PEKANBARU, KORANRIAU.co - Datuk Seri Al-Azhar nampak serius menengok wajah Gulat Medali Emas Manurung yang juga serius cerita soal lika-liku Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Riau, di komplek Agro Wisata RA Kopi, di kawasan Palas, Rumbai, Pekanbaru, Riau, tadi siang.
"Hingga bulan lalu, dari 24 ribu hektar target PSR di Riau yang diberikan pemerintah pusat, baru sekitar 6.100 hektar yang terealisasi," ujar Gulat.
Padahal kalau dihitung-hitung kata Plh Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau ini, ada sekitar 348 ribu hektar dari sekitar 3,6 juta hektar kebun kelapa sawit di Riau yang musti diremajakan. Luasan yang akan diPSR ini akan terus bertambah seiring waktu.
"Luasan yang harus diremajakan tadi bukan hanya pohon kelapa sawit yang sudah tua, tapi juga tanaman yang produktifitasnya rendah lantaran kesalahan bibit, hingga tanaman yang populasi per hektarnya kurang dari 60%," rinci Ketua Umum DPP Apkasindo yang membawahi 22 provinsi ini.
Nah, di program PSR ini kata ayah dua anak ini, pemerintah melalui Badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), memberikan duit bantuan Rp30 juta per hektar lahan petani swadaya yang akan diremajakan. Angka ini naik Rp5 juta dari nilai sebelumnya. "Nilai bantuan dinaikkan, syarat dirampingkan. Ini benar-benar "strike".
Syaratnya cuma dua; legalitas lahan dan kelembagaan petaninya. Tapi anehnya, walau syarat sudah ramping, progres PSR di Riau, masih begitu saja. Padahal, kalau yang 24 ribu hektar ini bisa terealisasi, duit yang mengalir ke petani di Riau sudah Rp720 miliar," lelaki 47 tahun ini makin detil merinci.
Mendengar itu, Al-Azhar geleng-geleng kepala. "Luar biasa besarnya ya. Ini baru saya tahu soal PSR ini. Kok Pemda di Riau tidak cepat tanggap? Duit bantuan itu kan bukan duit APBD, kok tidak cepat disabet?" wajah Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (MKA-LAMR) ini nampak kecewa.
Mestinya kata Al-Azhar, kalau tangkapan imajiner seorang kepala daerah tinggi, dia akan langsung bergerak untuk memenuhi apapun supaya duit tadi bisa diterima petani di daerahnya. Bila perlu, si kepala daerah yang langsung turun sosialisasi.
"Sebab idealnya, begitulah cara si kepala daerah bersyukur lantaran tanggungjawab pembiayaan buat petani yang semestinya dari APBD daerahnya, sudah ditanggulangi pusat. Coba kalau duit sebanyak itu diharapkan dari APBD, kita tidak tahu kapan akan bisa dianggarkan, apalagi di situasi pandemi seperti sekarang," katanya.
Bantuan dana PSR tadi kata Al-Azhar, sesungguhnya bukan sekadar bantuan. Tapi ada minimal tiga misi yang terselip di sana.
"Pertama, jika petani dibantu memperbaiki kebunnya dengan cara replanting (PSR), maka si petani tidak akan berpikir untuk memperluas lahan supaya bisa mendapatkan hasil yang lebih besar. Tapi memaksimalkan lahan yang sudah ada. Intensifikasi. Misi semacam ini kan sama saja dengan membantu pemda terkait ketersediaan lahan yang semakin menipis," kata Al-Azhar.
Yang kedua kata Al, jika duit itu terguyur ke daerah, maka geliat ekonomi akan muncul di sekitar wilayah kebun yang sedang proses PSR itu.
"Pekerjaan baru muncul dan usaha-usaha kecil baru akan tumbuh. Ini sangat membantu masyarakat, khususnya di masa pandemi ini. Mestinya pemda harus terpikirkan sampai ke situ," tegasnya.
Ketiga, PSR menjadi momen bagi petani kampung untuk merasakan kesetaraan dengan petani plasma. Sebab sebelumnya, ada ketimpangan perhatian antara petani swadaya dan petani plasma yang berujung pada kecemburuan.
Tapi tak ada istilah terlambat. "Setahu saya, antusias petani untuk mengakses PSR ini sangat besar. Tapi mereka dihadang oleh sejumlah hambatan di informasi dan birokrasi. Lantaran itu saya sebagai Ketua LAM Riau menghimbau semua pemda di Riau untuk sama-sama mendukung program PSR ini," pinta Al-Azhar.
"Berikan kemudahan kepada petani mengakses PSR itu, layani sepenuh hati, jangan dihalang-halangi. Sebab ini momentum yang sangat penting bagi mereka untuk lebih sejahtera lagi ke depannya," Al menambahkan.
Kesejahteraan tadi kata Al-Azhar tidak hanya dari produksi yang kelak jauh lebih bagus. Tapi juga nilai aset petani akan membengkak.
"Tadi Pak Gulat bilang, kalau lahan tidak produktif, harganya cuma Rp40 juta per hektar. Tapi kalau sudah produktif, harganya bisa mencapai Rp150 juta per hektar. Ini kan luar biasa," ujarnya.
Pertemuan dua lelaki ini sebenarnya tidak disengaja. Sebab, tadi siang itu, Al-Azhar lagi memanen jagung di komplek Agro Wisata tadi. Jagung di lahan seluas 4 hektar itu, disebut miniatur program Jaga Kampung yang dipopulerkan oleh Kapolda Riau.
Program Jaga Kampung ini kemudian ditindaklanjuti oleh Santri Tani Indonesia yang ada di sana, mereka diberdayakan merawat miniatur Program Jaga Kampung itu dengan budidaya jagung. (rls)
No Comment to " Gulat Beberkan Peluang Pengelolaan Lahan Sawit yang Terabaikan "