• Dialektika Kontestasi Pilpres 2024

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Minggu, 03 September 2023
    A- A+


    KORANRIAU.co - Di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, beberapa hari menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ke-78, empat partai politik;
    Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN deklarasi dan mengumumkan dukungan terhadap Prabowo Subianto sebagai calon presiden.


    Kini, ada tiga nama capres yang diusung oleh koalisi partai-partai politik menuju kontestasi Pilpres 2024. Ketiga capres itu, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Mereka kerap merajai survei elektabilitas. Sampai survei terakhir, Ganjar dan Prabowo bersaing ketat.


    Anies menjadi sosok pertama yang dideklarasikan sebagai capres pada Oktober tahun lalu, menjelang habis masa jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Nasdem merupakan partai pertama yang mengusung Anies secara resmi, kemudian diikuti oleh Demokrat dan PKS.

    Berikutnya, sehari menjelang Lebaran PDIP mendeklarasikan pencapresan Ganjar di Istana Batu Tulis. Hanya berjarak lima hari, PPP turut memberikan dukungan kepada Ganjar, sedangkan sisanya adalah partai-partai non-parlemen yaitu Hanura dan Perindo.

    Sebelumnya Ganjar dideklarasikan secara sepihak oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), berbarengan dengan pencapresan Anies. Belakangan PSI terlihat mesra dengan Prabowo. Lalu ada PBB yang telah mendukung Prabowo, dan Gelora bakal segera bergabung.

    Sejauh ini belum ada nama calon wakil presiden definitif dari koalisi partai-partai tersebut. Nama-nama yang santer beredar di antaranya Erick Thohir, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, Khofifah Indar Parawansa, hingga Yenny Wahid.

    Konstelasi Politik Pasca-2019

    Dinamika pencapresan dan koalisi partai-partai saat ini berkembang dari situasi politik usai Pemilu 2019 lalu. Prabowo yang kalah dalam dua kali pemilu menghadapi Jokowi memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan, lalu menduduki posisi Menteri Pertahanan.

    "Rekonsiliasi" terus berlanjut, dengan masuknya Sandiaga Uno ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi melalui reshuffle kabinet pada akhir 2020. Sandi yang menjadi cawapres Prabowo pada rivalitas sebelumnya didapuk sebagai Menteri Pariwisata.

    Sebelum berlaga di Pilpres, Sandi sempat menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta dalam pilkada yang juga berlangsung sengit. Sandi berpasangan dengan Anies dan memenangi kontestasi di ibukota yang kental dengan aroma politik identitas.

    Sisa-sisa pertarungan pada tiga gelaran elektoral itu - Pemilu 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Pemilu 2019 - menyisakan ketiga sosok yang menjadi alternatif, di tengah batasan periodisasi yang tidak memungkinkan Jokowi kembali berlaga pada Pilpres 2024 mendatang.

    Hasilnya, nama-nama itulah yang mendominasi dalam sejumlah survei pada awal tahun 2020. Survei Indo Barometer, Median, dan Indikator menunjukkan Prabowo unggul dengan elektabilitas berkisar 18-22 persen, diikuti oleh Anies 12-14 persen dan Sandi 8-9 persen.

    Situasi berubah seiring pandemi Covid-19 merebak, di mana pelaksanaan kebijakan pembatasan sosial (PSBB) menjadi wewenang kepala daerah. Ganjar dan RK mulai merangsek, bersaing dengan Prabowo dan Anies, serta menekan Sandi ke peringkat yang lebih di bawah.

    Pada kurun Mei-Juli 2020, elektabilitas Ganjar menanjak dari 11-13 persen menjadi 16% berdasarkan survei Indikator dan Charta Politika. Posisi tiga besar mulai dikuasai oleh Prabowo, Ganjar, dan Anies, hingga akhirnya Ganjar memimpin sejak April 2022.

    Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dibentuk oleh Golkar, PAN, dan PPP, yang kerap disebut sebagai sekoci untuk mengusung pencapresan Ganjar jika PDIP tidak kunjung mengusung. Saat itu PDIP belum menyatakan sikap soal capres, bahkan condong mendukung Puan Maharani.

    Sementara itu Nasdem menggelar rakernas yang menghasilkan usulan tiga nama capres, termasuk di dalamnya ada nama Ganjar. Hingga akhirnya hanya Anies yang diusung pada deklarasi di Nasdem Tower, tanpa ada koalisi partai-partai lain yang bergabung.

    Gerindra dan PKB menggulirkan pembentukan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). Tidak ada nama capres definitif, hanya disepakati penentuan nama capres akan dilakukan bersama-sama oleh Prabowo dan Muhaimin.

