KORANRIAU.co,PEKANBARU- Provinsi Riau mendapatkan predikat 'Mandiri' berdasarkan Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Predikat itu diberikan karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Riau terus meningkat dan mampu mereduksi ketergantungan terhadap dana pemerintah pusat. Kenapa predikat ini bisa diraih?
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau H Syahrial Abdi menjelaskan, di dalam struktur APBD itu ada dua item yakni pendapat asli daerah dan pendapatan transfer. Berdasarkan data di tahun 2019-2023 APBD Riau yang baru saja diketok palu, itu sudah menggambarkan.
"Pada tahun 2019, itu dana transfer kita berada di posisi Rp6 triliun. Sedangkan pendapatan asli daerah Rp3,6 triliun,"kata Syahrial, Jumat (10/11/22).
Artinya lanjut Syahrial, hampir 50 persen besaran lebih tinggi pendapatan transfer daripada dana pendapatan daerah.
Kemudian di Tahun 2020 paparnya, Pemprov Riau terus konstruksi terhadap pendapatan asli daerah yang semakin meningkat. Hingga akhirnya, di Tahun 2022 Pemprov Riau bisa mendesain pendapatan daerah itu menjadi Rp4,8 triliun, sedangkan dana transfer hanya Rp4,5 triliun.
"Disini secara grafik terjadi pelampauan pendapatan daerah daripada dana transfer daerah. Itu di APBD Riau 2022,"terang Komisaris Utama (Komut) PT Bank Riau Kepri Syariah (BRKS) ini.
Menurut Syahrial, semangat ini terus dibangun untuk APBD 2023. Dimana di tahun 2023, pihaknya akan mendesain pendapatan daerah menjadi Rp5,4 triliun sedangkan dana transfer hanya Rp3,9 trilun, karena ada defisit.
"Yang perlu kami katakan adalah, Pemprov Riau komit dan konsisten terhadap target pendapatan dan juga pasti pencapaian realisasi pendapatan sesuai dengan target. Bahkan terjadi pelampauan,"ulas Alumni STPDN ini.
Di satu sisi sambung Syahrial, kalau komposisi pendapatannya menjadi naik, maka pendapatan transfer itu menjadi turun. Dua hal, satu karena pendapata asli daerah itu naik, sehingga komposisi di APBD itu persentasenya menjadi besar. Kedua, karena memang dana transfer semakin hari semakin turun.
Tetapi menurutnya, ada terjadi perubahan yang signifikan desain Undang-Undang HKPD Nomor 21 Tahun 2022, dimana daerah penghasil minyak dan gas (Migas) otonomi lebih ditingkatkan ke pemerintah kabupaten/kota. Sehingga, desain hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah ke depan akan lebih menguntungkan atau mmebuat kabupeten/kota menjadi 'happy'.
"Ini terbukti dengan dana transfer di tahun 2023 itu, rata-rata seluruh kabupaten naik. Bahkan yang signifikan itu adalah Kota Dumai, yang hampir 290 persen kenaikan bagi hasil pusat,"terangnya.
Kenapa hal ini bisa terjadi sebut Syahrial, karena Gubri H Syamsuar dan para gubernur daerah penghasil Migas memperjuangkan. Salah satu indikatornya, seperti Kota Dumai, Kota Bontang di Kalimantan yang merupakan daerah hilirisasi industri Migas.
Kota Dumai menjadi keistimewaan lagi, karena sebagai daerah penghasil sawit. Jadi ada dua komoditi yang diolah di Pelabuhan Ekspor Kota Dumai.
"Hampir Rp274 miliar di Tahun 2023 dana bagi hasil untuk Kota Dumai. Kabupaten Bengkalis juga mendapatkan hampir Rp200 miliar dan beberapa kabupaten penghasil lainnya juga mengalami kenaikan signifikan,"tuturnya.
Pada perhitungan berikutnya sebut Syahrial, ada lagi yang disebut kabupaten/kota berbatasan dengan daerah penghasil Migas, yang dalam UU HKPD akan diakomodir mendapatkan dana bagi hasil.
Kemudian juga ada pembedaan persentase industri hulu Migas di off shore dan on shore. Jadi Industri hulu Migas yang di laut dan di darat, itu berbeda persentasenya.
"Nah inilah, hal-hal yang menyebabkan terjadi perubahan besar perhitungan. Sayangnya untuk Provinsi, yang awalnya 3 persen dana
bagi hasilnya hanya tinggal 2 persen. Sedangkan 1 persen lagi, dialihkan ke daerah penghasul dan yang berbatasan dengan daerah penghasil, sehingga kabupaten/kotanya menjadi naik,"sebutnya.
Menghadapi ini, Pemprov Riau tentu harus berinovasi terhadap layanan yang menghasilkan pendapatan asli daerah. Pihaknya juga mengapresiasi OPD yang telah menjalankan retribusi dan mengelola pendapatan kekayaan daerah yang dipisahkan.
"Alhamdulillah, kontribusi deviden BUMD kita semakin baik dan semakin produktif. Ditambah lagi dengan dana penyertaan modal yang mungkin bisa menaikkan deviden BUMD kita,"paparnya.
Perbaikan-perbaikan yang terus dilakukan oleh Pemprov Riau akan menghasilkan kontribusi yang lebih besar. Di sastu sisi, kontribusi itu akan lebih besar karena ada peluang-peluang bisnis yang dikelola BUMD dan disenergikan dengan BUMN atau antar BUMD.
Sisi lain papar Syahrial, investasi yang cukup tinggi di Provinsi Riau yang benar-benar harus ditangkap oleh BUMD Riau. Misalnya pengelolaan hutan, air bersih atau air minum, limbah, hulu Migas, batu bara dan industri hilir lainnya.
"Sinergi-sinergi antar BUMD ini kita harapkan dapat mendorong kontribusi pendapatan asli daerah, pada sisi pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berupa deviden,"ungkap pejabat yang kerap menjadi mentor Diklat Pimpinan ini.nor
No Comment to " Riau Masuk Kemandirian Fiskal, Kok Bisa?Ini Penjelasan Kepala Bapenda "