• Ekonomi Asyura

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Senin, 31 Agustus 2020
    A- A+


    KORANRIAU.co-Ada yang berbeda dalam Annual Meeting World Economic Forum yang akan digelar di Davos pada Januari 2021 ini. Pertama, acara ini ditunda sampai awal musim panas 2021. Kedua, topik pertemuan kali ini “The Great Reset”, menata ulang cara pandang ekonomi dan segala yang terkait akibat Covid.


    Ketiga, ini yang paling menarik. Klaus Schwab, Founder and Executive Chairman of the World Economic Forum berpendapat bahwa Covid-19 telah mengakselerasi transisi ekonomi dunia memasuki Revolusi Industri Keempat.


    Schwab menekankan perlunya memastikan kemajuan teknologi digital, biologi dan fisikal tetap menjadikan manusia sebagai pusat kepedulian utama, melayani masyarakat secara keseluruhan, dan memberikan akses yang sama bagi semua orang.


    Tidak ada yang kebetulan dalam dunia ini. Bahkan kebetulan itu adalah takdir Allah. Covid-19 memaksa kita melakukan pertemuan virtual, mengajarkan keseimbangan hidup work from home, mengembalikan kehangatan keluarga, menyadarkan gaya hidup sehat, mengurangi drastis sejumlah maksiat. Ekonomi memang sangat tertekan, tapi pemulihan adalah suatu keniscayaan.


    Ekonomi Cina mulai tumbuh 3,2 persen pada kuartal kedua 2020. Ada empat sektor pendorong, dua untuk menggarap ekonomi global, dua untuk ekonomi domestik. Pertama, ekspor dan impor Cina yang berbasis dolar AS mulai naik pada bulan Juni. Kedua, kegiatan manufaktur juga naik di bulan itu.


    Kombinasi dua hal itu membuat pangsa pasar ekspor Cina naik secara signifikan karena negara lain masih berkutat dengan kenaikan laju penderita Covid. Ketiga, proyek infrastruktur mulai dipersiapkan lagi. Keempat, perjalanan antar propinsi mulai dibuka.


    Ekonomi Korea Selatan di peringkat kedua dengan minus 2,9 persen. Ada dua faktor kesuksesan Korsel. Pertama, jumlah kasus baru penderita Covid menurun signifikan. Kedua, pemulihan mitra dagang utama Korsel yaitu Cina. 

     

    Dampak positif pemulihan ekonomi Cina sebagai mitra dagang utama Indonesia, belum dirasakan sebagaimana efek lokomotif yang dialami ekonomi Korsel. 

      

    Ekonomi Indonesia di peringkat ketiga dengan minus 5,32 persen. Ada lima catatan. Pertama, ekonomi Indonesia telah melemah sebelum Covid. Pertumbuhan ekonomi kuartal empat 2019 sebesar 4,97 persen, turun 40 persen menjadi hanya 2,97 persen pada kuartal pertama 2020.


    Kedua, sektor pertanian menjadi penyelamat dengan pertumbuhan 16,24 persen, angka tertinggi dari hanya tiga sektor yang tumbuh positif. Ini kabar baik karena mesin ekonomi pertanian Indonesia masih baik.


    Ketiga, sektor yang paling terpukul adalah transportasi dan pergudangan minus 29,22 persen, dan sektor akomodasi dan makan minum minus 22,31 persen. Ini juga kabar baik karena penurunan dua sektor ini akibat penerapan PSBB. Sangat penting memahami penyebab pertumbuhan minus 5,32 persen untuk menentukan kebijakan yang tepat.


    Keempat, sektor jasa keuangan minus 10,32 persen. Ini kabar kurang baik. Secara implisit menunjukkan kecilnya keterkaitan sektor jasa keuangan dengan sektor pertanian. Padahal sektor jasa keuangan paling dulu mendapat kebijakan relaksasi. Tanpa kebijakan restrukturisasi OJK mudah diduga sektor ini akan minus lebih dalam lagi.    


    Kelima, dampak positif pemulihan ekonomi Cina sebagai mitra dagang utama Indonesia, belum dirasakan sebagaimana efek lokomotif yang dialami ekonomi Korsel. Dugaan kuat penyebab utama perbedaan Korsel dan Indonesia dalam memanfaatkan efek lokomotif Cina adalah keberhasilan Korsel dalam menekan pertumbuhan kasus baru penderita Covid. Ini sangat penting.


    Dalam artikel kami “Ekonomi Pelana Kuda” diperkirakan ekonomi Indonesia akan sedikit membaik pada kuartal ketiga 2020 akibat pelonggaran PSBB, dan akan kembai turun pada kuartal keempat akibat naiknya kembali penderita Covid.


    Edy Priyono, dosen FEB-UI, dalam artikelnya “Sinyal Pemulihan Ekonomi” menyampaikan pemulihan ekonomi sangat tergantung pada pengendalian penyebaran Covid. Bukan saja kita tidak dapat memanfaatkan efek lokomotif, Priyono secara hati-hati menyampaikan pemulihan ekonomi akan semakin lambat dan lama bila Covid tidak dapat dikendalikan penyebarannya.


    Ibarat sebelum shalat kita perlu berwudhu terlebih dulu. Dalam kaidah fikih “ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib”. Hal yang wajib harus ada sebagai syarat untuk melakukan suatu yang wajib, maka syarat itu wajib pula ada. Pemulihan ekonomi Cina dan Korsel baru dapat dilakukan setelah mengendalikan wabah Covid, meskipun belum sepenuhnya terkendali.


    Dalam kaidah lain “al-wasilah ilal haram, haram”.  Suatu sarana yang memfasilitasi orang untuk berbuat haram, maka sarana itu juga haram. Bukankah yang haram akan menghalangi kita dari pertolongan Allah? Upaya pemulihan ekonomi dengan berbagai ikhtiar jangan kita kotori dengan perbuatan maksiat. Upaya Nabi Musa AS meminta pertolongan Allah melintasi Laut Merah, jangan dikotori dengan penyembahan berhala anak sapi.


    Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa Asyura. Nabi bertanya: “Puasa apa ini?”


    Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari Fir’aun. Hari ini adalah hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh di bukit al Judiy. Karena itu, Nuh dan Musa berpuasa di hari ini bersyukur kepada Allah ta’ala.”


    Rasul SAW menjawab: “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.”


    Rasul SAW dan umat Islam berpuasa Asyura. Rasulullah SAW bersabda, “Bila aku masih hidup tahun depan, insya Allah aku juga akan berpuasa tasu’a, sehari sebelum hari Asyura.”republika/nor


    OLEH ADIWARMAN A KARIM  

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Ekonomi Asyura "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com