KORANRIAU.co-Pesawat BOAC yang membawa AR Baswedan dari Mesir melalui Karaci, Rangoon, Bombay, dan Singapura akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Kemayoran Jakarta. Ketika Baswedan hendak turun dari pesawat, tiba-tiba sejumlah polisi militer Belanda dengan senjata lengkap masuk ke pesawat.
Baswedan terkejut dan agak grogi, karena dia membawa dokumen yang sangat penting dan harus sampai di tangan Presiden Sukarno dengan selamat. Yaitu, perjanjian persahabatan Mesir dan Republik Indonesia dan surat dari Mufti Palestina Amir Said Alhusaeni.
Dalam keadaan yang tidak menentu itu, tiba-tiba Baswedan teringat kepada Haji Agus Salim yang dengan gaya seorang jenderal berbicara: "Baswedan bagi saya tidak penting apakah saudara sampai di tanah air atau tidak, yang penting dokumen-dokumen itu sampai di Indonesia dengan selamat."
Sebelum meninggalkan Kairo, Baswedan lebih dulu menemui pejuang kemerdekaan Maroko yang sedang berada di Mesir, Amir Abdul Karim, untuk berpamitan. Ketika Baswedan berpamitan, Amir Abdul Karim memberi secarik kertas sambil berkata: "Anakku semoga Allah melindungimu dalam perjalanan pulang ke tanah air dan semoga perjuanganmu berhasil. Insya Allah Tuhan yang Mahakuasa akan menolongmu."
Teringat hal itu Baswedan segera meraba kantong bajunya untuk mengambil kertas dan tasbih hadiah dari pahlawan Maroko Amir Abdul Karim. Baswedan segera berdiri dan menenteng tas yang kuncinya tidak pernah bisa dibuka dan membaca tulisan dalam kertas yang ternyata rangkaian doa.
Sambil memegang tasbih dan dengan takdir Allah, Baswedan bisa keluar dari pesawat tanpa diperiksa, seolah-olah tentara Belanda itu tidak melihat Baswedan. Turun dari pesawat Baswedan langsung memasuki gedung Bandara. Lagi-lagi tidak ada satu pun tentara Belanda yang menyapa apalagi memeriksa Baswedan, sampai dia keluar dari gedung.
Di luar gedung, Baswedan segera memanggil taksi, sesudah duduk di dalam taksi barulah Baswedan merasa tenang, dari Bandara Baswedan menuju rumah Perdana Menteri Amir Syarifudin.
Setelah mandi dan berganti baju, Baswedan dan Amir Syarifudin berangkat menuju Bandara Kemayoran, yang masih dijaga ketat oleh tentara Belanda. Dengan khusyuk, Baswedan berdoa kepada Allah memohon agar dia dan Amir Syarifudin dapat lolos dari pemeriksaan.
Pada saat itulah Baswedan kembali teringat pada tasbih dan doa-doa yang diajarkan oleh Amir Abdul Karim. Jari-jari tangan kanan menggenggam tasbih dan tangan kiri memegang catatan doa dari Amir Abdul Karim.
Alhamdulillah tas koper Baswedan dan Amir Syarifudin lolos dari pemeriksan. Petugas dan tentara Belanda seolah-olah tidak melihat Baswedan dan Amir Syarifudin, sehingga kedua tokoh Indonesia itu dengan tenang memasuki pesawat dan tiba di Bandara Maguwo Yogyakarta. Mereka langsung menuju Gedung Agung tempat kediaman Presiden Sukarno.
Dengan upacara singkat dan sederhana, kedua dokumen pengakuan kemerdekaan dari Mesir dan Palestina yang dibawanya diserahkan kepada presiden. Bung Karno menerima kedua dokumen dalam keadaan heran, karena dokumen itu tetap utuh dalam sampul yang dilem. Hal itu hanya mungkin terjadi jika Baswedan tidak diperiksa, padahal Bandara Kemayoran dijaga ketat oleh tentara Belanda.
"Bagaimana bisa begitu Baswedan?" tanya Bung Karno.
Baswedan menjawab singkat, "Untung Pak Presiden."
Siang itu juga Baswedan segera berangkat ke Solo untuk bertemu dengan keluarganya. Kepulangan Baswedan ternyata disambut oleh bayi mungil yang lahir beberapa hari sebelumnya, bayi itu diberi nama Liqiana.
Oleh : Lukman Hakiem.Peminat Sejarah, mantan anggota DPR RI dan staf M Natsir
No Comment to " Kisah AR Baswedan Membawa Surat Pengakuan Kedaulatan RI kepada Bung Karno "