KORANRIAU.co- Instruksi Presiden (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 telah ditandatangani Presiden Jokowi pada 4 Agustus lalu. Inpres ini diharapkan dapat menekan angka penyebaran Covid-19 yang belakangan justru mencapai angka tertinggi, yakni di atas 100 ribu orang positif terpapar Covid-19.
Substansi Inpres ini hakikatnya tidak jauh berbeda dari aturan yang sebelumnya telah diterapkan di PP No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, seperti menjaga jarak fisik (physical distancing), menggunakan masker, serta bergaya hidup sehat. Hal ini dapat dimaklumi karena instruksi (aanschrijvinge) dalam khazanah administrasi negara masuk kategori pseudo wetgeving atau hukum bayangan atau juga disebut sebagai peraturan kebijakan (beleid regel).
Di sisi yang lain, Inpres ini juga menunjukkan politik hukum pemerintah dalam menangani Covid-19 kembali menguat setelah sebelumnya telah mendorong kebijakan adaptasi kebiasaan baru (AKB) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Hal ini ditandai aktivitas di ruang publik kembali dibuka dengan pelbagai syarat.
Dalam Inpres 6/2020 ini, addressaat norm cukup terperinci tentang siapa bertugas apa. Sebut saja Menkopolhukam, Mendagri, Ketua Satgas Covid-19, Panglima TNI, Kapolri, serta para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Masalahnya, seberapa efektif Inpres ini di lapangan? Apa yang membedakan dengan langkah-langkah penanganan Covid-19 sebelumnya?
Konsistensi dan Koordinasi
Politik hukum pemerintah dalam penanganan Covid-19 telah dituangkan di pelbagai kebijakan yang diarahkan untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun dalam kenyataannya, angka penyebaran Covid-19 hingga awal September ini justru menunjukkan grafik yang belum melandai.
Belum lagi persoalan turunan akibat krisis kesehatan ini, seperti sektor ekonomi yang juga tak kalah serius. Antara lain pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah pekerja hingga ancaman resesi membayangi Indonesia di hari-hari mendatang ini.
Presiden melalui penerbitan Peraturan Presiden No 82 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi memberi pesan kuat tentang dua masalah prioritas yang harus segera dibereskan, yakni persoalan Covid-19 dan dalam tarikan napas yang sama persoalan ekonomi.
Pelbagai kebijakan pemerintah dalam merespons persoalan Covid-19 yang terbit sejak Maret lalu hingga kini sebenarnya yang utama dibutuhkan tak lain adalah soal konsistensi. Sejumlah aspek yakni substansi kebijakan, aparat pelaksana serta masyarakat yang ujungnya harus memberi nilai manfaat bagi publik. Kebermanfaatan kebijakan tersebut kuncinya terletak pada konsistensi.
Namun, jika dilihat praktik di lapangan, persoalan substansial dalam menekan angka penyebaran Covid-19 tidak sepenuhnya berjalan efektif. Seperti seruan menggunakan masker, menjaga jarak, termasuk mencuci tangan dengan sabun, belakangan justru tidak sama situasinya saat pertama kali Covid-19 diidentifikasi masuk ke Indonesia. Bahkan, di sejumlah daerah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah dilakukan berjilid-jilid, namun implementasi kebijakan tersebut tidak maksimal.
Tidak sedikit warga tidak lagi memakai masker. Termasuk rendahnya pengawasan aparat pemerintah di lapangan. Belum lagi mengenai masih minimnya populasi yang dites Covid-19 ini. Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuat standar tes Covid-19 yakni 1.000 per 1 juta penduduk. Hingga saat ini, baru Provinsi DKI Jakarta yang memiliki angka tertinggi dalam melakukan tes Covid-19 yakni hingga per 11 Agustus lalu mencapai 469.582 warga atau 44.133 tes per 1 juta penduduk.
Pesan penting dari pelbagai kebijakan yang telah diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19 serta pemulihan ekonomi akibat dampak turunan dari pandemi ini tak lain dibutuhkan konsistensi dan keajekan dalam perumusan kebijakan publik. Hal ini penting untuk memastikan politik hukum pemerintah dapat berjalan efektif di lapangan.
Lebih dari itu, koordinasi antarinstansi pemerintah harus semakin dikuatkan baik di level internal pemerintah pusat maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Inpres 6/2020 memberi pesan kuat mengenai kebutuhan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.detikcom/nor
No Comment to " Efektivitas Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 "