• Umat Islam di Indonesia Rawan Diterkam Perpecahan

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Minggu, 27 Desember 2020
    A- A+


    KORANRIAU.co-"Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah, segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Ali Imran: 26).


    Syekh Muhammad Ramadhan al–Buthy, saat menjelaskan ayat di atas menyatakan, tujuan dan cara Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berjuang dan berdakwah bukan melalui kekuasaan atau mencapai jabatan penguasa, melainkan kejujuran, kebenaran, dan kebersahajaan.


    Mencermati dinamika kehidupan bangsa Indonesia saat ini, kita perlu mewaspadai potensi perpecahan di kalangan umat Islam, yang akan berakibat melemahnya kekuatan dan ukhuwah. Polarisasi umat Islam dimulai sejak Pilkada DKI 2017 hingga saat ini, sepertinya kian mengental dengan adanya dua kubu, yaitu pendukung pemerintah dan oposisi. Keduanya mayoritas Muslim dan sama-sama ingin menegakkan keadilan dan mencintai persatuan.


    Muhamad Abduh (1849-1905), reformis Mesir berpendapat, setidaknya ada empat penyebab perpecahan umat. Pertama, faktor politik (beda partai dan pilihan politik). Kedua, mazhab, yang tak seharusnya diributkan karena masing-masing memiliki dalil.


    Ketiga, ashabiyah, padahal tidak ada kelebihan satu dengan yang lain, kecuali takwanya. Keempat, bangga dengan pendapatnya serta menolak pendapat orang lain, padahal kebenaran sejati itu milik Allah SWT.


    Imam Syafi'i berkata, "Pendapat saya benar, tapi masih mungkin salah. Pendapat orang lain salah, tapi masih mungkin benar."


    Terkait politik, intelektual Muslim Mesir, Muhammad Said Al-Asymawi dalam bukunya, "Al-Islam Al-Siyasi" (1987) menyatakan, mencampuradukkan agama dan politik hanya akan melahirkan kegagalan dan kemun duran Islam itu sendiri.


    Lalu, ia mengatakan, Allah bermaksud menjadikan Islam sebagai agama, tetapi orang memahaminya bermakna politik. Menurut intelektual Muslim, Qamaruddin Khan (w.2019), teori politik tak diambil dari Alquran dan hadis, tapi keadaan dan kepentingan sesaat.


    Pernyataan yang menyebutkan, Islam perpaduan agama dan politik yang harmonis adalah slogan modern yang tidak ditemukan pada masa lalu Islam (masa Rasulullah dan khulafaur rasyidin). Dalam praktiknya, politik berpotensi menimbulkan perpecahan umat, padahal itu merupakan azab. Azab perpecahan bisa berupa saling membenci, yang menang menindas yang kalah dan yang kalah terus berusaha menjatuhkan yang menang, dan sikap diskriminatif.


    Fitrah umat

    Provokasi dan adu domba dari pihak yang menginginkan kekacauan di Indonesia perlu terus diwaspadai. Umat Islam pun hendaknya menyadari dan segera kembali kepada fitrahnya, yaitu bersatu (Ali Imran: 103) dan bersaudara (Al-Hujurat: 10).


    Dalam menyelesaikan persoalan umat, hendaknya dikedepankan semangat musyawarah (Asy-Syura: 38). Sementara itu, hadis yang menerangkan persatuan umat lebih banyak daripada yang menerangkan perpecahan.


    Terkait pengambilan kebijakan, seorang pemimpin harus mengangkat pembantu dan penasihatnya yang saleh lagi berilmu, bukan hanya berlatar belakang kepentingan politik. Jika seorang pemimpin mengangkat orang fasik dan munafik sebagai pembantu dan penasihatnya, peraturan yang dihasilkan berpotensi menguntungkan pribadi dan kelompoknya saja, tidak mengedepankan kepentingan rakyat.


    Untuk mempersatukan umat, Pemerintah Indonesia perlu menegakkan hukum dengan adil, berdasarkan prinsip keseimbangan dan hati nurani yang bersih, tidak dilumuri agenda politik tertentu yang menyebabkan ketidakpuasan dan perpecahan di masyarakat.


    Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, jika hukum ditegakkan tidak dengan adil dan berimbang, yang timbul adalah ketidakpercayaan, ketidakpatuhan, dan akhirnya menjadi perpecahan bangsa dengan adanya usaha memisahkan diri dari NKRI.

    Syekh al-Buthi menulis surat kepada bang sa Indonesia, sebagaimana dibacakan putranya, Taufik Al-Buthi saat konggres ICIS, 2015 lalu, "Sesungguhnya kaum yang tamak terhadap sumber daya bangsa Indonesia, mereka begitu benci terhadap persatuan dan tidak suka umat bersatu. Mereka tidak suka umat seiya sekata sehingga menjadi kuat dalam ekonomi, pendidikan, dan perusahaan negara, independen dalam pengambilan keputusan dan kedaulatan bangsa. Sungguh banyak kekuatan zalim, yang menginginkan bangsa Indonesia bekerja untuk kepentingannya sehingga bangsa Indonesia akan dibuat menjadi miskin, tidak memiliki keputusan dan kekuatan, lemah, tidak mampu mem bela kepentingan rakyatnya, dan tidak mampu bangkit dari keterpurukan."


    Sebagai penutup, mari kita renungkan sabda Nabi Muhammad, "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, dia tidak boleh menzaliminya, membiarkannya dalam kesusahan, dan merendahkan martabatnya. Takwa itu di sini, (beliau menunjuk da danya tiga kali), cukuplah menjadi keburukan bagi seseorang, jika dia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim terhadap Muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya." (HR Muslim dari Abu Hurairah).republika/nor


    Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur, Pimpinan Jaringan Ponpes Al-Fatah, Indonesia

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Umat Islam di Indonesia Rawan Diterkam Perpecahan "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com