Oleh: Sri Erdawati, S.Pd.I., M.Pd
Pendemi Covid 19 atau populer disebut sebagai Virus Corona masih mewabah di seluruh penjuru dunia hingga hari ini. Pemerintah mengambil kebijakan agar segala aktifitas hendaknya dilakukan dari rumah atau disingkat dengan WFH (Work From Home). Imbasnya, terhadap dunia pendidikan, mengharuskan setiap Perguruan Tinggi dan kampus-kampus untuk menerapkan sistem belajar secara Daring (Dalam Jaringan).
Belajar Daring mewajibkan mahasiswa memiliki handphone dan laptop yang terkoneksi pada jaringan internet yang stabil. Sebagian besar mahasiswa tidak merasa keberatan dengan solusi alternatif ini, sebab menurut mereka barang-barang elektronik tersebut telah menjadi bagian dari gaya hidup mahasiswa milenial. Sementara sebagian yang lain mengalami kendala, terutama karena sulitnya jaringan internet dan mengeluh soal beban kuota internet yang kian meningkat.
Kuliah Daring ini telah berjalan hampir dua semester, akhir semester genap 2019/2020 dan awal semester ganjil 2020/2021. Sebagian dosen menggunakan Google Classroom, Zoom Meeting, Google Meet, Google Forms, bahkan WhatsApp sebagai aplikasi dan platfrom andalan untuk memudahkan proses belajar mengajar. Dengan menggunakan aplikasi ini antara dosen dan mahasiswa dapat bertatap muka di depan layar kamera dan berbagi file materi serta bahan ajar yang dibagikan pada proses perkuliahan.
Perubahan sistem perkuliahan dari tatap muka (kuliahoffline) ke daring (kuliah online) memang menuai kesan kurang efektif, apalagi bila materi yang diajarkan sifatnya praktek langsung yang mengharuskan mahasiswa belajar di laboratorium dan turun ke lapangan. Tetapi karena kondisi memang tidak memungkinkan, maka sistem belajar seperti ini tetap dilaksanakan. Tentu dihadapi dengan mempersiapkan metode dan teknis yang matang dan dipilih sesuai dengan kemampuan responsif dan daya serap mahasiswa.
Kendati mendapat tudingan miring soal keefektifitasan sistem Kuliah Daring, tetap saja Kuliah Daring memiliki sisi positif yang sangat banyak dan penting bagi pengembangan pembelajaran mahasiswa ke dapan. Mahasiswa menjadi lebih kreatif dalam menggunakan teknologi dan informasi. Mahasiswa dapat memanfaatkan waktu dan gadget yang mereka punya semaksimal mungkin. Bahkan, justru berkat belajar Daring, ada banyak mahasiswa yang ketika belajar secara offline terlihat pasif, tetapi ketika belajar online mereka menjadi aktif.
Kuliah Daring juga menunjukkan eksistensi skill dan hobby terpendam mahasiswa, sehingga menjadi tersalurkan ke arah yang lebih bermanfaat. Ternyata tidak sedikit mahasiswa yang jago dalam mengedit gambar, memotong video, dan mengisi suara musik, sehingga ketika ditugaskan membuat video presentasi kuliah mereka sangat mahir, lebih baik, dan jauh lebih menarik dari teman-temannya yang tidak memiliki skill itu.
Begitu pula ketika ditugaskan membuat drama pendek mahasiswa menjadi tidak canggung menatap layar kamera untuk menunjukkan mimik wajah, gerak gerik anggota tubuh, dan mengatur intonasi suara. Seolah-olah mereka benar-benar sedang shooting film layar lebar. Sisi positif ini mesti diperhatikan untuk menjaring mahasiswa-mahasiswa yang memiliki bakat di bidang seni dan budaya. Mahasiswa-mahasiswa ini berhak diapresiasi dan menjadi aset kampus yang berprestasi di bidangnya masing-masing.
Bila sudut pandang ini lebih dilihat dan diangkat maka tidak akan ada lagi tudingan bahwa belajar Daring tidak efektif. Justru belajar Daring dapat meningkatkan rasa parcaya diri serta menumbuhkan jiwa inovatif dan kreatif mahasiswa. Apalagi sekarang Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks ini mahasiswa sedang berhadapan dengan Revolusi Industri 4.0, semua dikaitkan dengan koneksi internet, dunia cyber, big data, komputer, dan keteraturan sistem teknologi. Maka, inilah saatnya mahasiswa belajar dan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi secara maksima ke arah yang lebih positif.***
Penulis adalah Dosen STAI Auliaurrasyidin Tembilahan
No Comment to " Kuliah Daring dan Kreatifistas di Masa Pandemi "