KORANRIAU.co-Rusia bersiap mendeklarasikan pencaplokan empat wilayah Ukraina hari ini, Jumat (30/9). Peresmian pencaplokan ini dilakukan Rusia usai referendum semu yang digelar mengklaim lebih dari 90 persen penduduk di empat wilayah itu ngebet bergabung dengan Rusia.
Empat wilayah Ukraina yang ingin direbut Rusia itu yakni Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia serta beberapa daerah kecil lain di sekitarnya.
Namun, banyak warga Ukraina di daerah-daerah "jajahan" Rusia itu mengaku dipaksa untuk ikut referendum dan memberikan suara dukungan terhadap penggabungan dengan Negeri Beruang Merah. Sebagian dari mereka bahkan bercerita bahkan memberikan suara referendum di bawah todongan senjata pasukan Rusia.
Tentara Rusia dengan masker balaclavas menemani petugas referendum kala mengunjungi rumah-rumah penduduk di wilayah Ukraina yang diduduki mereka dengan surat dan kotak suara. Tentara terus berdiri di samping masyarakat saat mengisi surat suara.
"Bagaimana mereka bisa mengatakan pemungutan suara berlangsung secara sukarela jika mereka datang membawa senjata?" kata seorang warga di salah satu desa di Kherson, Natalia (bukan nama sebenarnya), ketika di wawancara via telepon pada Sabtu (24/9).
Natalia juga bercerita penduduk desa menyambut delegasi dua tentara dan tiga perempuan yang membawa kotak suara. Natalia bertanya kepada para tentara alasan mereka berada di sana, para tentara kemudian menjawab mereka bertugas melindungi tiga perempuan tersebut.
"Saya bertanya, 'apa yang Anda takutkan sehingga perlu dilindungi?'. Mereka hanya diam," tuturnya.
Sementara itu, gubernur Zaporizhzhia Oleksandr Starukh, menuturkan sekitar tiga perempat populasi di sana telah kabur karena peperangan. Pada Kamis (29/9), Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Zaporizhzhia dan Kherson secara sepihak.
Starukh juga menyampaikan bagaimana dampak pasukan bersenjata Rusia terhadap pemungutan suara.
"Tidak sulit untuk mengerti tanda apa yang terasa oleh masyarakat di bawah moncong senjata otomatis," tulis Starukh dalam Telegram seperti dikutip The New York Times.
Cerita yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Administrasi Militer Kota Kherson, Galina Luhova. Luhova mengaku telah berbicara dengan 11 orang yang tinggal di Kherson.
Luhova menuturkan ia mendapat kabar bahwa tentara Rusia membawa senapan Kalashnikov saat menemani satu petugas pembawa kotak suara. Mereka kemudian pergi ke setiap pintu apartemen dan rumah warga.
"Referendum di Kota Kherson yang diduduki [Rusia] berlangsung di bawah moncong senjata otomatis," kata Luhova, dikutip dari The Washington Post.
"Mereka membunyikan bel di beberapa apartemen, mengetuk pintu kepada orang-orang yang tak mau membukanya, dan memaksa orang-orang keluar lalu menandai [surat suara] yang menyatakan mereka setuju bergabung ke Federasi Rusia," lanjutnya.
Luhova juga menuturkan beberapa warga berpura-pura mereka tak ada di rumah, atau memilih kabur dari apartemen mereka dalam waktu tertentu kala pasukan Rusia datang."Masyarakat ketakutan," tutur Luhova lagi.cnnindonesia/nor
No Comment to " "