KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sekretaris Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru Muhammad Jamil terancam dijemput paksa oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau, apabila kembali mangkir dari panggilan ketiga sebagai saksi dugaan kelalaian pengelolaan sampah.
Sejatinya, Jamil pertama kali dipanggil penyidik pada, Selasa (26/1). Akan tetapi, Plt Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) menunjukan sikap tak koorperatif dengan tidak hadir tanpa alasan.
Atas kondisi itu, penyidik melayangkan surat panggilan kedua pada, Kamis (28/1). Jamil kembali tidak hadir dengan alasan tengah berada di Jakarta. Anehnya, Sekdako Pekanbaru malah mengkuasakan panggilan Korps Bhayangkara dengan mengutus Asisten II Bidang Pembangunan dan Perekonomian, Elsyabrina untuk menghadap penyidik.
Terkait hal ini, Dirreskrimum Polda Riau, Kombes Pol Teddy Ristiawan menegaskan, panggilan penyidik kepolisian ini tidak sama dengan kegiatan rapat, yang bisa saja diwakilkan. "Kalo rapat boleh diwakilkan, kalau panggilan dari penyidik ada sanksi hukumnya," tegas Teddy akhir pekan lalu.
Teddy menambahkan, pihaknya akan kembali melayangkan panggilan terhadap Setdako Pekanbaru itu. Ditanyai apakah ada kemungkinan yang bersangkutan dijemput paksa, perwira polisi berpangkat tiga bunga melati menyampaikan, akan melakukan sesuai aturan yang berlaku.
"Kita panggil lagi, kalau masih nggak datang dengan alasan nggak jelas ya kita sesuaikan prosedur saja," imbuh Teddy.
Lebih lanjut mantan Wadirreskrimsus Polda Lampung menyampaikan, tentang seseorang yang berstatus saksi. Disebutkannya, yang dimaksud dengan saksi, menurut Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Pengertian tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana diperluas menjadi termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri," paparnya.
Pada dasarnya menolak panggilan sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur di dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Dipanggil menurut undang-undang (oleh hakim) untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa baik dalam perkara pidana, maupun dalam perkara perdata.
Lalu dengan sengaja tidak mau memenuhi (menolak) suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus ia penuhi, misalnya kewajiban untuk datang pada sidang dan memberikan kesaksian, keterangan keahlian, menterjemahkan.
Dalam penanganan perkara dugaan kelalaian pengelolaan sampah, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap puluhan orang saksi. Di antaranya 13 saksi dari masyarakat, 18 saksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, saksi ahli pidana, saksi ahli hukum tata negera, saksi ahli keselamatan lalu lintas, serta
Kepala Bappeda Kota Pekanbaru Ahmad ST.
Untuk diketahui, Polda Riau telah melakukan pemeriksaan terhadap Kadis LHK Pekanbaru, Agus Pramono, Senin (18/1) lalu. Pemeriksaan ini merupakan yang pertama dijalani Agus Pramono sebagai saksi. Hal tersebut, setelah penyidik meningkatkan status penanganan perkara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan, beberapa hari lalu.
Selian Agus Pramono, di hari yang sama penyidik juga memeriksa enam saksi lainnya. Mereka merupakan oknum Aparatur Sipil Negera (ASN) di DLHK Kota Pekanbaru.
Pengusutan perkara ini, berawal adanya tumpukan sampah di sejumah titik pada ruas jalan di Kota Bertuah. Kondisi tersebut, lantaran kontrak kerja PT Samhana Indah dan PT Godang Tua Jaya selaku pihak ketiga dalam jasa angkutan sampah, telah berakhir. Sehingga, sementara waktu pengangkutan sampah diambil alih Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru.
Dalam masa transisi itu, DLHK melakukan pengangkutan sampah di 12 kecamatan, menjelang didapatinya pemenang lelang proyek tersebut. Namun, kinerjanya dinilai belum maksimal dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana.
Atas permasalahan ini, Polda Riau melakukan proses penyelidikan. Dalam tahap ini, telah memintai keterangan sebanyak 20 pihak terkait yang disinyalir mengetahui perkara tersebut. Kemudian, dilakukan gelar perkara untuk menentukan kelanjutan penanganan kasus tersebut. Hasilnya, status perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Dalam kasus ini, para tersangka bisa dijerat dengan Pasal 40 dan atau Pasal 41 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Yakni, Pasal 40 ayat 1 ancamannya 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Sedangkan Pasal 41 ayat 1 ancamannya 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta.Riri
No Comment to " Jika Mangkir Lagi, Polda Riau Ancam Jemput Paksa Sekdako Jamil "