KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang kasus investasi bodong yang merugikan nasabah Rp84,9 miliar dengan terdakwa empat petinggi PT Fikasa Group kembali digelar, Selasa (16/3/22) malam di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, dengan agenda tanggapan (duplik) kuasa hukum atas replik jaksa penuntut umum (JPU).
Syafardi SH selaku kuasa hukum para terdakwa yakni, Agung Salim, Bakti Salim, Elly Salim, Christian Salim dihadapan majelis hakim yang dipimpin Dr Dahlan SH MH dalam dupliknya menyatakan, jika keempat kliennya itu tidak bersalah. Dia meminta agar hakim membebaskan kliennya itu dari segala tuntutan jaksa.
Usai pembacaan duplik itu, hakim kemudian menunda sidang satu pekan mendatang. Agenda sidang selanjutnya, mendengarkan vonis dari majelis hakim.
Murni Pidana Perbankan
Ahli Hukum Pidana Perbankan Prof Jongker Sihombing menegaskan bahwa yang dilakukan Agung Cs merupakan kejahatan perbankan dan melanggar Pasal 46 tentang Perbankan, bukan perdata."Pengacara berusaha menggiring opini supaya hakim memutus perkara tesebut menjadi onslag atau lepas dari tuntutan hukum," kata Jongker.
Jongker juga mematahkan adanya pendapat ahli lain yakni Yunus Husen soal kasus surat sanggup bayar utang (promissory notes) Fikasa Grup berada dalam ranah perdata. Dia menyatakan bahwa hal itu bertolak belakang.
"Saya melihat selain pura-pura tidak membaca Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Yunus juga pura-pura tidak tahu frasa kedua Pasal 1.5 UU Perbankan yang menyatakan dan bentuk lainnya yangg dipersamakan dengan itu (deposito). Di persidangan saya sebut bahwa contoh Promisory Notes yang diperlihatkan, 99 9 % sama dengan deposito," katanya.
Dia mengatakan dalam Pasal 175 KUHD yang jelas-jelas menyebut bahwa jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2), maka tidak memenuhi syarat sebagai surat utang.
Bunyi Pasal 174 KUHD adalah bahwa surat sanggup memuat pernyataan kesanggupan membayar tanpa syarat. "Dalam warkat Promisorry notes yang ditunjukkan di depan hakim di PN Pekanbaru, jelas-jelas tidak ada tercantum syarat itu," ucapnya.
Terkait pendapat pengacara para terdakwa kalau PN Pekanbaru tidak bisa mengadili para terdakwa karena perusahaan ada di Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru diminta tidak terpengaruh.
"Pasal 1 butir 1 UU no 48 thn 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa "kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Jadi hakim PN Pekanbaru memutus tidak bisa dipengaruhi pihak lain, termasuk tidak dipengaruhi putusan PN lain untuk kasus yang mirip ataupun kasus serupa," tandasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heru SH MH, Herlina Samosir SH MH, Rendy Panalosa SH MH dan Lastarida SH menuntut terdakwa Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim Elly Salim bos Fikasa Group di Jakarta dengan tuntutan 14 tahun penjara karena melanggar Pasal 46 Tentang Perbankan dan denda Rp 20 miliar. Dalam sidang terungkap juga bahwa ada transaksi perusahaan sebesar Rp11 triliun. Dalam fakta persidangan ada 2000 nasabah seluruh Indonesia. Untuk di Pekanbaru nasabah ada 200 orang. Produk investasi bodong yang ditawarkan para terdakwa adalah Promisory Notes dengan iming iming bunga tinggi yakni 9-12 persen.
Sementara terdakwa lainnya yakni Maryani selaku Branc Manager (BM) PT Fikasa Group di Pekanbaru dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar. Maryani diketahui memperoleh keuntungan 7 persen dari nasabah yang didapatnya di Pekanbaru. Dia sudah meraup keuntungan Rp 13 miliar. Para korban akhirnya melaporkan kasus ini ke Mabes Polri karena pihak perusahaan mengembalikan uang nasabah dengan berbagai alasan sehingga korban dirugikan Rp 84,9 miliar. Jaksa juga menegaskan agar sejumlah tanah milik terdakwa dan perusahaan di enam lokasi yang sudah disita untuk membayar sebagian kerugian nasabah Fikasa Group.nor
No Comment to " Kasus Investasi Bodong PT Fikasa, Ahli: Murni Pidana Perbankan "