KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang kasus kredit modal kerja fiktif Rp 7,2 miliar dengan terdakwa Direktur CV Palem Gunung Raya (PGR) Arief Budiman (48) selaku debitur salah satu Bank BPD, kembali digelar Selasa (25/10/22) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Kali ini sidang mendengarkan keterangan Ahli Pidana.
Tim Kuasa Hukum terdakwa Boy Gunawan SH MH,dkk menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Riau (UR) Erdiansyah SH MH. Sidang ini dipimpin majelis hakim yang dipimpin Yuli Artha Pujayotama SH MH dibantu hakim anggota Yelmi SH MH dan Adrian HB Hutagalung SE SH MH.
Erdiansyah dalam keterangannya menyebutkan, jika penyidik menyatakan seseorang dapat melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan pasal 2 dan 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, harus dibuktikan berdasarkan delik materil dan bukan delik formil. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 25/PUU-XIV/2016.
"Artinya, dalam delik materil itu harus dibuktikan terlebih dahulu actual loss atau kerugian negara yang riil ditimbulkan bukan potensi kerugian negara. Untuk membuktikan kerugian negara itu harus melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),"kata Erdiansyah di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewi Shinta Dame SH MH, dkk.
Pengacara juga mempertanyakan jika adanya kredit macet dan kredit fiktif di bank daerah apakah masuk ranah Pidana atau Perdata. Menurut Erdiansyah, dua hal itu sangat berbeda.
"Kalau bicara kredit macet, tentu itu masuk ranah Perdata. Tetapi kalau disitu ada fiktif, maka itu lingkup pidana. Tetapi kalau disitu ada akad atau janji dan agunan yang belum dieksekusi maka itu masuk ranah Perdata,"terangnya.
Karena menurut Erdiansyah, apabila terjadi akad atau perjanjian kredit di bank maka hal itu masuk ranah Perdata. Apalagi, akad kredit itu melalui tahapan dibuat di hadapan notaris.
"Sumber atau hulunya perkara itu didahului dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Sehingga timbulnya hak dan kewajiban masing-masing pihak karena adanya akad atau perjanjian,"jelasnya.
Erdianyah juga berpendapat, seharusnya jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan notaris yang membuat akta perjanjian tersebut ke persidangan sebagai saksi. Sehingga menjadi 'terang-benderang' apakah akad itu fiktif atau tidak harus diketahui dari keterangan notarisnya.
Apalagi kata Boy, terdakwa Arief membantah pernah menandatangani akad kredit dan pencairan di notaris itu dan terindikasi adanya pemalsuan tandatangan. Bahkan, pihaknya juga telah meminta dilakukan pemeriksaan melalui laboratorium kriminal (Labkrim), namun tidak dilakukan penyidik.
Menurut Erdiansyah, seharusnya penyidik dapat melakukan pemeriksaan Labkrim untuk mengetahui tandatangan itu dipalsukan atau tidak. Seharusnya penyidik mencari kebenaran tandatangan itu untuk dijadikan alat bukti.
"Tandatangan itu identik atau non identik. Itu seharusnya yang dilakukan penyidik,'tegas Erdiansyah.
Usai pemeriksaan ahli, hakim kemudian melanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Namun Boy Gunawan meminta ke hakim agar pemeriksaan terdakwa ditunda satu pekan mendatang.
Arief Budiman menjadi terdakwa terkait kasus pemberian kredit modal kerja konstruksi dari pihak bank BPD di Jabar dalam hal ini mantan Manajer Bisnis Bank BUMD asal Jawa Barat Indra Osmer ( berkas terpisah-red), dengan jaminan Surat kontrak perintah kerja periode 2015-2018 lalu.
Pada 18 dan 23 Februari 2015, Arief selaku direktur sejumlah perusahaan mengajukan permohonan kepada pihak bank. Ini untuk mendapat faslitas kredit modal kerja konstruksi bank BPD Jabar cabang Pekanbaru.
Dalam melakukan pencairan kredit CV PB dan CV PGR diduga menggunakan surat perintah kerja fiktif. Terutama kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor DPRD Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kuantan Singingi.
Selanjutnya pencairan kredit modal kerja kontruksi masuk ke rekening giro CV PB dan rekening giro CV PGR. Karena pakai surat perintah kerja fiktif mengakibatkan kredit macet CV PGR dan CV PB.
Sedangkan jumlah kerugian berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara akibat kredit macet CV PGR dan CV PB sebesar Rp 7,2 miliar. Di kasus tersebut turut diamankan barang bukti berkas kredit fiktif hingga rekening giro.
Akubat perbuatannya itu, Arief dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.nor
No Comment to " Sidang Kasus Kredit Modal Kerja BPD, Ahli Pidana Sebut Masuk Ranah Perdata "