Rakit batu karang yang ditemukan di Pasifik barat daya pada 2012. |
Lembaran besar batu vulkanik yang mengambang itu
pertama kali ditemukan oleh seorang nelayan pada 9 Agustus, beberapa
hari setelah gunung api bawah laut di dekat Pulau Pasifik Tonga diyakini
meletus, menurut NASA Earth Observatory.
Beberapa hari kemudian, para pelaut Australia yang
menuju ke Vanatu menggunakan ROAM catamaran. Mereka mengatakan menemukan
batu-batu vulkanik yang terbuat dari batu apung, dengan ukuran mulai
dari sebesar marmer sampai ukuran bola basket sehingga air tidak dapat
terlihat.
Awak ROAM, Michael dan Larissa Hoult mengatakan pada CNN
bahwa mereka telah berada di laut selama 10 hari sebelum bertemu dengan
materi mengambang berwarna abu-abu itu pada suatu malam.
“Sebenarnya itu sangat menakutkan,” kata Larissa.
“Seluruh lautan berwarna matte, kita tidak bisa melihat pantulan bulan
di air,” tambahnya.
“Batu-batu itu mendekat ke arah kami, jadi kami tidak
bisa melihat jejak kami sema sekali. Kami hanya bisa melihat ujungnya
yang kembali manjadi air biasa, air yang bercahaya, di malam hari,”
ungkap Michael. Ia mengatakan mereka bisa melihat batu itu dari segala
arah.
“Itu adalah misteri, kami tidak tahu seberapa dalam itu,
jika kami berlayar di atas gunung berapi yang aktif pada saat itu.
Tampaknya seperti akan ada lebih banyak yang muncul, meluap dari bawah,”
kata Larissa
.
.
Batu apung, yang berisi lubang dan rongga, mengapung
seperti gunung es, dengan sekitar 90 persennya berada di bawah air dan
10 persen di atas air, jelas pasangan itu.
Batu apung itu diperkirakan akan hanyut bersama dengan
arus turun ke pantai Australia selama 7-10 bulan ke depan. Para ilmuwan
percaya batu apung itu dapat memberikan dampak positif pada
mikroorganisme di sana.
Itu karena batu apung dapat bertindak sebagai rumah bagi
organisme laut untuk bersarang. Ketika batu apung berjalan menuju Great
Barrier Reef, kehidupan laut yang melekat akan berjalan juga,
berpotensi membawa beragam koloni baru dari teritip, karang, dan banyak
lagi.
Pada tahun 2012, penelitian yang dilakukan oleh Profesor
dari Universitas Teknologi Queensland, Scott Bryan dan yang lain,
menemukan bahwa rakit batu apung adalah salah satu cara agar laut dapat
mendistribusikan kembali beragam kehidupan laut, setelah terjadi
peristiwa vulkanik bawah laut yang serupa sebelumnya. “Letusan bulan ini
dapat memiliki efek positif yang serupa,” kata Bryan.
Berbicara kepada Australian Broadcasting Corporation
(ABC) pada hari Jumat (23/8/2019), Bryan mengatakan bahwa rakit batu
apung adalah mekanisme alami bagi spesies untuk menjajah, mengisi
kembali, dan tumbuh di lingkungan baru. “Itu hanya salah satu cara agar
alam dapat membantu mempromosikan regenerasi,” jelasnya. Ia juga
mengatakan bahwa fenomena alam ini terjadi setiap lima tahun.
Bryan mengatakan kepada ABC bahwa ketika rakit batu
apung tiba di garis pantai Australia selama tujuh sampai 12 bulan ke
depan, batu apung itu akan ditutupi oleh berbagai organisme ganggang dan
teritip dan terumbu karang dan kepiting dan siput dan cacing.
“Ini adalah cara bagi karang muda yang sehat untuk secara cepat diperkenalkan ke Great Barrier Reef,” katanya.
Pada tahun 2016 dan 2017, gelombang panas laut yang
disebabkan oleh perubahan iklim mengakibatkan pemutihan massal, yang
menewaskan sekitar setengah dari karang di Great Barrier Reef, bersama
dengan banyak karang lainnya di seluruh dunia. (fay/indopos)
No Comment to " Temuan Batu Apung di Pasifik Bisa Sembuhkan Great Barrier Reef di Australia "