KORANRIAU.co, PEKANBARU- Sidang kasus tindak pidana korupsi kredit Bank Riau Kepri (BRK) Kantor Cabang Pembantu (Kacapem) Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu, dengan kerugian negara sebesar Rp32 miliar, kembali digelar Kamis (1/8/19) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Kali ini agenda sidang mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) DR Apriliani Purba SH MH atas nota keberatan (eksepsi) yang diajukan Iwat Endri SH selaku pengacara terdakwa Herry Aulia Mudtaqien. Baik jaksa dan pengacara 'berebut hati' hakim untuk mengabulkan permohonannya pada putusan sela mendatang.
Dalam tanggapannya, JPU Apriliani menegaskan jika keberatan pengacara terdakwa atas dakwaan jaksa yang dinilai tidak jelas adalah tidak tepat. "Dakwaan telah sesuai dengan tiga kriteria yakni jelas, cermat dan lengkap,"kata jaksa.
Menurut JPU, dakwaan telah disusun jaksa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku."Oleh karena itu, kami meminta majelis hakim untuk menolak nota keberatan yang diajukan kuasa hukum terdakwa,"pintanya.
Pada sidang sebelumnya, pengacara terdakwa Iwat Hendri menyatakan jika dakwaan yang disusun JPU tidak jelas dan tidak lengkap. Dia menilai, dakwaan JPU tidak dapat diterima karena tidak menerangkan secara pasti keterlibatan dan peran terdakwa.
"Sehingga terkesan dipaksakan untuk melibatkan terdakwa dalam suatu perbuatan yang tidak dilakukannya. Kami minta majelis hakim untuk tidak menerima surat dakwaan dan harus dibatalkan demi hukum,"sebut Iwat.
Atas eksepsi pengacara terdakwa dan tanggapan jaksa tersebut, majelis hakim yang dipimpin Saut Maruli Tua Pasaribu SH akan mempertimbangkannya. Sidang dengan agenda putusan sela itu ditunda pada Selasa (6/8/19) pekan depan.
Untuk diketahui, dalam kasus ini JPU menghadirkan empat terdakwa. Keempatnya adalah, Ardinol Amir (mantan Kepala Bank Riau-Kepulauan Riau (BRK) Capem Dalu-Dalu), Zaiful Yusri, Syafrizal dan Heri Aulia sebagai analis kredit.
Dugaan korupsi yang dilakukan para terdakwa terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana penyaluran kredit yang diduga fiktif itu, berupa kredit umum perorangan yang dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur.
Mayoritas para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Pimpinan BRK Cabang Dalu-dalu saat itu.
Namun Kenyataannya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.
Belakangan diketahui kredit itu macet. Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit.
Akibat penyimpangan dalam penyaluran kredit tersebut, keempat terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. nor
No Comment to " Sidang Kredit Fiktif BRK Rp32 Miliar, Jaksa dan Pengacara 'Berebut Hati' Hakim "