KORANRIAU.co- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang tersangka terkait kasus dugaan suap untuk proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Sebanyak enam orang tersangka langsung ditahan, sedangkan satu lainnya diminta kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan berikutnya.
Tujuh tersangka dimaksud yaitu Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba; Kadis Perumahan dan Permukiman Adnan Hasanudin; Kadis PUPR Daud Ismail; Kepala BPPBJ Ridwan Arsan; Ajudan Ramadhan Ibrahim; Stevi Thomas (swasta); dan Kristian Wuisan (swasta, belum ditahan).
Abdul Gani, Ramadhan Ibrahim dan Ridwan Arsan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail, Stevi Thomas dan Kristian Wuisan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini terungkap dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang digelar di Jakarta Selatan dan Kota Ternate, Senin, 18 Desember 2023. KPK menangkap 18 orang dalam operasi senyap tersebut.
Selain itu, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang sekitar Rp725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan Rp2,2 miliar.
Konstruksi kasus
Sebagai salah satu provinsi di Indonesia Timur yang mendapatkan prioritas untuk mempercepat proses pengadaan dan pembangunan infrastruktur, Provinsi Maluku Utara melaksanakan PBJ yang anggarannya bersumber dari APBD.
Abdul Gani disebut ikut serta dalam menentukan pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan dimaksud. Ia memerintahkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail dan Ridwan Arsan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Maluku Utara.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov
Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar.
Di antaranya untuk pembangunan jalan dan jembatan ruas matuting-rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas saketa-dehepodo. Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Gani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Alex menyebut Abdul Gani juga sepakat dan meminta Adnan Hasanudin, Daud Ismail dan Ridwan Arsan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
"Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang
yaitu KW [Kristian Wuisan]," kata Alex.
"Selain itu, ST [Stevi Thomas] juga telah memberikan uang kepada AGK [Abdul Gani] melalui RI [Ramadhan Ibrahim] untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya," lanjut dia.
Teknis penyerahan uang melalui tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung, kata Alex, adalah hasil ide antara Abdul Gani dan Ramadhan Ibrahim.
"Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK," ungkap Alex.
Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar. Uang tersebut di antaranya digunakan untuk kepentingan pribadi Abdul Gani guna pembayaran menginap hotel dan dokter gigi.
Alex menjelaskan KPK juga menemukan dugaan Abdul Gani menerima uang dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara. Alex menyampaikan temuan fakta tersebut akan didalami lebih lanjut.
"KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan penuh dari Satuan Brimob dan Polda Maluku Utara dalam kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan ini," ucap Alex. cnnindonesia/nor
No Comment to " Gubernur Malut Diduga Terima Suap di Rekening Penampung Terkait Lelang "