak, tentu akan memutus berbeda
dengan tuntutan. Diputus lebih berat dari tuntutan pun hakim
berwenang,"katanya.
Perlu diketahui, perkara tersebut telah diputus hari Selasa kemarin
(26/03/2024). Berdasarkan putusan hakim, kakek yang sudah 65 tahun itu
(terdakwa) dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana 3 (tiga) bulan
penjara.
Fakta yang terungkap di persidangan, kakek 65 tahun sedang ‘momong cucu’
dengan sepedamotor. Terciprat kubangan air yang diterjang pengendara
mobil (korban) saat menyalip kakek (terdakwa/pelaku) sehingga menimbulkan
ketersinggungan dan emosi sehingga terjadi penganiayaan. Akibat ada
pemukulan oleh kakek, sesuai visum et repertum, juga bukan luka berat,
melainkan bengkak dan luka memar pada dahi, luka memar pada dagu, luka
memar pada bibir bawah bagian dalam, luka memar pada sudut bibir bagian
dalam, luka lecet pada sudut bibir bagian dalam dan luka memar pada bahu
kanan.
Jika berpegang pada pandangan kuno atau kolot bahwa tujuan pemidanaan
sebagai pembalasan, mungkin ‘maunya’ kakek tua itu dipenjara
lama-lama.
Seyogyanya, kejadian tersebut dapat diselesaikan berdasar keadilan
restoratif (restoratif justice), artinya langkah pemulihan kembali
kehidupan yang baik dalam masyarakat, melalui cara berdamai antar warga
masyarakat (korban dan pelaku) sehingga tidak perlu sampai pada
pemidanaan. Pihak polri dan kejaksaan berwenang mefasilitasi proses
restorative justice tersebut.
Dalam proses hukum sebelumnya, jaksa telah berupaya mefasilitasi
restorative justice, tetapi perdamaian tidak tercapai karena pihak korban
meminta syarat damai dengan uang ganti-rugi atau perdamaian setidaknya
sebesar Rp30juta untuk ganti biaya obat-obat cina dan ritual
adat/kepercayaan.
Kajari selanjutnya memerintahkan agar jaksa tidak melanjutkan proses
Restorative Justice (RJ) karena justru berpotensi menimbulkan disharmoni,
bahkan kesan transaksional, sehingga melenceng dari tujuan luhur
penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif.
Belajar dari proses hukum kasus tersebut, Kajari berharap masyarakat
pengguna jalan saling tenggang rasa dan berempati, baik pengendara/sopir
mobil terhadap pengguna sepedamotor, maupun sebaliknya. Di jalan raya
pun, ada etikanya. Jika saling bertenggangrasa dalam berkendara, kejadian
serupa kecil kemungkinan terjadi.
No Comment to " Hak Jawab Kajari Dumai Tentang Kakek Pelaku Penganiayaan Dituntut 3 Bulan Penjara Dianggap Ringan "