Foto: Sidang korupsi dengan terdakwa Bupati Adil di PN Pekanbaru.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Muhammad Arif Nuryanta SH MH dengan hakim Anggota Dr Salomo Ginting SH MH dan Adrian HB Hutagalung SH MH ini, mendengarkan dakwaan dari Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK Budiman Abdul Karib dkk. JPU membacakan dakwaan untuk terdakwa Adil maupun Fahmi secara terpisah.
Foto: Bupati M Adil.
Untuk terdakwa Bupati Adil, jaksa menjeratnya dengan tiga dakwaan sekaligus. Pertama, Adil melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih sebesar Rp17.280.222.003. Adil melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada masing-masing Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Pemotongan UP dan GU itu dilakukan terdakwa di APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Rinciannya, di tahun 2022 sebesar Rp12.269.222.053 dan tahun 2023 sebesar Rp5.011.000.000.
Untuk dakwaan kedua, Adil didakwa telah menerima suap dari Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tabur Muthmainnah Tour, perusahaan travel haji dan umroh. Adil menerima fee sebesar Rp750 juta, untuk 250 jamaah umroh yang diberangkatkan.
Setiap satu jamaah yang diberangkatkan itu, Adil mendapatkan fee dari Nengsih sebesar Rp3 juta. Ratusan jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022.
Sementara dakwaan ketiga, bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga Aptil 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.
"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar,"kata jaksa.
Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat Adil dalam dakwaan pertama dengan Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian untuk dakwaan kedua, dengan Pasal 12 huruf a dan b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Selanjutnya, dakwaan ketiga dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk dakwaan Muhammad Fahmi Aressa disebutkan, jika terdakwa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022, pada tanggal 6 Maret 2023 hingga 4 April 2023.
Saat pemeriksaan laporan keuangan itu, Tim Auditor yang dipimpin Fahmi menemukan sejumlah kejanggalan. Adapun temuan itu terdapat di sejumlah OPD Pemkab Meranti seperti, BPKAD, Setda, PUPR, RSUD, Disdukcapil, Bapenda, Bagian Kesra, Disperindag, Dishub, Diskominfotik, Sekwan DPRD dan lainnya.
Atas temuan itu, Bupati Adil mengumpulkan beberapa Kepala OPD dan 9 Camat di rumah dinasnya. Saat itu, Adil memerintahkan bawahannya mengumpulkan uang Rp1 miliar untuk Tim Auditor BPK yang dipimpin terdakwa.
Tujuan pemberian uang itu, agar hasil laporan keuangan Pemkab Meranti dari BPK tetap dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Terdakwa pun setuju atas permintaan Bupati Adil tersebut dan menerima uang sebesar Rp1 Miliar.
Jaksa menyebutkan, Fahmi selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Provinsi Riau telah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Atas dakwaan jaksa tersebut, Adil melalui kuasa hukumnya Boy Gunawan SH MH terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi). Hakim kemudian menunda sidang satu pekan mendatang. nor
Sidang yang dipimpin majelis hakim Muhammad Arif Nuryanta SH MH dengan hakim Anggota Dr Salomo Ginting SH MH dan Adrian HB Hutagalung SH MH ini, mendengarkan dakwaan dari Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK Budiman Abdul Karib dkk. JPU membacakan dakwaan untuk terdakwa Adil maupun Fahmi secara terpisah.
Foto: Bupati M Adil.
Untuk terdakwa Bupati Adil, jaksa menjeratnya dengan tiga dakwaan sekaligus. Pertama, Adil melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih sebesar Rp17.280.222.003. Adil melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada masing-masing Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Pemotongan UP dan GU itu dilakukan terdakwa di APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Rinciannya, di tahun 2022 sebesar Rp12.269.222.053 dan tahun 2023 sebesar Rp5.011.000.000.
Untuk dakwaan kedua, Adil didakwa telah menerima suap dari Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tabur Muthmainnah Tour, perusahaan travel haji dan umroh. Adil menerima fee sebesar Rp750 juta, untuk 250 jamaah umroh yang diberangkatkan.
Setiap satu jamaah yang diberangkatkan itu, Adil mendapatkan fee dari Nengsih sebesar Rp3 juta. Ratusan jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022.
Sementara dakwaan ketiga, bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga Aptil 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.
"Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp 1 miliar,"kata jaksa.
Muhammad Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. Terdakwa ingin agar Muhammad Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat Adil dalam dakwaan pertama dengan Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian untuk dakwaan kedua, dengan Pasal 12 huruf a dan b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Selanjutnya, dakwaan ketiga dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk dakwaan Muhammad Fahmi Aressa disebutkan, jika terdakwa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022, pada tanggal 6 Maret 2023 hingga 4 April 2023.
Saat pemeriksaan laporan keuangan itu, Tim Auditor yang dipimpin Fahmi menemukan sejumlah kejanggalan. Adapun temuan itu terdapat di sejumlah OPD Pemkab Meranti seperti, BPKAD, Setda, PUPR, RSUD, Disdukcapil, Bapenda, Bagian Kesra, Disperindag, Dishub, Diskominfotik, Sekwan DPRD dan lainnya.
Atas temuan itu, Bupati Adil mengumpulkan beberapa Kepala OPD dan 9 Camat di rumah dinasnya. Saat itu, Adil memerintahkan bawahannya mengumpulkan uang Rp1 miliar untuk Tim Auditor BPK yang dipimpin terdakwa.
Tujuan pemberian uang itu, agar hasil laporan keuangan Pemkab Meranti dari BPK tetap dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Terdakwa pun setuju atas permintaan Bupati Adil tersebut dan menerima uang sebesar Rp1 Miliar.
Jaksa menyebutkan, Fahmi selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Provinsi Riau telah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Atas dakwaan jaksa tersebut, Adil melalui kuasa hukumnya Boy Gunawan SH MH terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi). Hakim kemudian menunda sidang satu pekan mendatang. nor
No Comment to " Kasus Korupsi, Bupati Adil dan Auditor BPK Riau Jalani Sidang Perdana "