KORANRIAU.co,PEKANBARU- Bupati Kuantan Singingi, Andi Putra terancam dihadirkan secara paksa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini, jika orang nomor satu di Kota Jalur kembali mangkir sebagai saksi pada sidang dugaan korupsi ruang pertemuan Hotel Kuansing.
Pada perkara ini terdapat tiga orang pesakitan yakni, Fahrudin selaku mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Lalu, Alfion Hendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), serta Robert Tambunan, Direktur PT Betania Prima selaku pihak ketiga dalam proyek yang dikerjakan tahun 2015. Namun, yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Sidang perkara rasuah telah memasuki proses pembuktian. Sehingga, JPU menjadwalkan memanggil 6 orang saksi untuk hadir pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (18/6/21).
Dari jumlah itu, hanya dua saksi saja yang hadir pada sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Iwan Irawan. Mereka adalah Hasvirta selaku Kepala Bidang (Kabid) Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing dan Siwi Yudo selaku konsultan pengawas proyek itu.
Empat saksi lainnya tidak hadir. Selain Andi Putra, saksi yang urung memberikan kesaksian pada sidang tersebut, yaitu anggota DPRD Provinsi Riau, Sukarmis. Mantan Bupati Kuansing itu tidak hadir dengan alasan positif Covid 19.
Lalu, Veronika istri dari pihak ketiga juga tak hadir karena terpapar virus corona. Saksi lainnya yang tidak hadir, yakni Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau, Indra Agus Lukman. Mantan Kepala Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kuansing itu batal hadir karena ada tugas di Jakarta.
"Saksi Andi Putra tidak hadir dengan alasan yang tidak diketahui," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing, Hadiman, Selasa (22/6).
Menurut Kajari, keterangan tiga dari empat saksi itu sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan terhadap awal duduk perkara rasuah itu. Untuk itu, kata Kajari, pihaknya kembali akan melayangkan surat panggilan terhadap Sukarmis, Andi Putra, dan Indra Agus.
"Akan kami panggil kembali dengan panggilan kedua untuk keempat orang itu, untuk sidang hari Jumat mendatang," sebut mantan Koordinator pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) itu.
Jika tetap tidak hadir tanpa alasan yang jelas, JPU kata Kajari, akan meminta kepada majelis hakim agar dilakukan upaya paksa terhadap para saksi tersebut. "Kewenangan upaya paksa itu ada sama majelis Hakim (Pengadilan) Tipikor," sebut Hadiman.
"Karena (keterangan) ketiga orang itu (Sukarmis, Andi Putra dan Indra Agus,red), sangat diperlukan untuk pembuktian dalam persidangan perkara itu," sambungnya memungkasi.
Salah seorang saksi yang tidak hadir saat itu adalah Andi Putra. Mantan Ketua DPRD Kuansing itu lebih memilih datang ke Kantor Kejati Riau untuk melaporkan Kajari Hadiman dengan tuduhan pemerasan. "Iya, karena melapor (ke Kejati Riau), saya tidak bisa hadir (di persidangan). Saya sudah surati," singkat Bupati Andi Putra belum lama ini.
Diketahui, JPU dari Kejari Kuansing mendakwa para terdakwa dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing membuat kerugian negara sebesar Rp5.050.257.046. Nilai itu diketahui berdasarkan laporan hasil penghitungan dari ahli penghitung kerugian keuangan negara Universitas Tadulako, Sulteng Tahun 2020.
Sementara, kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing sendiri menelan anggaran sebesar Rp13.100.250.800 yang bersumber dari APBD Kuansing Tahun Anggaran (TA) 2015.
Anggaran kegiatan itu berada di Dinas CKTR yang saat ini dilebur ke dalam Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Kuansing. Pihak ketiga dalam kegiatan ini yakni PT Betania Prima.
Anggaran sebesar itu untuk pekerjaan rehabilitasi Gedung Abdoer Rauf (satu unit), penataan areal gedung Abdoer Rauf (1 lit) dan interior dan furniture (1 lot).
Namun dalam perjalanannya, pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga batas waktu yang ditentukan. Pembayaran pekerjaan pun dibayarkan dengan bayaran seperti proyek yang sudah selesai.
Dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pihak rekanan diwajibkan membayar denda keterlambatan Rp352 juta lebih. Denda ini sudah dibayar tahun 2018. Selain itu, hingga saat ini, belum dilakukan putus kontrak. Namun dendanya tetap dibayar. Versi Kejaksaan, harusnya putus kontrak dulu baru hitung denda kemudian.
PPK kegiatan ini juga tidak melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari pihak ketiga berbentuk Bank Garansi pada Bank Riau Kepri senilai Rp629.671.400 yang seharusnya disetorkan ke kas daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.
Selain itu, sejak awal tidak ada dibentuk tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPhP). Hotel pun sampai saat ini belum difungsikan karena masih mangkrak pembangunannya.Riri
No Comment to " Jika Mangkir Lagi, Bupati Kuansing Terancam Dihadirkan Secara Paksa "