KORANRIAU.co,PEKANBARU- Bupati Kuansing non aktif Andi Putra dituntut penjara selama 8,5 tahun oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK RI, karena terbukti menerima uang suap Rp500 juta untuk surat rekomendasi perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Adimulia Agrolestari (AA)., Kamis (7/7/22) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Sidang yang dipimpin majelis Dr Dahlan SH MH dengan dibantu dua Hakim Anggota yakni Yanuar Anadi SH MH MKn dan Adrian HB Hutagalung SE,SH MH ini, , digelar, Kamis (7/7/22) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto SH dan Rio Fandi SH menyatakan, Andi terbukti melanggar pasal 12 huruf (a) dan pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 KUHP ayat (1) KUHP.
"Menuntut agar terdakwa Andi Putra dijatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan penjara,"kata JPU KPK.
Andi juga dikenakan pidana denda sebesar Rp400 juta. Dengan ketentuan, jika tidak dibayar maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, JPU KPK juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp500 juta. Apabila UP itu tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Bahkan Andi juga dituntut JPU KPK mendapatkan hukuman tambahan dengan dicabut hak politiknya selama 5 tahun. Terhitung sejak Andi selesai menjalankan pidana penjara.
"Pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun. Sejak terdakwa selesai menjalankan pidana penjara,"sebut jaksa KPK.
Atas tuntutan JPU KPK itu, Andi yang mengikuti sidang secara virtual itu melalui kuasa hukumnya Dodi Fernando SH MH akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. Hakim Dahlan kemudian menunda sidang hingga Kamis (14/7/22) mendatang.
Dugaan suap yang dilakukan terdakwa Andi Putra terjadi antara tanggal 27 September 2021 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2021 lalu. Andi diduga menerima uang Rp500 juta dari Sudarso selaku General Manager (GM) PT AA Sudarso (sudah divonis-red) dari Rp1,5 miliar yang disepakati.
Uang itu, sebagai kompensasi agar terdakwa mengeluarkan rekomendasi mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan / plasma paling sedikit 20 persen di Kabupaten Kampar. Sebagai Bupati Kuansing, terdakwa berwenang untuk mengeluarkan rekomendasi itu.
"Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang disepakati dengan Sudarso selaku GM PT Adimulia Agrolestari tersebut, terkait dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kuantan Singingi yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan / plasma paling sedikit 20 persen di Kabupaten Kampar. Sehingga PT Adimulia Agrolestari tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan / plasma paling sedikit 20 persen dari luas HGU yang terletak di Kabupaten Kuantan Singingi atau setidak-tidaknya menurut pikiran Sudarso, pemberian uang tersebut berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kuantan Singingi,"kata jaksa KPK Rio.
Disebutkan, awalnya PT AA mengelola tanah perkebunan sawit yang berdiri di atas alas Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 00008 tanggal 08 Agustus 1994 dengan luas tanah 3.952 Hektar, yang terletak di Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan jangka waktu HGU selama 30 tahun sejak tahun 1994 s.d 2024. PT AA telah membangun paling sedikit 20 persen kebun kemitraan / plasma untuk masyarakat yang seluruhnya terletak di Kabupaten Kampar sebagaimana diwajibkan berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Pasal 40 huruf K Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Oleh karena jangka waktu Sertifikat HGU PT AAi tersebut akan berakhir pada tahun 2024, maka Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemegang saham meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan Sertifikat HGU. Atas permintaan tersebut kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA dengan membuat Surat Permohonan tanggal 04 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Direktur PT AAi David Vence Turangan dan ditujukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi.
Namun oleh karena luas tanah yang dimohonkan perpanjangan HGU diatas 250 Hektar bukan menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi melainkan kewenangan Kementerian ATR/BPN (Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah), maka surat permohonan perpanjangan HGU tersebut diteruskan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau secara berjenjang untuk kemudian diteruskan ke Kementerian ATR/BPN (Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah).
Lalu, pada tanggal 03 September 2021 bertempat di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Riau Muhammad Syahrir mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang para pihak terkait dan dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau. Hadir dalam rapat itu, Plt. Sekda Kabupaten Kuansing Agus Mandar mewakil terdakwa, pihak PT AA selaku pemohon yang diwakili oleh David Vence, Sudarso, Syahlewvi Andra dan Fahmi, Zulfadli. Padahal faktanya surat permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari baru diterima secara resmi oleh Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Riau pada tanggal 12 Oktober 2021.
"Dalam rapat tersebut dilakukan pembahasan mengenai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari, dimana ditemukan permasalahan yaitu kebun kemitraan / plasma yang telah dibangun oleh PT Adimulia Agrolestari sebesar paling sedikit 20% dari luas HGU yang dimohonkan perpanjangan seluruhnya berada di Kabupaten Kampar, padahal telah terjadi perubahan batas wilayah yang menyebabkan sebagian wilayah HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut masuk ke Kabupaten Kuantan Singingi. Sehingga ada beberapa Kepala Desa antara lain Desa Sukamaju dan Beringin Jaya (Kabupaten Kuantan Singingi) yang meminta agar PT Adimulia Agrolestari juga membangun kebun kemitraan / plasma di wilayah desa tersebut, karena PT Adimulia Agrolestari belum membangun kebun kemitraan / plasma paling sedikit 20% (dua puluh persen) disekitar lokasi kebun yang ada di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi,"sebut jaksa lagi.
