KORANRIAU.co,PEKANBARU- Empat petinggi PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (PT TGP) yang merupakan company profil Fikasa Grup milik konglomerat Keluarga Salim, yang duduk sebagai terdakwa sidang dugaan penggelapan uang nasabah senilai Rp84.9 miliar, batal dituntut jaksa penuntut umum (JPU) Senin (21/2/22) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Para terdakwa itu diantaranya, Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama (Dirut) PT WBN dan PT TGP, Agung Salim selaku Komisaris Utama (Komut) PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP dan Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Terdakwa lainnya yang ikut diadili adalah Maryani selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (berkas tuntutan terpisah).
Penundaan pembacaan tuntutan itu disampaikan JPU Herlina Samosir SH MH dan Lastarida SH dihadapan majelis hakim yang dipimpin Dr Dahlan SH MH dengan dibantu dua hakim anggota Estiono SH MH dan Tomy Manik SH. Jaksa beralasan jika rencana tuntutan (Rentut) belum selesai disusun.
"Tuntutan belum selesai Yang Mulia. Jadi kami minta ditunda,"kata Herlina.
Atas permintaan JPU itu, hakim Dahlan kemudian menyetujuinya. Hakim Dahlan lalu menunda sidang hingga Selasa (1/3/22) mendatang.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan penggelapan uang nasabah yang dilakukan para terdakwa ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 2016 sampai dengan 25 Maret 2020. Setidaknya ada 10 orang nasabah yang menjadi korban para terdakwa dengan total dana Rp84.916.000.000.
Berawal dari tahun 2016 PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak dibidang usaha properti dan perhotelan dan merupakan bagian dari Fikasa Grup, sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan maupun perluasan usaha. Pada saat itu terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.
"Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama Perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo. Kemudian terdakwa Agung menyuruh terdakwa Maryani menjadi Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (Fikasa Grup),"jelas JPU.
Kemudian dengan menggunakan company profil Fikasa Grup yaitu PT WBN dan PT TGP, Maryani pada sekitar bulan Oktober 2016 mendatangi korban Archenius Napitulu yang beralamat di Jalan Mawar Nomor 55 RT 33 RW 002 Kelurahan Padang Terubuk, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Maryani menawarkan investasi dengan bunga 9 % sampai 12 % pertahun dengan cara menjadi pemegang Promissory Note PT WBN dan PT TGP.
Saat menawarkan Promissory Note atas nama PT.WBN dan PT. TGP kepada masyarakat di Pekanbaru, Maryani menyampaikan Fikasa Grup menghimpun dana dengan menerbitkan Produk Tabungan berbentuk Promissory Note dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga Bank pada umumnya. Jika bunga deposito pada Bank umumnya berkisar 5 % pertahun, maka Fikasa Group bisa memberikan bunga 6-12 % pertahun, sehingga tabungan berbentuk Promissory Note ini lebih menguntungkan.
"Tabungan berbentuk deposito promissory note Fikasa Group menawarkan penempatan dana seperti deposito perbankan pada umumnya, yaitu menempatkan dana dalam jangka waktu tertentu dan dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin. Maryani menjelaskan, bahwa produk tabungan berbentuk promissory note ini sama dengan produk deposito bank pada umumnya, yaitu nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu dan kemudian nasabah akan mendapatkan bunga dalam rate yang tetap (fixed rate) sebagaimana telah disepakati dan pokok dijamin kembali pada waktu jatuh tempo,"jelasnya.
Sehingga, posisi produk tabungan deposito ini adalah produk yang aman dan tidak ada resiko. Terlebih Agung Salim sebagai pimpinan dan pemilik Fikasa Group adalah orang yang sangat kaya/konglomerat.
Selain itu sama seperti deposito berjangka bank pada umumnya, sebagai bukti pembukaan tabungan berbentuk deposito promissory note tersebut, nasabah akan menandataNgani perjanjIan tabungan berbentuk deposito promissory note dan menerima sertifikat tabungan berbentuk deposito promissory note yang didalamnya terdapat sistem perpanjangan otomatis (automatic roll over) terhadap deposito yang telah jatuh tempo. Singkatnya, deposito Promissory note Fikasa Group adalah sama dengan deposito berjangka bank pada umumnya karena keduanya memiliki karakteristik yang sama.
