Foto: M Syahrir.
KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau dan Maluku Utara (Malukut) Muhammad Syahrir, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Jumat (23/6/23).
Dalam persidangan ini, terkuak kalau Syahrir membeli sebidang tanah dan bangunan di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Tanah itu dibelinya seharga Rp1 miliar.
"Awalnya saya menawarkan ke Syahrir Rp1,2 miliar. Namun dia minta kurang, sehingga disepakati dengan harga Rp1 miliar,"kata Arizani, warga Palembang yang menjual tanahnya ke Syahrir saat memberikan kesaksian di persidangan.
Arizani mengakui, harga itu disepakati karena terkait urusan surat-menyurat balik nama maupun akte jual beli (AJB) di notaris, semuanya ditanggung Syahrir.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Dr Salomo Ginting SH MH dengan hakim anggota Yulia Artha Pujoyotama SH MH dan Yelmi SH MH itu, Arizani mengatakan jual beli tanah seluas 16 x 40 m2 itu terjadi pada Februari 2019 lalu. Di atas lahan itu juga berdiri empat bangunan kios.
"Pembayarannya dilakukan secara bertahap. Pertama uang mukanya sebesar Rp100 juta,"terangnya.
Setelah beberapa kali dengan cara transfer lanjutnya, pembayaran berikutnya dilakukan dengan cash atau tunai. Tak tanggung-tanggung, Syahrir melunasinya dengan uang Dollar Amerika.
"Terakhir dia bayar cash, dengan uang Dollar Amerika Serikat sebesar US 500. Sehingga lunaslah pembelian tanah itu,"jelas Arizani yang mengaku teman satu SMA dengan Syahrir.
Kendati harga jual-beli tanah itu Rp1 miliar, akan tetapi dalam AJB di depan Notaris harganya justru berbeda. Di notaris, tercatat harga tanah hanya Rp486 juta saja.
Adanya perbedaan jauh harga jual tanah itu, terungkap saat Notaris Rio Notaris yang membuat AJB diperiksa di persidangan."Dalam akte AJB itu harganya ditulis Rp486 juta,"ungkap Rio, yang berkantor di Palembang ini.
Saat ditanya Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Fandi SH MH dkk, alasan adanya perbedaan nilai jual tanah itu, Rio mengaku tidak tahu.
"Tidak tau juga Pak. Karena ini kesepakatan antara Pak Arizani dan Syahrir,"terangnya.
Syahrir diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Tidak tanggung-tanggung, selama menjabat menjabat Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Riau sejak Tahun 2017-2022, Syahrir telah menerima uang gratifikasi, yang keseluruhannya berjumlah Rp20.974.425.400.
Rincian gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
JPU menjerat M Syahrir dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.nor
KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau dan Maluku Utara (Malukut) Muhammad Syahrir, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Jumat (23/6/23).
Dalam persidangan ini, terkuak kalau Syahrir membeli sebidang tanah dan bangunan di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Tanah itu dibelinya seharga Rp1 miliar.
"Awalnya saya menawarkan ke Syahrir Rp1,2 miliar. Namun dia minta kurang, sehingga disepakati dengan harga Rp1 miliar,"kata Arizani, warga Palembang yang menjual tanahnya ke Syahrir saat memberikan kesaksian di persidangan.
Arizani mengakui, harga itu disepakati karena terkait urusan surat-menyurat balik nama maupun akte jual beli (AJB) di notaris, semuanya ditanggung Syahrir.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Dr Salomo Ginting SH MH dengan hakim anggota Yulia Artha Pujoyotama SH MH dan Yelmi SH MH itu, Arizani mengatakan jual beli tanah seluas 16 x 40 m2 itu terjadi pada Februari 2019 lalu. Di atas lahan itu juga berdiri empat bangunan kios.
"Pembayarannya dilakukan secara bertahap. Pertama uang mukanya sebesar Rp100 juta,"terangnya.
Setelah beberapa kali dengan cara transfer lanjutnya, pembayaran berikutnya dilakukan dengan cash atau tunai. Tak tanggung-tanggung, Syahrir melunasinya dengan uang Dollar Amerika.
"Terakhir dia bayar cash, dengan uang Dollar Amerika Serikat sebesar US 500. Sehingga lunaslah pembelian tanah itu,"jelas Arizani yang mengaku teman satu SMA dengan Syahrir.
Kendati harga jual-beli tanah itu Rp1 miliar, akan tetapi dalam AJB di depan Notaris harganya justru berbeda. Di notaris, tercatat harga tanah hanya Rp486 juta saja.
Adanya perbedaan jauh harga jual tanah itu, terungkap saat Notaris Rio Notaris yang membuat AJB diperiksa di persidangan."Dalam akte AJB itu harganya ditulis Rp486 juta,"ungkap Rio, yang berkantor di Palembang ini.
Saat ditanya Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Fandi SH MH dkk, alasan adanya perbedaan nilai jual tanah itu, Rio mengaku tidak tahu.
"Tidak tau juga Pak. Karena ini kesepakatan antara Pak Arizani dan Syahrir,"terangnya.
Syahrir diduga menerima gratifikasi dari perusahaan-perusahaan maupun pejabat yang menjadi bawahannya. Tidak hanya itu, KPK menjerat Syahrir dengan TPPU karena uang itu dialihkannya dengan membeli sejumlah aset.
Tidak tanggung-tanggung, selama menjabat menjabat Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Riau sejak Tahun 2017-2022, Syahrir telah menerima uang gratifikasi, yang keseluruhannya berjumlah Rp20.974.425.400.
Rincian gratifikasi yang diterima Syahrir, sebesar Rp5.785.680.400, saat menjabat sebagai Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan Rp15.188.745.000 saat menjabat sebagai Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau.
JPU menjerat M Syahrir dengan Pasal 12 huruf a dan huruf b jo. Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.nor
No Comment to " Eks Kanwil BPN Syahrir Beli Tanah di Palembang Rp1 Miliar, Pakai Dollar Amerika "