KORANRIAU.co,PEKANBARU--Tradisi pancung alas yakni pembagian hasil dari olahan sumber alam dalam masyarakat Melayu Riau, perlu ditindaklanjuti secara konkrit. Beberapa langkah perlu dibuat agar tradisi itu bisa diwujudkan dalam kehidupan bernegara untuk kesejahteraan masyarakat tempatan.
Demikian benang hijau dari hasil Diskusi Terpumpun (Focus Group Discussion) Pancung Alas yang ditaja Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) , Senin (27/11). Diiikuti sekitar 30 peserta dari perusahaan dan mahasiswa, tampil sebagai sumber utama adalah Dt Dr Firdaus, Dt Derichad, M. A., dan Dt Syaiful Anuar, M. Pd.
Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR Prov Riau, Datuk Seri H. R. Marjohan Yusuf mengatakan, sejalan dengan peran LAMR dalam melestarikan dan mengembangkan adat, lembaga ini patut berupaya mengimplementasikan tradisi pancung alas dalam kehidupan kini. "Kita buat tim untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bentuk itu, " katanya.
Yang pasti, sebagaimana diungkapkan para nara sumber, tradisi pancung alas memang sempat wujud di Riau. Selain di Riau, istilah pancung alas juga ditemui di Sumsel dan Sumbar. Bangsa asing seperti Belanda yang notabene penjajah, mengakui adanya pancung alas, tetapi tenggelam dalam tata kelola Indonesia.
Tahun lalu, LAMR meneliti praktik pancung alas pada tiga kelompok masyarakat adat dalam tiga kabupaten berbeda yakni Sakai (Bengkalis), Bonai (Rokan Hulu), dan Talang Mamak (Inderagiri Hulu). Dengan dialek masing-masing, pancung alas dinisbatkan pada bagi hasil pengelolaan sebesar 10-20 persen dari hasil usaha. Misalnya, penebangan 10 batang kayu, dikenai satu batang untuk ditinggalkan pada masyarakat setempat melalui pemimpin adat yang disebut pancung alas. Bahan yang tinggal tersebut diberdayakan untuk keperluan masyarakat adat.
"Usahlah 10 persen, dua persen saja yang ditinggalkan untuk masyarakat adat di tempat usaha, pasti sudah banyak membantu masyarakat, " kata Datuk Seri Marjohan. rls/nor
No Comment to " LAMR Dukung Penerapan Tradisi Pancung Alas "