KORANRIAU.co-Sudah sepekan lebih Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menjadi sorotan akibat ucapannya yang kontroversial. Sejumlah pernyataannya yang dinilai menghina Islam menuai kecaman dari penjuru dunia.
Dia juga menyatakan tidak akan menghalangi penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad S.A.W., oleh majalah Charlie Hebdo, yang menyulut amarah umat Muslim, dan mempertahankan kebebasan berpendapat.
Di sisi lain Prancis juga diguncang serangkaian peristiwa berdarah dan lonjakan kasus infeksi virus corona. Pada 16 Oktober, Prancis dikejutkan dengan pemenggalan kepala yang menimpa seorang guru bernama Samuel Paty (47) karena membahas karikatur Nabi Muhammad S.A.W., kepada murid-muridnya di sekolah tempat dia mengajar. Dia tewas di tangan Abdoullakh Abouyezidovitch (18).
Kemudian pada 29 Oktober pagi waktu setempat, penyerangan kembali terulang di Prancis. Kali ini terjadi di Gereja Notredame Basilica di Nice yang menyebabkan tiga orang tewas dan satu di antaranya dipenggal oleh pelaku.
Penyerangan terbaru terjadi di kota Lyon, di mana seorang pendeta Kristen Ortodoks Yunani, Nikolaos Kakavelaki (52), mengalami luka-luka setelah ditembak penyerang misterius. Dia diserang saat sedang menutup gerejanya pada Sabtu (31/10). Kini ia dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Sebelumnya, sejumlah kelompok dan negara-negara Islam di dunia bersitegang dengan Macron akibat pernyataannya. Pernyataan itu dimulai dari pengumuman majalah Charlie Hebdo, yang akan menerbitkan ulang karikatur Nabi Muhammad S.A.W., untuk bertepatan dengan dimulainya sidang sejumlah pelaku yang terkait dengan aksi teror penembakan pada 2015 silam.
Menanggapi hal tersebut, Macron justru mengatakan akan tetap mempertahankan kebebasan berpendapat, termasuk melalui medium karikatur. Dia mengaku tak berhak mencampuri keputusan redaksi media dalam penerbitan tersebut.
"Saya pikir, sebagai Presiden Prancis, saya tidak boleh menilai keputusan editorial, karena ada kebebasan pers yang melekat," ujar Macron pada awal September lalu.
Lantas pada 26 Oktober, Macron menulis di Twitter bahwa negaranya senantiasa menjamin kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Hal itu dia sampaikan menyusul seruan boikot produk Prancis oleh kawasan Arab dan Timur Tengah, setelah dia mengatakan Islam adalah agama yang mengalami krisis di seluruh dunia.
Saat itu, Qatar dan Kuwait menjadi negara pertama yang menggemakan aksi tersebut dan mengunggahnya di media sosial.
"Kebebasan, kami merayakannya; kesetaraan, kami menjaminnya; persaudaraan, kami menerapkannya dalam kehidupan. Tidak ada yang bisa membuat kami mundur, kapanpun," cuit Macron, seperti dikutip pada 26 Oktober lalu.
Macron menyatakan pemerintahannya akan tetap melanjutkan dan menghormati segala perbedaan di dalam perdamaian. Dia menyatakan tidak akan membiarkan ujaran kebencian dan tetap mempertahankan budaya debat untuk mempertahankan pendapat.
"Sejarah kami memperlihatkan perjuangan terhadap tirani dan fanatisme. Kami akan melanjutkannya. Kami akan tetap melanjutkan, akan tetap membela harga diri manusia dan nilai-nilai universal," ujar Macron.
Usai serangan yang terjadi di Gereja Notredame Basilica di Nice, Macron kembali melontarkan pernyataan kontroversial. Dia menyebut peristiwa itu sebagai tindakan gila teroris Islam dan menyatakan tak akan menyerah menghadapi terorisme.
"Kegilaan teroris Islam," kata Macron mengutip CNN.cnnindonesia/nor
No Comment to " Gejolak Prancis dan Silat Lidah Macron "