Atas permasalahan tersebut PT Adimulia Agrolestari berniat untuk tidak perlu membangun kebun kemitraan / plasma lagi di wilayah Kuantan Singingi, karena telah membangun paling sedikit 20% (dua puluh persen) kebun kemitraan / plasma di Kabupaten Kampar. Namun oleh Muhammad Syahrir dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan / plasma paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari total HGU ada pada Bupati Kuantan Singingi.
Selanjutnya, Syahrir selaku ketua Panitia B mengarahkan PT Adimulia Agrolestari untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi, tentang penempatan lokasi kebun kemitraan / plasma di Kabupaten Kampar yang sudah ada sebelumnya, surat rekomendasi persetujuan tersebut diperlukan sebagai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari.
Sudarso yang sudah lama mengenal terdakwa Andi Putra sejak terdakwa masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, maka dalam rangka mempermudah terbitnya surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, Sudarso melakukan pendekatan baik melalui komunikasi telepon maupun datang langsung menemui terdakwa.
"Pada bulan September 2021 bertempat di rumah Sudarso di Jalan Kartama Gang Nurmalis Nomor 2 RT.002 RW.021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru terjadi pertemuan dengan terdakwa. Pada pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan, namun terdakwa meminta PT Adimulia Agrolestari memberikan uang lebih dahulu sebesar Rp1,5 miliar. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso menyampaikan kepada Frank Wijaya, dimana dia menyetujui untuk memberikan uang kepada terdakwa namun secara bertahap yaitu sebesar Rp500 juta terlebih dahulu dengan maksud agar surat rekomendasi persetujuan dari Terdakwa dapat segera keluar,"jelasnya.
Atas persetujuan Frank, pada tanggal 27 September 2021 Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari cabang Pekanbaru mengantarkan uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumah Sudarso untuk diserahkan kepada terdakwa. Selanjutnya, setelah uang diterimanya, Sudarso memberitahukannya kepada terdakwa.
Kemudian, terdakwa memerintahkan sopirnya Deli Iswanto untuk mengambil uang tersebut dan sekaligus meminta agar uang dititipkan kepada Andri Alias Aan. Setelah Deli sampai dirumah Sudarso, kemudian bersama Syahlevi diserahkan uang sebesar Rp500 juta tersebut kepada Deli.
Atas perintah terdakwa, maka Deli kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Andri di rumahnya di Kabupaten Kuansing. Selanjutnya berselang 2 hari kemudian terdakwa mengambil uang Rp500 juta tersebut di rumah Andri.
Selanjutnya, pada tanggal 12 Oktober 2021 PT Adimulia Agrolestari membuat Surat Nomor :096/AA-DIR/X/2021 perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari David Vence Turangan yang kemudian surat tersebut diserahkan secara langsung oleh Sudarso kepada terdakwa di rumah Terdakwa. Selanjutnya Terdakwa memerintahkan Andri Meiriki untuk meneruskan surat tersebut kepada Mardansyah selaku Plt. Kepala DPMPTSPTK (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja) kabupaten Kuantan Singingi agar segera diproses.
"Bahwa atas pengajuan surat tersebut kemudian Terdakwa meminta kepada Sudarso agar memberikan kekurangannya sebagaimana yang telah disepakati yakni sebesar Rp1.500.000.000. Oleh karena itu Sudarso kemudian melaporkan permintaan terdakwa tersebut kepada Frank, dimana Frank menyetujui pemberian uang kekurangannya tetapi secara bertahap. Selanjutnya Sudarso memberi saran kepada Frank agar memberikan kepada Terdakwa sebesar 100 sampai 200 juta rupiah saja oleh karena PT Adimulia Agrolestari sudah pernah memberikan Rp500 juta sebelumnya dan juga sudah pernah memberikan bantuan saat proses pencalonan Terdakwa sebagai Bupati Kuantan Singingi. Atas saran tersebut Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp250 juta kepada terdakwa,"papar jaksa.
Pada tanggal 18 Oktober 2021, terdakwa menghubungi Sudarso meminta sisa uang yang telah disepakati sebelumnya. Untuk itu Sudarso kemudian memerintahkan Syahlevi Andra mencairkan uang sebesar Rp250 juta. Kemudian Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika dengan mengendarai mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL datang menemui terdakwa di rumahnya di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi untuk memastikan surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, sekaligus dibicarakan mekanisme penyerahan sisa uang yang diminta Terdakwa.
Bahwa setelah pertemuan dengan terdakwa, bertempat di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah, Sudarso diamankan oleh Petugas KPK. Setelah mengetahui SUDARSO diamankan oleh Petugas KPK, selanjutnya Frank memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang sebesar Rp250 juta ke rekening PT Adimulia Agrolestari, yang disiapkan akan diberikan kepada Andi.
Dalam perkara ini, majelis hakim sebelumnya juga sudah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap GM PT AA Sudarso. Dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap Rp500 juta terhadap Bupati Kuansing Non Aktif Andi Putra.nor
No Comment to " Selain Tuntut Penjara 8,5 tahun, Jaksa KPK Juga Cabut Hak Politik Bupati Andi Putra "