KORANRIAU.co,PEKANBARU- Fakta baru kembali terungkap pada sidang dugaan suap terhadap Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau Muhammad Syahrir dan Bupati Kuansing Andi Putra, Rabu (1/2/23) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Dua terdakwa dalam perkara ini yakni Frank Wijaya selaku Komisaris dan Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari (PT AA) bersama Sudarso selaku General Manager (GM).
Terungkapnya bagi-bagi duit itu saat empat pegawai Kanwil BPN Provinsi Riau memberikan kesaksian. Keempat saksi adalah, Masrul (Plt Kabag Tata Usaha), Yeni Veronika (Analis Hukum Pertanahan), Indri Kartika Dewi (Koordinator Penetapan Hak) dan Rizal Arif (staf analis).
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Yuli Artha Pujoyotama SH MH, dibantu hakim anggota Iwan Irawan SH dan Adrian Hutagalung SH MH, saksi Indri mengungkapkan telah memberikan uang kepada sejumlah uang kepada pegawai di BPN. Uang itu diberikan setelah digelarnya ekspos perpanjangan izin HGU PT Adimulia Agrolestari di Hotel Prime Park, Pekanbaru pada 3 September 2021 lalu.
Indri mengakui, setidaknya ada uang Rp40 juta dari PT AA yang dibagi-bagikannya. Namun dari jumlah itu, hanya Rp24 juta tersisa yang dipegangnya setelah pengeluaran biaya ekspos tersebut yang ditanggung oleh PT AA.
"Uang yang saya kelola itu hanya Rp24 juta saja Yang Mulia. Yang saya bagikan itu, merupakan uang lelah karena mereka ikut membantu pelaksanaan ekspos,"terangnya.
Adapun pegawai yang menerima uang itu sebut Indri diantaranya Teguh (Ajudan Kepala BPN Riau M Syahrir) sebesar Rp4 juta. Kemudian, 18 orang cleaning service masing-masing Rp250-300 ribu per orang.
Kemudian untuk saksi Rizal Arif sebesar Rp2 juta. Lalu, juga dikeluarkan untuk membeli alat tulis kantor (ATK) seperti kertas dan printer sebesar Rp4,8 juta dan lainnya.
"Sisanya sekitar Rp8,5 juta saya pegang. Tetapi tidak ada saya gunakan dan masih dipegang,"jelasnya.
Mendengar keterangan saksi itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Fandy SH lalu menanyakan apakah uang itu telah dikembalikan ke kas negara."Sudah Pak, melalui penyidik KPK,"ungkap Indri.
JPU sempat mempertanyakan kenapa BPN Riau harus membeli ATK dengan menggunakan dana dari PT AA tersebut. Indri menjawab, jika anggaran kantor tidak ada saat itu.
Tidak hanya itu, JPU juga menanyakan inisiatif siapa menentukan jumlah uang yang dibagi-bagikan tersebut. Awalnya, Indri mengaku tidak ingat.
Namun setelah didesak, akhirnya Indri mengakui."Yang menentukan saya dan Pak Umar Fatoni (Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Riau-red),"sebut Indri.
Hakim Yuli bahkan sempat mengingatkan saksi Indri untuk tidak mangkir dalam memberikan keterangan. Hakim minta saksi untuk menjawab dengan jujur.
"Saksi ngomong saja terus terang, jawab yang benarlah. Kalau tidak, jaksa bisa menetapkan anda memberikan kesaksian palsu,"tegas hakim.
Mendengarkan ancaman hakim itu, nyali Indri pun ciut juga. Dia pun membeberkan semua aliran dana dari PT AA itu.
Menanggapi keterangan saksi itu, kedua terdakwa tidak menyatakan keberatan. Hakim kemudian menunda sidang satu pekan depan.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa H Refman Basri SH MBA yang dikonfirmasi terkait adanya dana yang digelontorkan PT AA untuk pembiayaan ekpose di Hotel Prime Park menegaskan, jika hal itu yang memang harus dijalani perusahaan. Padahal menurutnya, ekspos itu tidak ada aturannya.
"Tetapi itulah faktanya di lapangan. Perusahaan harus mengikutinya, karena kita memang korban dalam hal ini,"tegasnya.
Dia juga menyorot soal harus adanya rekomendasi Bupati Kuansing untuk perpanjangan HGU. Padahal, aturan itu tidak ada dan baru dikeluarkan 24 Agustus 2022 lalu oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada Direktorat Jenderal Penetapan dan Pendaftaran Tanah Nomor HT.01/785-400/VIII/2022.
"Artinya inikan sama dengan jebakan 'Batman'. Bagaimana mungkin kita menghukum orang yang belum ada aturannya. Tetapi biarlah, kita jalani saja,"ungkapnya.
Dakwaan JPU menyebutkan, Frank dan Sudarso diadili karena memberi suap kepada Kepala BPN Provinsi Riau M Syahrir sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diserahkan di rumah dinas Syahrir di Jalan Kartini Kota Pekanbaru.
Kemudian uang suap kepada Bupati Kuansing Andi Putra sebesar Rp500 juta dari Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang diberikan di rumah Andi di Jalan Kartama Gang Nurmalis No. 2 RT. 002 RW. 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru dan rumah dinas Bupati Kuansing di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing.
Penyerahan uang suap dilakukan pada tanggal 2 September 2021 sekira pukul 20.00 WIB dan antara tanggal 27 September 2021 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2021 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain antara bulan September 2021 sampai dengan bulan Oktober 2021 lalu.
Uang itu diberikan kedua terdakwa, untuk mempermudah pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari yang akan berakhir pada tahun 2024.
Perbuatan terdakwa itu menurut JPU, sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi hadiah atau janji.
Dakwaan JPU menyebutkan, Frank dan Sudarso diadili karena memberi suap kepada Kepala BPN Provinsi Riau M Syahrir sebesar SGD112.000 dari Rp3,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diserahkan di rumah dinas Syahrir di Jalan Kartini Kota Pekanbaru.
Kemudian uang suap kepada Bupati Kuansing Andi Putra sebesar Rp500 juta dari Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang diberikan di rumah Andi di Jalan Kartama Gang Nurmalis No. 2 RT. 002 RW. 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru dan rumah dinas Bupati Kuansing di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing.
Penyerahan uang suap dilakukan pada tanggal 2 September 2021 sekira pukul 20.00 WIB dan antara tanggal 27 September 2021 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2021 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain antara bulan September 2021 sampai dengan bulan Oktober 2021 lalu.
Uang itu diberikan kedua terdakwa, untuk mempermudah pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari yang akan berakhir pada tahun 2024.
Perbuatan terdakwa itu menurut JPU, sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi hadiah atau janji.
JPU menjerat kedua terdakwa dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. nor
No Comment to " Usai Ekspos HGU PT AA, Sejumlah Pegawai BPN Riau Kecipratan Duit "