KORANRIAU.co-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan pusaran angin yang terjadi di Wonogiri merupakan fenomena puting beliung.
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto mengatakan puting beliung yang sempat 15 menit berputar di atas Waduk Gajah Mungkur itu berasal dari awan Cumulonimbus (Cb).
"Puting beliung bisa dikatakan tornado kecil atau twister kecil, baik skala ukuran maupun kecepatan pusarannya," ujar Siswanto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (20/1).
Siswanto menuturkan keberadaan awan Cb bisa dilihat oleh orang dari permukaan berupa awan besar kelabu cenderung gelap dan menjulang tinggi seperti bunga kol. Saat ini, dia berkata ahli cuaca dan semua orang juga dapat mengenalinya dari citra satelit maupun citra radar.
Dari citra satelit maupun radar BMKG pukul 15.00 hingga 16.00 WIB, Siswanto mengkonfirmasi bahwa di wilayah sebagian Jawa tengah bagian selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta hingga Jawa Timur bagian barat terdapat pertumbuhan gugus awan (Cb) yang intens.
Bahkan, di beberapa titik awan Cb sangat tebal dan menjulang tinggi, yang puncaknya bahkan mencapai suhu -80 derajat Celsisu seperti di atas wilayah Sleman hingga Wonogiri.
"Suhu puncak awan yang sangat dingin ini mengindikasikan tingginya awan tersebut dan kristal es yg terbentuk dibagian atas awan," ujarnya.
Lebih lanjut, Siswanto membeberkan awan Cb super sel dan membentuk gugus awan umumnya menghasilkan cuaca yang cukup berdampak di area di bawahnya. Citra radar menunjukkan hujan yang terjadi di wilayah itu bervariasi, mulai tingkat sedang hingga sangat lebat.
Golakan yang terjadi di dalam Awan Cb akibat proses mikrofisika itu, kata dia bisa menghasilkan tiga fenomena cuaca lokal, yakni angin kencang dari dasar awan (downburst) atau kalau membentuk pusaran angin disebut puting beliung.
Kemudian, awan itu juga dapat menghasilkan hujan disertai es (hail) yang berasal dari gumpalan kristal es keluar dari proses golakan dan downburst tersebut.
"Ketiga, petir yang dapat dihasilkan dari loncatan listrik karena beda potensial antar elemen beda muatan di dalam awan, antar awan dengan awan, atau antar awan dengan permukaan bumi," ujar Siswanto.
Dari kajian yang dilakukan, Siswanto juga menyampaikan puting beliung bisa terbentuk jika di bawah awan Cb terdapat potensi pusaran angin yang dihasilkan dari low level windshear atau geser angin (beda kecepatan angin), baik secara mendatar maupun vertikal di bawah awan hingga dekat permukaan.
"Kalau di darat namanya puting beliung, kalau di atas air (danau) atau di selat atau laut namanya waterspout. Fenomenanya sama. Pusaran angin yang terbentuk dari bagian dasar awan menyerupai bentuk belalai yang bergerak meliuk dan dapat merusak apa saja yg dilaluinya," ujarnya.
Prakirawan cuaca BMKG, Nanda Alfuadi menjelaskan pusaran angin yang terjadi di Wonogiri adalah fenomena waterspout, yakni pusaran angin yang terjadi dari awan Cumulunimbus di atas permukaan air. Waterspout memiliki mekanisme pembentukan dan ciri yang sama dengan tornado.
"Hanya saja waterspout terjadi di atas permukaan air, sedangkan tornado di atas daratan," ujar Nanda.
Nanda menjelaskan tornado adalah fenomena angin yang berputar secara vertikal dari awan Cb di atas permukaan daratan. Tornado terjadi akibat perbedaan suhu udara di wilayah pembentukan tornado tadi yang lebih hangat dibandingkan lingkungannya.
"Sehingga mendorong naiknya massa udara hangat ke atmosfer lapisan atas yang kemudian bertemu dengan massa udara dingin dan kering di lapisan atas sehingga mendorong terbentuknya vortex (pusaran angin) yang kemudian turun ke atmosfer bawah hingga terkadang dapat menyentuh permukaan tanah," ujarnya.cnnindonesia/nor
No Comment to " BMKG Ungkap Faktor Puting Beliung Terjang Wonogiri "