• Dari ‘Kaphe’ Ke Kafir: Istilah Yang Bikin Heboh dan Radikal?

    E d i t o r: redkoranriaudotco
    Published: Selasa, 29 Oktober 2019
    A- A+

    KORANRIAU.co-Bagi non Muslim, tak hanya di masa lalu, pada hari ini juga sebutan atau kata ‘kafir’ menimbulkan bulu kuduk meremang sekaligus dianggap cermin dari munculnya gerakan radikal. Horor. Sebutan ini sudah melintasi zaman. Bahkan sudah ada semenjak Alquran diturunkan pada 1400 silam.

    Samenjak dahulu istilah ini pun ditanggapi macam-macam. Pada sisi fiqh misalnya pun bisa bermacam-macam, setidaknya ada istilah kafir dzimmi (dilindungi) dan kafur harbi yang harus diperangi. Turunnya aturan fiqhnya pun bermacam-macam dari yang paling berat yakni menyekutukan Tuhan hingga yang paling ringan dengan berbuat maksiat.

    Dan ini lebih rumit lagi bila istilah kafir terkait dengan politik kekuasaan. Sebab, ini menyangkut eksistensi seorang penguasa. Bagi umat Islam sikapnya terbelah-belah dengan apa yang disebut penguasa ‘kafir’ tersebut. Semuanya bergradasi. Dari yang paling berat misalnya mengaku dirinya Tuhan dan lalim, hingga yang paling longgar misalnya enggan melaksanakan shalat. Alhasil, mana pihak yang mau ‘ditujukan’ dengan istilan ini pun tak tunggal.

    Bagi orang Nusantara ini sebutan kafir dari ratusan tahun silam sudah menakutkan. Di agama lain ada yang menyebut kaum pagan hingga domba yang tersesat. Namun khusus di sini sejak semula memang kata ini bersikap pejoratif atau mengundang makna negatif.

    Mengapa demikian? Semenjak dahulu kala, mana kala warga Muslim di Nusantara melakukan uzlah hingga perlawanan dengan pihak kolonial kata ini adalah sumbu dari ledakan kekerasan itu. Siapa yang menjadi penguasa kolonial identik dengan orang kafir yang harus dibarengi. Lazimnya kata ini kemudian muncul perlawanan bersenjata atau perang sabil (perang suci). Ini sudah ada sejak zaman perang Padri, perang Jawa, hingga perang Aceh.

    Diponegoro dalam Babad Jawa menabalkan perangnya sebagai perang suci melawan kafir. Kredonya begini:

    Ngantepi Islamnya samya


    
Nglampahi parentah dalil


    Ing Quran pan ayat Katal


    Namung sing Rabulngalamin


    Ing akerat punika 


    Tetepa ingkang sinuwun

    (Semua orang memegang teguh Islam 


    Menjalankan perintah dalil


    Ayat Qital dalam Al Quran


    Hanya kasih Rabbul’alamin


    Di akhiratlah 


    Yang tetap dimohon)

    Tak hanya Diponegoro dan Muslim Jawa kala itu, dalam perang Aceh sebutan kata ‘kafir’ juga lazim. Kata itu ada di dalam syair Prang Sabi  karya ulama Teungku Chik Pante Kulu, seorang ulama besar yang hidup sezaman dengan Teungku Chik di Tiro
    Syair ini ditulis dalam pelayaran selama pulang dari Makkah ketika menunaikan ibadah haji.

                             
    Berikut beberapa bait syair ditranskipsi dari Naskah Prang Sabi koleksi Museum Negeri Aceh, Banda Aceh:

    Waktu kafir menduduki negeri
    Semua kita wajib berperang
    Jangan diam bersunyi diri
    Di dalam negeri bersenang-senang

    Di waktu itu hukum fardhu ain
    Harus yakin seperti sembahyang
    Wajib kerjakan setiap waktu
    Kalau tak begitu dosa hal abang

    Tak sempurna sembahyang puasa
    Jika tak mara ke medan perang
    Fakir miskin, kecil dan besar
    Tua, muda, pria dan wanita

    Yang sanggup melawan kafir
    Walaupun dia budaknya orang
    Hukum fardhu ain di pundak kita
    Meski tak sempat lunaskan hutang
    Wajib harta disumbangkan
    Kepada siapa yang mau berperang.republika/nor

    Subjects:

    Kolom
  • No Comment to " Dari ‘Kaphe’ Ke Kafir: Istilah Yang Bikin Heboh dan Radikal? "

INFO PEMASANGAN IKLAN HUB 0812 6670 0070 / 0811 7673 35, Email:koranriau.iklan@gmail.com