    Labirin Pencapresan dan Koalisi Partai Politik

    Peta pencapresan mulai terlihat dengan munculnya ketiga figur. Tetapi jalan yang dilalui oleh para capres dan koalisi partai-partai pengusungnya seperti melalui labirin yang berliku-liku. Tidak kunjung muncul format yang baku pasangan capres-cawapres dan partai-partai mana saja pengusungnya.

    Anies yang pertama kali dideklarasikan lebih banyak mengandalkan Nasdem ketimbang dua partai yang lain. Dalam salah satu podcast, Anies mengaku safari yang dilakukannya ke puluhan kota sebagian besar dibiayai oleh Nasdem dan disambut di lokasi oleh DPW Nasdem setempat.

    Dukungan dari PKS dan Demokrat baru mengalir sejak Ramadan lalu. Tim kecil dari ketiga partai mengumumkan adanya piagam kerjasama yang ditandatangani ketua umum masing-masing, menandai terbentuknya secara resmi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

    Masalah siapa cawapres yang bakal mendampingi Anies menjadi ganjalan terhadap soliditas ketiga partai anggota koalisi. Demokrat bersikukuh mengusulkan ketua umumnya AHY sebagai cawapres Anies, yang ditolak mentah-mentah terutama oleh Nasdem sebagai pengusung Anies paling awal.

    Sebagai alternatif, Nasdem menginginkan cawapres Anies berasal dari non-partai. Sejumlah nama beredar, seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa, Khofifah, dan Yenny Wahid. Khofifah menonjol sebagai gubernur Jawa Timur dan tokoh NU, di mana basis dukungan Anies paling lemah.

    Akibat tidak tercapainya kesepakatan soal cawapres, rencana deklarasi bersama ketiga partai tidak kunjung terwujud. Akhirnya Demokrat dan PKS melakukan deklarasi sendiri-sendiri untuk mendukung pencapresan Anies.

    Dukungan kuat Nasdem terhadap Anies memberikan coattail effect dengan lonjakan elektabilitas dari 4,3 persen pada Oktober 2022 menjadi 7,3 persen pada awal Februari 2023, menurut survei Litbang Kompas. Kenaikan elektabilitas Nasdem menggerus basis pendukung Demokrat dan PKS.

    Pada periode yang sama, Demokrat anjlok dari 14 persen menjadi 8,7 persen, sedangkan PKS melorot dari 6,3 persen menjadi 4,8 persen. Demokrat dan PKS merupakan dua partai oposisi, sedangkan Anies menjadi figur sentral di kalangan oposisi setelah Prabowo dan Sandi masuk kabinet.

    Sementara itu Ganjar membuat kejutan dengan menyatakan siap maju nyapres demi bangsa, yang berbuah pemanggilan dan sanksi oleh DPP PDIP. Sebaliknya, dua partai anggota KIB yaitu PAN dan PPP di daerah-daerah secara bergelombang melakukan deklarasi pencapresan Ganjar.

    PAN juga melirik Erick Thohir untuk dipasangkan sebagai cawapres Ganjar. Baik Ganjar maupun Erick masuk dalam sembilan nama capres yang diusulkan dalam rakernas PAN. Sedangkan Golkar masih bersikukuh mengusung Airlangga Hartarto, meskipun elektabilitasnya selalu di papan bawah.

    Batalnya Indonesia sebagai tuan rumah gelaran Piala Dunia U20 yang tidak lepas dari sikap Ganjar dan elite PDIP menolak kehadiran timnas Israel berdampak pada peta pencapresan dan koalisi. Partai-partai di kubu pemerintah di luar PDIP mendorong terbentuknya koalisi besar.

    Melihat anjloknya elektabilitas baik Ganjar maupun PDIP, serta menguatnya Prabowo yang didukung "koalisi besar", membuat PDIP memutuskan untuk mempercepat deklarasi pencapresan Ganjar. Keputusan itu juga segera mengubah kembali peta koalisi yang ada.

    PPP yang merupakan anggota KIB menyatakan mendukung Ganjar, dengan harapan Sandi yang telah bergabung ke PPP dipilih sebagai cawapres Ganjar. Demokrat yang tak kunjung mendapat kejelasan dari KPP mulai membuka komunikasi dengan PDIP, melalui pertemuan AHY dan Puan.

    Golkar sempat diguncang oleh gerakan untuk melengserkan Airlangga dari posisi ketua umum. Setelah KIB secara de facto bubar, Golkar mencoba membentuk poros baru dengan mendekati Gerindra, Demokrat, dan Anies. Pada akhirnya Golkar dan PAN memutuskan berlabuh ke Prabowo.