Maryani bercerita bahwa sudah banyak nasabah yang membuka produk tabungan berbentuk deposito promissory note Fikasa group dan mereka semua menerima bunga yang lebih besar daripada bunga bank dan pembayaran bunga sekaligus pengembalian tabungan pokok selalu berjalan dengan lancar. Untuk meyakinkan bahwa Fikasa Group dapat mengembalikan pokok dan bunga deposito promissory Fikasa Group sepenuhnya, Maryani menjelaskan bahwa Fikasa Group dimiliki oleh konglomerat keluarga Salim (terdakwa Agung Salim, terdakwa Bhakti Salim, terdakwa Elly Salim, dan terdawka Christian Salim). Saksi Maryani juga menjelaskan bahwa tabungan berbentuk deposito Promissory note Fikasa Group mempunyai izin dari Bank Indonesia/OJK.
"Bahwa dengan kepiawaiannya selaku marketing Freelance Fikasa Group, Maryani dari tahun 2016 sampai dengan 2019 telah berhasil mendapatkan nasabah dari masyarakat yang berdomisili di Pekanbaru yang menempatkan dana di PT WBN dan PT TGB. Dana itu disetornya dengan cara transfer ke Rekening PT WBN di Bank BCA atas nama PT WBN dengan no rekening 5460313190, Bank CIMB NIAGA atas nama PT WBN dengan Nomor Rekening 800157175000700 dan Bank mandiri atas nama PT WBN dengan no rekening 1210000779789.
Pada beberapa Promissory Note PT WBN dari para korban ternyata dana yang ditransfer bukan ke PT WBN, namun ke rekening atas nama PT Inti Putra Fikasa (IPF) dengan no rekening Bank CIMB NIAGA 1070100065, No rek Bank Mandiri 1020000007135 dan atas nama PT TGP No rek Bank BCA 5460313190;
"Setelah itu, nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa Perjanjian Promissory Note dan certificate Promissory Note yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan, dan tanggal jatuh tempo, serta ditandatangani oleh terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan juga ditandatagani oleh nasabah yang menempatkan dana nya.
Adapun 10 Nasabah yang menempatkan dananya pada PT WBN dan PTTGP dan menerima Promisorry Note dari kedua perusahaan ini tahun 2016 s/d 2019 yaitu, Arhenus Napitupulu sebesar Rp20.391.000.000, Pormian Simanungkalit Rp16.500.000,000, Meli Novriyanti Rp10.000.000.000, OKI YUNUS GEA Rp2.000.000.000, PANDAPOTAN LUBANTORUAN Rp2.000.000.000.
Kemudian, DARTO JONSON M SIAGIAN sebesar Rp2.000.000.000, AGUS YANTO M PARDEDE Rp22.250.000.000, TIMBUL S PARDEDE Rp2.000.000.000, ELIDA SUMARNI SIAGIAN Rp5.275.000.000 dan NATALIA NAPITUPULU sebesar Rp2.000.000.000. Total dana terkumpul Rp.84.916.000.000,-
Dana nasabah yang seharusnya digunakan untuk operasional dan modal pengembangan usaha dari PT WBN dan PT TGP itu, justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group. Diantaranya, untuk usaha air minum dan perhotelan dimana usaha tersebut merupakan badan hukum yang berbeda tanpa dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada pemilik modal/nasabah pemegang Promissory Note.
"Hasil keuntungan dari usaha perhotelan dan air minum tersebut masuk ke perusahaan-perusahaan group Fikasa, juga masuk ke rekening pribadi terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan Maryani. Hal ini dapat dilihat dari aliran uang keluar dan masuk atas nama PT WBN Bulan Oktober tahun 2016 sampai dengan bulan September 2020,"ungkap JPU.
Bahwa para nasabah pemegang Promissory Note PT. WBN dan TGP pada saat investasi mereka sudah jatuh tempo dan sudah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga dari PT. WBN dan TGP, telah mengambil sikap untuk tidak melanjutkan menempatkan uangnya di PT.WBN dan PT. TGP dan meminta kembali pokok investasinya kepada PT.WBN dan TGP pada awal tahun 2020 dan para terdakwa menjanjikan dalam surat pernyataannya tanggal 26 Februari 2020 akan mengembalikan uang para nasabah pada tanggal 25 Maret 2020 tetapi sampai saat ini uang para nasabah belum dikembalikan oleh para terdakwa, sehingga para nasabah mengalami kerugian dengan total lebih kurang Rp.84.916.000.000.
Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 378 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 372 Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.nor
Foto: Terdakwa Agung Salim Cs saat usai menjalani sidang.
No Comment to " Sidang Penggelapan Uang Nasabah Rp84,9 Miliar, Jaksa Tunda Tuntut 4 Petinggi PT Fikasa "