KORANRIAU.co,PEKANBARU- Sidang dugaan korupsi proyek permukiman kawasan transmigrasi di Desa Tanjung Melayu, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) senilai Rp8,4 miliar, dengan terdakwa Juliansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Darman sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kembali digelar, Kamis (25/6/20) petang.
Kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) Muhammad Juanda Sitorus SH MH menghadirkan dua saksi yang merupakan warga penerima rumah proyek trasmigrasi itu. Kedua saksi adalah, Dedi dan Agustinus.
Dihadapan majelis hakim yang Iwan Irawan SH dibantu hakim anggota Mahyudin SH MH dan Dr Suryadi SH MH mengatakan, jika rumah yang diterimanya itu kondisinya tidak sesuai spesifikasi."Banyak yang rusak pak hakim,"katanya.
Dedi menceritakan, awalnya dia mendapat undian dengan nomor 134 dan diberi kunci oleh pihak pengelola. Namun saat ingin membuka pintu rumah yang diterimanya itu, ternyata kuncinya tidak cocok.
"Kuncinya tidak sesuai Pak hakim. Akhirnya, terpaksalah kami membongkar kunci pintu agar bisa masuk ke rumah,"paparnya.
Begitu masuk ke rumah, dia melihat atap plafon rumah tidak ada. Kemudian, antara dinding tidak ada tiang penyekat atau penyambung.
"Dinding banyak yang retak-retak. Kemudian tidak diplaster,"jelas Dedi, yang hingga kini masih tinggal di rumah itu.
Dedi juga mendengar, jika penghuni lain mengalami hal yang sama. Bahkan ada 5 rumah yang atap terbang.
Senada dengan Dedi, saksi Agustinus mengaku dinding dapur rumahnya roboh. Hal ini karena tidak adanya tiang penyambung antara batako.
"Kalau rumah saya itu Pak haki, dindingnya yang roboh. Karena banyak yang retak-retak,"terangnya.
Agustinus mengatakan, dari 146 unit rumah yang dibangun Disnakertransduk Riau, saat ini hanya sekit 70-an kepala keluarga (KK) saja yang menempati. Selebihnya, rumah itu ditinggalkan pemiliknya karena tidak betah.
Untuk diketahui, Proyek itu menggunakan biaya yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2016 yang digarap Disnakertrans Provinsi Riau. Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi masing-masing sebesar Rp24.018.503.200 dan Rp19.315.574.036 atau 80,41 persen realisasi tesebut di antaranya digunakan untuk pekerjaan pembangunan pemukiman penduduk sebanyak 146 unit dengan nilai sebesar Rp15.683.315.000.
Pengerjaan itu dituangkan dalam surat perjanjian (kontrak) antara KPA selaku PPK dengan PT BPN Nomor : 305/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 16 Agustus 2016. Nilai kontraknya Rp16.229.895.000. Jangka waktu penyelesaiannya selama 120 hari kalender dan pada 25 Desember 2016 harus sudah selesai.
Namun, dalam proses pelaksanaan pekerjaan, kontrak tadi diubah. Dari Adendum I Nomor : 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016, yaitu mengatur pengurangan pekerjaan sebesar Rp141.000.000 dan penambahan pekerjaan sebesar Rp1.710.342.000.
Sehingga mengubah nilai kontrak menjadi Rp17.799.201.000. Jangka waktu pelaksanaannya 150 hari kelender atau berakhir 13 Januari 2017. Kemudian pada Adendum II Nomor 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 22 Desember 2016, yaitu mengatur pengurangan volume pekerjaan dengan mengubah nilai kontrak menjadi sebesar Rp15.683.315.000. Pengurangan itu di antaranya adalah penyiapan lahan dari 368 hektare menjadi 160 hektare.
Pembangunan jalan desa sepanjang 2 kilometer dan jalan poros sepanjang 5 kilometer tidak jadi dilaksanakan sesuai dengan kontrak awal. Pengawas pekerjaan tersebut adalah CV Saidina Consultant. Nilainya sebesar Rp343.750.000. Proyek itu dinyatakan selesai sesuai dengan kontrak Adendum Nomor : 2158/ADD.FINAL/Disnakertransduk.P3T/2016 tanggal 3 November 2016.
Bahkan, telah diterima melalui serahterima pertama hasil pekerjaan (PHO) Nomor BA.455/DISNAKER TRANSDUK-PHO/2016 tanggal 19 Desember 2016. Tak hanya itu, pekerjaan telah dibayar sebesar Rp15.679.721.000 dengan tiga kali pembayaran pada 29 Desember 2016.
Akibat perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.8.414.259,598,30. Hal ini berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau.
Selain Juliansyah dan Darman, terdakwa lainnya yang dituntut terpisah adalah, Muhidin Saleh selaku Direktur PT Bahana Prima Nusantara (Kontraktor Pelaksana), Muliandi Sitorus selaku Direktur CV Saidina Consultant (Konsultan Pengawas) dan Gunanto selaku Pelaksana Kegiatan dengan menggunakan PT Bahana Prima Nusantara. Sementara satu lagi masih DPO yakni, Asal Tigor Pandapotan Sirait selaku Chief Inspector CV Saidina Consultant.nor
No Comment to " Korupsi Proyek Transmigrasi Rp8,4 Miliar di Inhil, Penerima Akui Rumah Rusak "