    Faktor Jokowi dalam Pilpres

    Menjelang berakhirnya masa jabatan pada periode yang kedua, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja dan kepemimpinan Presiden mencapai rekor tertinggi, hingga menembus batas psikologis pada kisaran 80 persen.

    Survei Charta Politika pada Mei 2023 memberikan angka kepuasan 79,1 persen, atau tertinggi sejak Februari 2020. Survei Y-Publica mencatatkan angka 80,3 persen (Juni 2023), Indikator 81,2 persen (Juli 2023), SMRC 81,7 persen (Mei 2023), dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) 82 persen (Mei 2023).

    Tingginya tingkat kepuasan memberi isyarat bahwa publik mengharapkan keberlanjutan akan program-program Jokowi. Harapan itu mengalir kepada figur kepemimpinan nasional berikutnya yang diharapkan bisa melanjutkan capaian kinerja Jokowi, bahkan memajukannya lagi.

    Simbiosis mutualisme pun terjadi antara Jokowi dengan para tokoh yang hendak berlaga sebagai capres. Jokowi berkepentingan agar capres yang terpilih nantinya bisa menjaga legacy usai tidak lagi menjabat sebagai presiden.

    Tidak heran, Jokowi kerap memberikan endorsement kepada sejumlah tokoh. Dalam rakernas Projo di Magelang tahun lalu, Jokowi memberikan isyarat dukungan dengan meminta para relawan agar ojo kesusu mengambil sikap soal politik meskipun capresnya hadir, yaitu Ganjar.

    Jokowi kembali melontarkan kode soal calon pemimpin berambut putih dalam acara relawan di stadion GBK pada akhir 2022. Menurut Jokowi, pemimpin yang berpikir dan bekerja keras untuk rakyat bisa saja rambutnya memutih. Bukan kebetulan, rambut Ganjar memang putih semua.

    Tetapi Jokowi juga membagi endorsement-nya ke figur lain, khususnya Prabowo. Pada acara ulang tahun ke-8 Perindo, Jokowi memberikan harapan bahwa setelah dirinya tak menjabat lagi maka kursi kepresidenan menjadi jatah Prabowo.

    Jokowi mulai sering mengajak Prabowo dalam kunjungan ke daerah. Kepala BIN Budi Gunawan menyentil bahwa aura Jokowi kini berpindah kepada Prabowo. Puncaknya saat Jokowi mempertemukan Ganjar dan Prabowo pada momentum panen raya padi di Kebumen.

    Pergeseran terjadi ketika Jokowi mengalihkan dukungan dari semula kepada Ganjar beralih ke Prabowo pasca-heboh Piala Dunia U20. Dalam Musra relawan di Istora Senayan, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin pemberani, yang diidentikkan dengan karakter Prabowo.

    Terakhir, Jokowi menyindir bahwa pemimpin yang dibutuhkan tidak hanya bisa lari pagi, tetapi harus lari maraton. Hal itu diungkapkan saat menerima para pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan. Ganjar dikenal kerap memposting kegiatan olahraga larinya di media sosial.

    Soal endorsement tersebut, Jokowi semula membantah telah melakukan cawe-cawe atau intervensi urusan capres-cawapres. Tudingan itu muncul setelah Jokowi mengumpulkan para ketua umum partai pendukung pemerintah minus Nasdem di Istana Merdeka.

    Belakangan Jokowi mengakui akan melakukan cawe-cawe, tetapi bukan untuk kepentingan capres-cawapres. Cawe-cawe ditujukan untuk menjaga keberlanjutan kebijakan strategis pemerintahan demi mewujudkan Indonesia sebagai negara dalam kurun waktu 13 tahun ke depan.

    Sejauh mana faktor Jokowi menjadi penentu dalam Pilpres, survei Algoritma pada Desember 2022 mengungkap 16,6 persen yang akan mengikuti arah pilihan Jokowi. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan survei Litbang Kompas pada September-Oktober 2022, sebesar 15,1 persen.

    Pergeseran Basis Pemilih

    Dalam perkembangan terbaru, Prabowo dan Ganjar berebut posisi pada peringkat pertama elektabilitas, sementara Anies semakin konsisten sebagai juru kunci tiga besar dengan tren yang terus menurun. Fenomena tersebut tertangkap dari survei Indikator, SMRC, dan Litbang Kompas.

    Piala Dunia U20 menjadi faktor signifikan yang mengubah peta pertarungan, di mana Ganjar anjlok elektabilitasnya, sedangkan Prabowo bergerak naik hingga akhirnya berada pada posisi unggul. Anies yang sempat melonjak setelah dideklarasikan oleh Nasdem kemudian pelan-pelan merosot.

