KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang dugaan korupsi enam kegiatan di Sekretariat daerah (Setda) Kabupaten Kuansing APBD Tahun 2017 senilai Rp13,3 miliar, dengan lima orang terdakwa kembali digelar Selasa (1/12/20) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Kelima terdakwa dalam kasus ini lima pejabat yang menjadi terdakwa itu adalah, Muharlius (mantan Plt Sekda ) selaku Pengguna Anggaran, M Saleh (Kabag Umum Setdakab Kuansing) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Verdy Ananta (Bendahara Pengeluaran Rutin Setdakab Kuansing). Lalu, Hetty Herlina (mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab Kuansing) yang menjabat Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK) dan Yuhendrizal selaku Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing dan PPTK kegiatan rutin makanan dan minuman tahun 2017.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Faisal SH MH secara virtual itu, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli Akuntan yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Roni Saputra SH MH. Saksi ahli itu adalah, Muhammad Ansar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako (Untad) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Dalam persidangan itu, Suroto SH MH, selaku kuasa hukum terdakwa Muharlius sempat mempertanyakan keabsahan Ansar sebagai saksi ahli yang menghitung kerugian negara dalam perkara ini. Pasalnya, Ansar tidak memiliki legalitas hukum yang kuat untuk menjadi saksi ahli pada saat proses penyidikan kasus ini di kejaksaan.
"Kami mempertanyakan kapasitas saksi untuk menghitung kerugian negara. Namun saksi mengaku kapasitasnya itu atas perintah Rektor,"kata Suroto.
Hal ini tentu membuat Suroto merasa ada kejanggalan. Pasalnya, sesuai aturan hukum yang berlaku yang herhak melakukan penghitungan kerugian negara adalah badan atau lembaga berwenang yang disahkan oleh pemerintah seperti BPK, BPKP maupun Kantor AKuntan Publik (KAP).
"Kalau instansi yang berwenang ini tentunya berdasarkan Undang-Undang. Ada tidak, Undang-undang yang memberikan kewenangan saksi ahli ini untuk menghitung kerugian negara,"tegasnya.
Kemudian lanjut Suroto, apabila saksi ahli merupakan auditor dari KAP, tentu harus bisa menunjukkan surat dari KAP yang ditunjuk. Akan tetapi, saksi ahli ini justru beralasan hanya ditunjuk oleh Rektor Untad untuk melakukan penghitungan kerugian negara dalam perkara ini.
"Kalau yang menghitung kerugian negara itu adalah penugasan dari Rektor, apakah dosen itu berwenang. Karena Universitas bukanlah lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara,"ungkapnya lagi.
Oleh karena itu, Suroto menegaskan jika saksi ini secara hukum tidak memiliki kapasitas dan legalitas untuk menghitung kerugian negara. Karena saksi ini bukan dari lembaga/instansi atau KAP yang ditunjuk.
"Saksi ini tidak berwenang secara hukum. Jadi kami menolak penghitungan kerugian negara yang dilakukan saksi. Kami hanya minta penghitungan kerugian negara dilakukan oleh instansi berwenang seperti BPK atau KAP,"pintanya.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dikatakan,dugaan korupsi terjadi pada enam kegiatan di Setda Kuansing yang bersumber dari APBD 2017 sebesar Rp13.300.650.000. Enam kegiatan itu meliputi, kegiatan dialog/audiensi dengan tokoh-tokoh masyarakat pimpinan/ anggota organisasi sosial dan masyarakat dengan anggarannya sebesar Rp.7.270.000.000.
Untuk menutupi pengeluaran dana anggaran atas 6 kegiatan tersebut, para terdakwa membuat dan menandatangani Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif atas 6 kegiatan. Kwitansi atas 6 kegiatan telah dipersiapkan sebelumnya oleh Verdi Ananta di ruang kerja Sekretaris Daerah Kabupaten Kuansing.nor
No Comment to " Korupsi Setda Kuansing, Pengacara Pertanyakan Legalitas Saksi Ahli JPU "