• Umroh, Corona, Islamnya Martin Bruinessen: Kabar Kejutan?

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Jumat, 28 Februari 2020
    A- A+

    KORANRIAU.co-Ada dua berita atau kabar hari ini yang membuat kaget. Pertama, ada berita keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk sementara tidak menerima kedatangan jamaah umrah dari negara-negara yang terpapar wabah virus corona. Soal ini sahabat saya Muharom Ahmad yang kini bermukim di Makkah membenarkannya. Ini untuk menginformasi berita dari laman media Saudi Gazette yang menuliskannya.

    "Ya, benar itu. Nanti saya kirimi tulisan dan video suasana Makkah akibat pelarangan kedatangan jamaah umrah dari negara yang terpapar Corona," kata Muharom yang kini tingal di Makkah.

    Di Indonesia berita soal pelarangan kedatangan jamaah umrah dari negara terpapar corona oleh Arab Saudi sudah bikin heboh. Apalagi setelah seorang pejabat Pemerintah Arab Saudi membenarkannya: Arab Saudi telah menangguhkan masuknya orang-orang yang ingin melakukan umrah atau mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah karena kekhawatiran akan penyebaran virus corona.

    Dan bagi yang paham soal sejarah penyelenggaraan umrah dan haji, pelarangan ini bukan hal pertama. Dahulu sudah pernah terjadi pada 1920-an saat wabah kolera yang terindikasi akibat sembelihan ternak para jamaah haji yang digeletakkan begitu saja dan berimbas pada kesehatan manusia. Saat itu haji dan umrah kemudian ditiadakan dengan alasan ada keadaan darurat menyebarnya wabah. Apalagi, wabah kolera saat itu sudah menyebar sampai Eropa.

    Dan untuk Indonesia pun sejarahnya juga ada. Pada tahun awal perjuangan kemerdekaan ada fatwa haram menunaikan ibadah haji oleh KH Hasyim Asyari. Pertimbangan terbitnya fatwa ini karena menyadari kondisi negara dalam keadaan genting yang akan diserang musuh kolonial. Jadi, menurut Hasyim Asyari, syarat istithaah berhaji saat itu untuk sementara tak terpenuhi, yakni terjamin perjalanan ibadahnya ke tanah suci. Soal ini pun sudah dibahas pada kitab-kitab awal fikih yang dasar atau awal kala belajar di pesantren.

    Bahkan, adanya fatwa ini membuat poster pengumumannya ditempelkan di berbagai papan pengumuman dan tembok oleh para mukimin Indonesia yang kala itu berada di Makkah. Fatwa ini berlaku sampai tahun 1950 ketika secara resmi melalui perjanjian di Konferensi Meja Bundar Den Haag, Belanda angkat kaki dari Indonesia.

    Berita lain yang tak kalah mengagetkan datang dari tulisan di NU Online. Isinya adalah soal pakar sejarah Islam Belanda yang saya kagumi dan sempat saya temui: Martin Van Bruniessen. Laman media menulis berita bertajuk, "Martin Van Bruinessen: Pengamat NU yang Akhirnya Memeluk Islam". Malah saya anggap kemampuan Martin setara dengan pakar legendarirs keislaman Belanda lainnya: Snuck Hurgonje.


    Bagi saya, jelas merasa kaget bukan main soal adanya keputusan Martin tersebut. Sama sekali tak terbayangkan bila dia mengambil pilihan seperti itu. Namun, sekilas tandanya pernah saya lihat langsung dalam pertemuan satu mobil bersama pakar Indonesia asing lain, MC Ricklefs, di Malang. Kala itu para sosok legenda penulis sejarah Islam Indonesia bersama-sama mengunjungi sebuah pesantren yang dikelola ormas Muhammadiyah. Keduanya memang terlihat hafal sekali dengan tabiat dan cara berpikir orang Islam Indonesia.

    Ziarah, Pengamat Luar Negeri Apresiasi Jasa Gus Dur
    Keterangan Foto: Martin Van Bruinessen paling kiri;
    Agar lebih jelas saya kutip saja tulisan soal Martin Van Bruneissen memeluk Islam di No Online. Tulisannya begini dengan mengawai tulisan Martin soal Islam dan pesantren kala Gus Dur masih hidup.

    “Waktunya yang terus mempertanyakan apa-apa yang telah dianggap sebagai kemapanan ilmiah membuatnya terus bertanya dan mempertahankan segala sesuatu. Ia mempertanyakan kebenaran anggapan bahwa pondok pesantren dengan kurikulum yang dikenal sekarang, dengan 14 cabang kajian yang disilabuskan Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Itmam Al-Dirayah, memang telah ada sejak zaman Wali Songo (abad ke 15 dan 14 M) itu.”

    Catatan di atas adalah cuplikan pengantar yang ditulis Gus Dur pada buku Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Gus Dur menggambarkan Martin Van Bruinessen sebagai sosok yang selalu kritis terhadap kemampuan ilmiah. Ini adalah satu sisi pribadi seorang Martin yang telah lama mengenal Islam dan Indonesia.

    Dr Martin Van Bruinessen lahir di Schoonhoven Belanda pada 1946. Belajar fisika teoritis dan matematika di Universitas Utrcht. Pada 1978 ia berhasil mempertahankan disertasi doktornya, Ahha, Shaikh and State, hasil penelitian tentang gerakan sosial keagamaan minoritas Kursi di Turki, Iran dan Irak. Dari pergumulannya dengan masyarakat Kursi inilah yang mengantarkan Martin mengenal Islam terutama pada sisi spritualnya. Dan akhirnya membawa Martin untuk mengakui kebenaran Islam.

    "Tak tanggung-tanggung, semenjak masuk Islam, Martin terus menggerus keislamannya melalui penelaahan terhadap khazanah keislaman. Dan Martin pun sadar, bahasa Arab merupakan “jendela” untuk mengkaji keilmuan Islam. Setelah menguasai bahasa Arab, Martin terus bergerak dan melanglangi samudra keislaman. Ibarat seorang Socrates yang selalu “gerah” dengan kebenaran, dalam pengembaraannya, Martin dapat memasuki wilayah kedalaman kebenaran, karena ia telah melampaui sekat-sekat logika yang parsial, menukik misteri kalbu, menyibak semesta keilahian. Dan akhirnya Martin memilih lelaki sufi sebagai jalannya.republika/nor

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Umroh, Corona, Islamnya Martin Bruinessen: Kabar Kejutan? "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com