• Menyoal Strategi Pariwisata, Kesalahan Fatal Branding 10 Bali Baru

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Senin, 18 Januari 2021
    A- A+


    KORANRIAU.co-JIKA dibaca sekilas, strategi dan masterplan  pariwisata mempunyai kaitan amat erat. Untuk awam bisa sama, bahkan mirip. Namun, di dalam konteks birokrasi Indonesia menjadi amat sangat berbeda. Salah mengartikan, bisa fatal. 


    Karena tupoksi, anggaran, dan siapa yang menyusun, ternyata berbeda-beda. Indonesia, zamrud katulistiwa dengan pesona dan modal kecantikan destinasinya, harus punya strategi jitu dalam mengembangkan sektor ini. Persaingan kelas dunia, dan kekhasan atraksi, membuat strategi pariwisata Indonesia niscaya harus bervisi kelas dunia. 


    Persis satu tahun lalu di Davos, di sela-sela World Economic Forum (WEF) 2020, saya sempat berbincang dengan rekan dari Swiss berkaitan dengan peluang pariwisata Indonesia. Dengan posisi ke-40 pada 2019 dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dilansir WEF, Indonesia memang harus bisa meningkatkan kualitas destinasi sesuai segmen pasar dan minat turis dunia. 


    Saya pernah menulis sebelumnya, mencerna tantangan pengembangan pariwisata itu seperti mencoba menelusuri kompleksitas anggur merah. Perlu cita rasa, pengetahuan yang senantiasa terasah, dan "nose" atau insting kepekaan yang digunakan mencocokkan dengan konsumen sesuai karakternya. 


    Kekhasan atraksi, pengembangan destinasi kelas dunia, dan peningkatan pelayanan, jasa dan industri pendukung, harus dikembangkan melalui strategi yang visioner. Saya pun yakin strategi itu-lah yang menjadi basis pemikiran Presiden Joko Widodo mencanangkan 10 destinasi prioritas yang akan difokuskan pengelolaannya oleh pemerintah.


    Ke-10 destinasi itu adalah Mandalika, Nusa Tenggara Barat; Pulau Morotai, Maluku Utara; Tanjung Kelayang, Kepulauan Bangka Belitung, dan Danau Toba, Sumatera Utara. Kemudian Wakatobi, Sulawesi Tenggara; Borobudur, Jawa Tengah; Kepulauan Seribu, DKI Jakarta; Tanjung Lesung, Banten; Bromo, Jawa Timur; dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. 


    Namun, sebuah strategi nasional pariwisata pun kemudian bermetamorfosa melalui hanya sekadar branding 10 Bali Baru. Sebuah kesalahan positioning yang fatal. Karena melakukan personifikasi Bali pada destinasi lain yang memiliki endowement atraksi masing-masing, membuat pencarian "nyawa" pesan ke market dunia menjadi macet. Situasi fatal ini bahkan terus berlanjut. 


    Kembali ke judul tulisan ini, maka Rencana Strategis Pariwisata seharusnya adalah penerjemahan dan cascaded value proposotion dari brand parwisata Indonesia. Ternyata, ini tidak dilakukan. Fatal, karena ternyata Indonesia memutuskan untuk mengembangkan rencana utama atau masterplan pariwisata untuk 10 Bali Baru tersebut dengan basis berpikir infastruktur sebagai leading sector. 


    Cara berpikir terlalu sederhana, seolah persoalan keterbatasan kedatangan wisman ke Indonesia diakibatkan oleh melulu ketersediaan dan kesiapan infrastruktur. Menyederhanakan persoalan peningkatan daya saing kepariwisataan Indonesia dengan pendekatan melulu infrastruktur sungguh terlalu menyederhanakan permasalahan. 


    Akibatnya, sampai saat ini publik pun masih belum mengetahui apa masterplan maupun target-target devisa yang akan dicapai tiap destinasi new Bali tersebut. Padahal, bantuan multilateral sudah mengucur dalam bentuk pengerahan tenaga-tenaga ahli untuk menyusun strategi yang seharusnya terintegrasi.


    Kok, nampaknya pariwisata hanya dipandang dari sisi fisik dan bentukan visual? Lalu, bagaimana dengan aspek hospitality, kuliner, kesiapan masyarakat, industri pendukung, budaya dan kearifan lokal? Dari berbagai ulasan tentang masterplan yang sudah disusun untuk Toba, Lombok dan Borobudur, kelihatan dokumen tersebut hanya daftar pengembangan tematik Key Tourism Area dan justifikasi pembangunan infrastruktur. 


    Agak sulit dibuktikan dalam ilmu perencanaan pariwisata bahwa banyaknya jenis tema pariwisata dan infrastruktur saja cukup menambah potensi peningkatan lama berkunjung (length of stay). Baru tiga destinasi menyusun masterplan, disusul saat ini sedang disusun tiga lagi. Masih ada kesempatan untuk menyusun rencana pariwisata yang world class. 


    Semoga Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin Uno dapat melihat perlunya masterplan mencakup isu mendasar di sini. Agar kita dapat melihat masterplan pariwisata yang komprehensif untuk meningkatkan competitiveness destinasi di zamrud katulistiwa. Dan Indonesia dapat menjadi pemenang pada saat pandemi ini selesai. We are back in business! Semangat pak Menteri.


    Oleh: Bernardus Djonoputro Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)



    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Menyoal Strategi Pariwisata, Kesalahan Fatal Branding 10 Bali Baru "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com