    Pada awalnya Ganjar menjadi simbol keberlanjutan yang digaungkan Jokowi, hingga mengungguli Prabowo sepanjang tahun 2022. Ganjar juga memiliki irisan ideologi dan basis pemilih yang berseberangan dengan Anies yang menyerukan perubahan.

    Namun pergeseran terjadi ketika Ganjar tidak bisa menunjukkan komitmen saat Jokowi ingin menyukseskan gelaran Piala Dunia U20. Dari model relasi patron-klien yang ditengarai oleh Karl D Jackson (1978), pengaruhnya nampak dengan beralihnya sebagian pemilih Ganjar kepada Prabowo.

    Hal ini ditunjukkan dari fenomena perpindahan dukungan relawan Jokowi yang semula mendukung Ganjar beralih ke Prabowo. Dimulai oleh relawan Jokowi Mania (JoMan) yang berganti nama menjadi Prabowo Mania 08, hingga Projo yang kemudian terang-terangan mendukung Prabowo.

    Gerakan relawan politik mulai marak sejak Pilkada DKI Jakarta 2012 dengan masifnya penggunaan media sosial, seperti analisis peneliti media Ross Tapsell (2017). Relawan menjadi sarana amplifikasi arah politik elite kepada publik pada tingkat akar rumput.

    Dalam model politik aliran yang dikembangkan oleh Herbert Feith dan Lance Castles (1970), perpindahan pemilih Ganjar ke kubu Prabowo dmungkinkan karena kemiripan basis pemilih nasionalis. Yang membedakan keduanya adalah relasi dengan basis pemilih berorientasi keislaman.

    Prabowo memiliki modal sosial yang lebih kuat di kalangan pemilih beraliran Islam. Dalam sejarahnya, Prabowo didukung oleh faksi tentara yang condong pada kekuatan politik Islam pada saat Orde Baru bergeser mencari dukungan umat Islam pada awal 1990-an.

    Modal sosial itu semakin dikuatkan saat kontestasi elektoral 2014, 2017, dan 2019 yang memperuncing ketegangan di antara kedua politik aliran. Tetapi sikap politik Prabowo yang memutuskan berdamai dengan Jokowi membuat sebagian pemilih beralih mendukung Anies.

    Hanya saja, posisi politik Prabowo di dalam kekuasaan memberikan sumber daya dan pengaruh yang lebih kuat dibandingkan Anies. Dukungan dari Jokowi memperkuat posisi politik Prabowo, sehingga basis pemilih yang semula mendukung Anies kini mengalir deras ke arah Prabowo.

    Prabowo memiliki posisi yang unik, dengan satu kaki berada di pemerintahan dan kaki yang lain masih mencengkeram suara-suara oposisi dari kalangan Islam. Ganjar tidak memiliki keunggulan semacam itu. Hampir tidak mungkin bagi pemilih Anies untuk beralih mendukung Ganjar.

    Menggunakan model dialektika Hegel, dari pertentangan antara mazhab keberlanjutan sebagai tesis yang dihadapkan pada gagasan perubahan sebagai antitesis, adalah Prabowo yang potensial menjadi sintesis. Prabowo bisa meramu keberlanjutan dengan basis oposisi yang menghendaki perubahan.

    Menguatnya Prabowo membangkitkan ide "persekutuan tak suci" antara Ganjar dan Anies. Dua tokoh yang mewakili politik aliran yang diametral kini berada pada posisi saling berkepentingan. Karena tidak bisa meraih basis pemilih Anies, lebih mudah bagi Ganjar untuk merangkul sosok Anies.

    Bagi Anies, bergabung dengan kubu Ganjar menjadi pilihan paling realistis di tengah terus merosotnya tren elektabilitas. Sedangkan bagi Ganjar, penyatuan dua kekuatan itu memungkinkan untuk bisa mengimbangi terus menguatnya elektabilitas Prabowo, menuju bulan pendaftaran.

    Hingga dua bulan ke depan, konstelasi pencapresan dan koalisi partai-partai masih akan bergerak dinamis. Sebut saja, langkah Demokrat menarik dukungan kepada Anies karena merasa dikhianati Nasdem yang menggulirkan rencana koalisi baru bersama PKB dan memasangkan Anies dengan Muhaimin.

    Lalu, gerilya Sandi mengajak Demokrat, PKS, dan PKB untuk membentuk poros koalisi baru jika paket Ganjar-Anies jadi direalisasikan. Dengan sisa waktu yang makin sedikit, ruang bermanuver bakal menyempit dan membangkitkan pertarungan yang makin sengit.

    Oleh: Endang Tirtana, Peneliti Senior Maarif Institute Jakarta
    (detik/nor)

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Dialektika Kontestasi Pilpres 2024 "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com yLx3F0.jpg