KORANRIAU.co- Menarik ide dan gagasan calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang mewajibkan anggotanya untuk mengikuti kajian kitab kuning. Gagasan cerdas dan bernas ini justru dimunculkan oleh Kapolri baru yang notabene beragama non muslim. Tidak sekadar sebagai wacana, bahkan saat Listyo Sigit menjabat Kapolda Banten pada 2016-2018, polisi di jajaran Polda Banten sudah diwajibkan mengaji kitab kuning.
"Seperti di Banten, saya pernah sampaikan anggota wajib belajar kitab kuning," ungkap Listyo saat uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR, Rabu (20/1). Menurutnya, mengaji kitab kuning adalah salah satu cara untuk mencegah berkembangnya paham terorisme.
Apa yang dilakukan Listyo Sigit di Polda Banten bukanlah pepesan kosong. Listyo mengaku banyak menyerap masukan dari para alim ulama untuk mencegah paham-paham radikal dengan mengikuti kajian kitab kuning, dia meyakini bahwa masukan-masukan dari para ulama ini benar adanya.
"Tentunya baik eksternal maupun internal, saya yakini bahwa apa yang disampaikan ulama itu benar adanya. Maka dari itu, kami akan lanjutkan (program Polri mengaji kitab kuning). Tentu, kita akan kerja sama dengan tokoh agama, ulama untuk melakukan upaya pencegahan agar masyarakat tidak mudah terpapar ajaran-ajaran seperti itu," ungkap Listyo lebih lanjut.
Atas berbagai gagasan cerdas dan integritas yang tinggi, Komisi III DPR memberikan persetujuan Komjen Listyo Sigit menjadi Kapolri. "Komisi III menyadari bahwa kecakapan, integritas dan kompetensi calon Kapolri merupakan persyaratan mutlak untuk menjadi Kapolri. Atas dasar itu, Komisi III menyetujui untuk mengangkat calon Kapolri yang diusulkan Presiden RI," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni dalam rapat paripurna, Kamis (21/1).
Selanjutnya ditetapkan dalam rapat Paripurna DPR untuk mengangkat Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Idham Aziz.
Langkah Jenderal Listyo Sigit yang akan menjadikan kajian kitab kuning di jajaran Polri di seluruh Indonesia patut diapresiasi dan didukung penuh oleh seluruh komponen bangsa, terutama kalangan ulama dan pondok pesantren yang selama ini menjadikan kitab kuning sebagai rujukan utama dalam kajian keilmuannya di pondok-pondok pesantren.
Saya membayangkan para anggota Polri duduk bersila di hadapan para kiai dan ulama mengaji kitab kuning sebagaimana para santri mengaji dengan para kiainya tentu pemandangan yang sangat elok. Kitab kuning adalah sumber rujukan utama untuk mengkaji berbagai disiplin ilmu, tersedia sangat luas dan dalam lautan ilmu yang dapat dikajinya.
Kajian dalam kitab-kitab kuning yang telah dipelajari oleh para santri dan ulama ratusan tahun di berbagai pondok pesantren di Indonesia ini nantinya juga akan dilakukan oleh anggota Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kitab Kuning
Kitab kuning dalam pendidikan agama Islam banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren, merujuk pada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al Islamiyah) yang diajarkan di pondok pesantren, mulai dari tauhid, fiqih, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan sharaf), hadits, tafsir, Ilmu Al Quran hingga pada ilmu sosial dan politik serta ilmu kemasyarakatan (muamalah).
Kitab kuning juga dikenal dengan kitab gundul karena memang tulisan di dalam kitab kuning tidak memiliki harakat. Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam penguasaan tata bahasa arab (nahwu dan sharaf).
Kitab kuning merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kitab-kitab yang berbahasa Arab. Dikatakan kuning karena kertas-kertas yang digunakan pada kitab tersebut berwarna kuning. Dilansir dari NU Online bahwa kitab-kitab ini berasal dari Timur Tengah dan sampai ke Nusantara dengan warna kuningnya.
Clifford Geertz, seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (judul aslinya The Religion of Java) memuat sekelumit cerita tentang kitab kuning. Ada pula buku yang meneliti tentang kitab kuning karangan peneliti Belanda, Martin Van Bruinsessen yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat yang membahas sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.
Di antara kitab-kitab kuning yang masyhur dikaji santri-santri di pondok pesantren, di bidang tauhid ada kitab Fathul Majid dan Aqidatul 'Awam; di bidang fiqih ada kitab Fathul Qorib, Fathul Mu'in, Kifayatul Akhyar, dan Safinatunnaja; di bidang akhlak dan tasawuf ada kitab Iyha Ulumuddin, Al Hikam, dan Bidayatul Hidayah; di bidang tafsir, ada Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al Ibriz; di bidang hadits ada kitab Bulughul Maram, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab Arba'in Nawawi. Dan masih sangat banyak bahan kajian kitab kuning yang dapat dipelajari untuk memahami ajaran Islam secara kafah.
Islam Moderat
Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Sadi Agil Siradj pernah mengatakan bahwa dari ratusan teroris yang ada di Indonesia tidak ada yang dari kalangan nahdliyin. Karena di NU diajarkan Islam wasyatiyah, Islam moderat yang menjunjung tinggi toleransi, kebersamaan, dan keharmonisan antarumat beragama dan interen umat beragama. Dasar moderasi Islam di kalangan NU tidak lepas dari kajian kitab-kitab kuning yang selama ini dipelajari di pondok-pondok pesantren sehingga menghasilkan santri dan alim ulama yang tafaqquh fiddin.
Hal inilah yang diharapkan Jenderal Listyo Sigit, dengan mewajibkan jajarannya di kepolisian mengaji kitab kuning, agar nantinya para polisi dapat memahami ajaran Islam secara utuh dari sumber aslinya. Dengan pemahaman ajaran Islam yang kafah diharapkan polisi dapat memahami dan menjalankan ajaran Islam dengan benar serta dapat menjalankan tugasnya secara baik.
Untuk merealisasikan gagasan besar Kapolri itu, sudah barang tentu perlu dicarikan metodologi yang tepat dan berbeda dengan cara kajian kitab kuning yang diperuntukkan bagi anggota polisi dengan para santri di pondok-pondok pesantren. Inilah tantangan kalangan pondok pesasntren dan para alim ulama untuk mewujudkan polisi ngaji kitab kuning. Para ulama dan kiai inilah yang nantinya akan digandeng Kapolri untuk bekerja sama mengajarkan kitab kuning di kalangan polisi.
Untuk merespons ajakan Kapolri yang baru tersebut para kiai dan ulama perlu menyusun metodologi sistem pengajaran dan pembelajaran yang mudah dicerna dan dipahami dalam mengajarkan kitab kuning di kalangan polisi. Selamat bertugas, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo!
Oleh: M Muqorrobin pengasuh Pondok Ngaji dan Majelis Ta'lim Haji Dahlan, Yayasan Masjid al Manshur, Wonosobo
No Comment to " Polisi dan Kitab Kuning "