KORANRIAU.co,PEKANBARU- Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menuntut 8 tahun penjara terhadap mantan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Fakhruddin ST dan stafnya Alfion Hendra selaku PPTK selama 6 tahun dan 6 bulan penjara, Jumat (6/8/21) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dalam kasus dugaan korupsi Hotel Kuansing yang merugikan negara Rp5 miliar lebih.
Dalam amar tuntutannya, JPU Teguh Prayogi SH dan Danang Seftrianto SH yang dibacakan dalam sidang virtual itu menyatakan, kedua terdakwa Fakhruddin bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun, dipotong masa penahanan,"kata jaksa, dihadapan majelis hakim yang dipimpib Iwan Irawan SH.
Tidak hanya pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda itu tidak dibayar, maka dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain Fakhruddin, terdakwa lainnya yakni Alfion Hendra selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) juga dituntut oleh JPU. Hanya saja, Alfion dituntut lebih ringan dari Fakhruddin yakni selama 6 tahun dan 6 bulan.
Alfion juga harus membayar denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
JPU dalam tuntutannya, tidak membebankan uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp5.050.257.046.kepada kedua terdakwa. Namun UP itu dibebankan kepada terdakwa lainnya yang sudah meninggal dunia (almarhum-red) yakni Robert Tambunan, selaku Direktur PT Betania Prima.
Atas tuntutan itu, kedua terdakwa baik Fakhruddin dan Alfion mengajukan pembelaan (pledoi) kepada majelis hakim. Sidang kemudian ditunda satu pekan mendatang dengan agenda pledoi dari terdakwa dan kuasa hukum.
JPU dalam dakwaan menyebutkan, kedua terdakwa bersama-sama terlibat dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan hotel Kuansing sehingga membuat kerugian negara sebesar Rp.5.050.257.046 dalam pekerjaan tersebut.
Disebutkan, akibat perbuatan terdakwa itu, dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuantan Singingi tahun anggaran 2015 tersebut dan berdasarkan laporan hasil penghitungan atas kerugian keuangan negara dari ahli penghitung kerugian keuangan negara Universitas Tadulako Tahun 2020 didapatkan total kerugian Negara sebesar Rp. 5.050.257.046.
Sementara, kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing sendiri menelan anggaran sebesar Rp 13.100.250.800 bersumber dari APBD Kuansing 2015. Pada tahun 2015 itu ketiga saksi yakni Sukarmis, Andi Putra dan Indra Agus Lukman dinilai mempunyai peran strategis dalam meloloskan anggaran proyek ini.
Anggaran kegiatan ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (yang saat ini dilebur ke dalam Dinas PUPR dan Dinas Perkim). Pihak ketiga dalam kegiatan ini yakni PT Betania Prima.
Anggaran sebesar itu untuk pekerjaan rehabilitasi gedung Abdoer Rauf (satu unit), penataan areal gedung Abdier Rauf (1 lit) dan interior dan furnitur (1 lot).
Namun dalam perjalanannya, pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga batas waktu yang ditentukan. Pembayaran pekerjaan pun dibayarkan dengan bayaran seperti proyek yang sudah selesai. Dalam temuan BPK, pihak rekanan diwajibkan membayar denda keterlambatan Rp 352 juta lebih.
Denda ini pun sudah dibayar tahun 2018. Selain itu, hingga saat ini, belum dilakukan putus kontrak. Namun dendanya tetap dibayar. Versi Kejaksaan, harusnya putus kontrak dulu baru hitung denda kemudian.
PPK kegiatan ini juga tidak melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari pihak ketiga berbentuk Bank Garansi pada Bank Riau Kepri senilai Rp 629.671.400 yang seharusnya disetorkan ke kas daerah Pemkab Kuansing.
Selain itu, sejak awal tidak ada dibentuk tim panitia penerima hasil pekerjaan. Hotel pun sampai saat ini belum difungsikan karena masih mangkrak pembangunannya.nor
No Comment to " Sidang Korupsi Hotel Kuansing, Mantan Kadis CKTR dan PPTK Dituntut Berbeda "