KORANRIAU.co-Setidaknya tiga kali penulis sempat bertatap muka dengan Anwar Ibrahim di Jakarta. Uniknya ketiganya berada di tempat makan. Ada yang di sebuah mall di bilangan Cassablanka. Yang lainnya makan ‘basamo’ di Restoran Padang Natrabu yang ada di depan toko kaset legendaris, 'Duta Swara' di Jalan Sabang, Menteng.
Mentor pertemuan itu, tidak salah lagi almarhum Adi Sasono yang merupakan sahabat Anwar Ibrahim. Lazimnya Anwar datang ke Jakarta untuk suatu keperluan mulai sekedar seminar, talk show di televisi, atau untuk bertemu secara pribadi dengan para sahabatnya lainnya, seperti Taufik Ismail hingga mendiang Presiden BJ Habibie. Salah satunya adalah ketika di Indonesia muncul ‘geger’ TKI di Malaysia hingga soal sebutan pejoratif ‘indon’ kepada orang Indonesia yang berada di Malaysia. Berkat Anwar yang berbicara di depan media Indonesia polemik isu itu surut.
Yang paling diingat adalah pertemuan Anwar bersama Mas Adi (cara kami memanggil Adi Sasono) usai Pilpres 2014. Sembari menyantap makanan Padang asli (bukan rasa Padang-Jawa) yang enak di Natrabu dia berkelakar banyak. Perasaan saya Anwar sudah tahu bila Mas Adi Sasono itu pendukung berat Jokowi. Suasana santai ini makin mendukung karena masakan di sana itu sesedap makanan di Restoran Padang 'Aie Badarun' di dekat Rumah Budaya-nya Fadl Zon di Aie Angek, Padang Panjang (6 km sebelum Bukittinggi). Atau juga sama lezatnya dengan restoran masakan Padang yang ada di seberang Istana Bung Hatta dan di sudut lapangan 'Jam Gadang' Bukittinggi.
“Jokowi hebat. Dia datang dari daerah sebagai orang biasa, lalu jadi gubernur, jadi presiden. Luar biasa. Kapan Malaysia bisa seperti itu,’’ seloroh Anwar Ibrahim yang kala itu terlempar dari kekuasaan karena tersangkut hukum. Perdana Malaysia kala itu yang juga dijabat Mahatir Muhammad membawa kasusnya ke pengadilan serta kemudian Anar mendapat vonis hukum atas kasus sodomi. Anwar mendekam berapa lama dalam penjara.
Uniknya, para sahabatnya Anwar – termasuk Adi Sasono, tak percaya.’’Itu karena soal politik. Biasa,’’ ujar Adi Sasono yang juga sama-sama pengaum perdana menteri pertama RI, M Natsir.
Bahkan saking kagumnya kepada Natsir, Anwar dengan candaan di dekat Adi Sosono sempat mengucap bahwa pemikirannya seperti sungai yang jernih.’’Beda dengan Ciliwung-lah yang berair pekat itu,’’ kata Anwar sembari tertawa. Dia mengaku akrab dengan Ciliwung selain sempat tinggal di Jakarta, dahulu memang pun sempat ikut training pengkaderan HMI. Bahkan semasa kecil ibundanya dahulu sering bercerita soal Ciliwung sungai Ciliwing yang sampai sekarang terus diributkan sebagai biang banjir ibu kota.
Memang dari gestur tubuh dan cara bicara Adi Sasono terlihat jelas dia penyokong berat Jokowi. Bahkan ini kerap diungkapanya secara terbuka kepada para yuniornya misalnya DR Syahganda, Jumhur Hidayat, hingga Mahmud Rakasiwi. Omongan khas Mas Adi ketika ada yang mengkritik Jokowi begini:’’Sudahlah dia orang baik.”
Mengapa hubungan Adi Jokowi dan juga Anwar Ibrahim begitu terasa emosional. Jawabnya, ketiganya punya jejak masa lalu yang akrab. Anwar misalnya sejak muda kerap bertemu Adi yang kala itu sudah ‘digadang’ sebagai pemimpin masa depan Indonesia dan Malaysia. Kedua merupakan kader generasi muda Muslim. Tokoh lain yang harus dicatat adalah mendiang Immadudin Abdurrahim, mentor utama para aktivis Masjid Salam ITB. Tokoh cendekia lainnya adalah Nurcholish Madjid.
****
Sedangkan khusus dengan Jokowi, bagi Adi Sasono situasinya juga hampir sama dengan Anwar Ibrahim. Mungkin anda kaget bila saya katakan Jokowi itu kader Adi Sasono. Ingat dahulu pada pemilu 1999, ketika Adi mendirikan Partai Daulat Rakyat, Jokowi adalah satu pengurusnya partai ini di wilayah Solo. Adi ‘kesengsem’ sama Jokowi karena kiprah kerakyaktannya di Solo. Ini sebangun dengan impresi Adi pada ekonomi rakyat. Adi dari dahulu tak suka ekonomi yang dikuasai konglomerat.
Dan tak hanya Jokowi dan Anwar Ibrahim, Adi Sasono ternyata juga telah berjasa menyibak jalan awal Gus Dur menjadi tokoh Indonesia. Pada LSM yang didirikannya pada awal 1970-an dengan tujuan untuk menyantuni para tahanan politik —termasuk eks angggota PKI— Gus Dur itulah pertama kali beraktivitas di Jakarta dari ‘guru ngaji’ yang gemar naik vespa di Jombang. Perhatiannya kepada Gus Dur sempat dilhat saat dia jadi presiden dengan bicara memakai bahasa Inggrisnya yang medok.’’Eh dia sudah bisa bahasa Inggris to,’’ kata Adi sambil tersenyum dalam perbincangan di kantonya yang berwarna kuning di Jalan Cik Di Tiro, Menteng.
Makanya bila kemudian Jokowi sempat terpilih menjadi tokoh perubahan media yang asuhnya ‘Republika’, Adi Sasono terlihat senang bukan main. Dalam beberapa pertemuan dengan awal redaksi ekpresi dia terlihat puas. Bukti kedekatan antara Jokowi dan Adi Sasono terlihat saat dia sakit dan meninggal, Jokowi beberapa kali menjenguk dan melayatnya.
"Beliau adalah perjuangannya di bidang usaha kecil terutama di pertanian dan koperasi, merupakan sebuah perjuangan tiada henti. Sampai terakhir beliau seperti itu," kata Jokowi kala itu usai melayat jenazah Jokowi. Sayangnya, Adi tak melihat situasi yuniornya ini ketika menduduki jabatannya pada periode kedua.republika/nor
No Comment to " Anwar Ibrahim, Jokowi, Anies, M Natsir: Pergiliran Kekuasaan "