• Pakar Hukum: Perkara Inkrah tak Bisa Digugat Kembali di PTUN

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Senin, 09 Januari 2023
    A- A+



    KORANRIAU.co,PEKANBARU- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Riau (UIR) Dr H Husnu Abadi SH MHum menegaskan jika perkara yang telah memiliki keputusan hukum tetap (inkrah) di peradilan umum, tidak bisa digugat kembali ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 


    Pernyataan Husnu itu disampaikannya saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan penerbitan surat keputusaan (SK) sertifikat hak milik (SHM) tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar atas nama Yusnelly Ghazaly SH, seluas 18.000 m2 di Jalan Kubang Raya, Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Senin (9/1/23) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.


    "Sengketa kepemilikan yang telah diputus inkrah di peradilan umum, tidak bisa diperiksa lagi di peradilan administrasi negara (PTUN-red). Peradilan administasi negara harus tunduk pada putusan inkrah perkara Perdata di pengadilan negeri,"kata Husnu di hadapan majelis hakim yang dipimpin Darmawi SH dengan dibantu dua hakim anggota Santi Oktavia SH MKn dan Misbah Hilmy SH. 





    Hal ini merujuk pada kaidah hukum sebagaimana pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 8 PK/TUN/2022 tanggal 23 Februari 2022 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa“ ... penegakan hukum administrasi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara bersifat mendukung sengketa hak yang telah diputus oleh hakim perdata. Oleh karena itu, apabila status haknya telah diputus oleh hakim perdata, maka putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Harus mengikuti putusan perdata a quo;” tambahnya.


    Husnu yang dihadirkan oleh kuasa hukum tergugat intervensi Jusnelly Ghazali SH ini menerangkan, tidak bisanya upaya hukum dilakukan di PTUN, agar menghindari terjadinya 'tumpang-tindih' keputusan pengadilan. Selain itu, sesama peradilan harus saling memahami dan menjunjung tinggi putusan sebelumnya yang telah inkrah.


    "Kalau boleh saya mengambil istilah, sesama supir bus kota dilarang saling mendahului. Tak eloklah begitu," ungkap Guru Besar Fakultas Hukum UIR itu.


    Oleh karena itu, Husnu juga meminta kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hakim harus mengutamakan rasa keadilan dengan mencari tahu asal-usul perkara, agar pihak yang telah menang di peradilan umum tidak dirugikan oleh putusan PTUN.


    "Wewenang hakim TUN yang akan memutuskan mana yang aspeknya dominan atau tidak. Utamakan aspek substansialnya,"papar Husnu.


    Husnu menyebutkan, jika dalam proses penerbitan SK administrasi (SHM-red) yang dikeluarkan penyelenggara negara (BPN-red) diduga ada penyimpangan, maka dapat diselesaikan secara internal lembaga administrasi negara. Menurutnya, tidak bisa diselesaikan melalui PTUN.


    Terkecuali lanjutnya, ada gugatan administrasi terkait non prosedur penerbitan SHM dan ada private yang dirugikan, bisa saja digugat ke PTUN. Akan tetapi, gugatan itu tidak bisa didaftarkan di PTUN Pekanbaru.


    "Peradilan TUN di sini tidak berwenang memeriksanya. Yang berhak meeriksanya adalah Pengadilan Tinggi TUN di Medan sebagai peradilan tingkat pertama,"terangnya.


    Kendati demikian tegas Husnu, setiap putusan Perdata di peradilan umum yang telah inkrah, tidak dapat ditindaklanjuti di PTUN. Hal ini untuk menghindari terjadinya bentrok putusan sesama peradilan.


    Sementara kuasa hukum pihak tergugat intervensi Ridhatullah Haryanda SH MH mengatakan, jika keterangan Husnu itu bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang mengatur tentang syarat, tenggang waktu, pembuktian dan hal lain dalam gugatan yang masuk, seharusnya dipatuhi oleh PTUN. Karena perkara perdata di peradilan umum memutuskan Jusnelly Ghazali sebagai pemilik sah SHM nomor 60 dan sudah dilakukan dengan eksekusi (pengosongan) atas objek sengketa


    "Secara perdata kepemilikan hak jelas kita pemiliknya. Kenapa masuk lagi (gugatan) ke PTUN dan bisa lolos verikasi, oleh karena itulah kita pertanyakan dan kita sampaikan ke majelis hakim dengan membawa saksi ahli yang objektif terhadap perkara ini,"terang Ridho.


    Masih kata Ridho, berdasarkan Yurisprudensi dari Mahkamah Agung (MA) RI terhadap sengketa kepemilikan atau keperdataan maka harus diselesaikan terlebih dahulu. Sebab itu, PTUN harus melihat apakah gugatan yang dimohonkan itu, telah memiliki putusan inkrah atau tidak sebelum menerima permohonan gugatan.


    "Seharusnya gugatan ini tidak layak atau lolos verifikasi untuk masuk dalam tahap gugatan di PTUN. Karena itu, kami meminta majelis hakim untuk memutuskan yang seadil-adilnya agar gugatan ini ditolak," pintanya.


    Gugatan ini diajukan oleh H Bistamam, dengan Perkara Nomor: 54/G/2022/PTUN.PBR, dengan tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar (Tergugat I), Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau dan Yusnelly Ghazaly SH (Tergugat II Intervensi). Bistamam menggugat surat keputusan (SK) Kepala Kantor Pertanahan Kabupoaten Kampar terkait pemberian hak milik atas penerbitan sertifikat hak milik Nomor: 60 atas nama Yusnelly SH yang dinilainya non prosedural.


    Sementara sebelumnya, Jusnelly Ghazali telah dinyatakan sebagai pemilik sah SHM Nomor 60 dengan objek perkara lahan seluas 18.000 m2 di Jalan Kubang Raya, Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Jusnelly telah memenangkan perkara Perdata ini mulai dari pengadilan negeri hingga tingkat peninjauan kembali (PK) Putusan Perkara Nomor : 937 Pk/Pdt/2020 di Mahkamah Agung (MA) RI dan terhadap Objek Sengketa sudah dilakukan eksekusi pengosongan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang.nor


  • No Comment to " Pakar Hukum: Perkara Inkrah tak Bisa Digugat Kembali di PTUN "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com