(internet) |
"Kami sangat mendukung BPK melakukan
audit (pengadaan beras impor 2018, Red)," ujar Dewi Anggraeni, peneliti
ICW (Indonesia Corruption Watch) kepada INDOPOS di Jakarta, Kamis
(1/8/2019).
Dia menambahkan, pihaknya sejauh ini
telah mengkaji laporan audit BPK sebelumnya, terkait temuan dari Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan
Tata Niaga Impor Selama 2015-Semester I 2017. ”Tata niaganya buruk
dalam penetapan keputusan alokasi impor dan evaluasi realisasi
impornya," tegas Dewi.
Suparji Ahmad, pengamat hukum
antikorupsi juga turut mendukung BPK untuk mengaudit beras impor
pengadaan 2018 tersebut. Ini diperlukan untuk membongkar adanya dugaan
penyimpangan beras yang menumpuk di Bulog. Tentunya dengan melihat
faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan adanya penumpukan beras
tersebut. ”Jika ditemukan adanya penyelewengan kerugian negara, maka
dapat terkena tindak pidana korupsi,” tandasnya pada INDOPOS, Kamis
(1/8/2019).
Jika melihat dugaan kasusnya nanti,
sambung Suparji, sangat tergantung unsur mana yang terpenuhi. "Ada nggak
unsur memperkaya diri, penyalahgunaan wewenang, korporasi, dan yang
menyebabkan kerugian negara," ulasnya.
Meski demikian, lanjut Suparji, pelaku
bisa dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 tentang Undang Undang Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) dengan ancaman maksimal 20 tahun kurungan.
Disebutkannya, Pasal 2 ayat (1) UU
Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana
dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan
denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Kemudian Pasal 3 menyebutkan setiap
orang yang dengan tujuan mengguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangannya, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat tahun dan paling lama 20 tahun dan
denda paling sedikit Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Pada Pasal 3, tentang UU Tindak
Pidana Korupsi, dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup karena
menyebabkan kerugian keuangan negara. Lalu apalagi yang digunakan
semisal dalam situasi pemberian bantuan bencana, ada yang diselewengkan
di situ. Kemudian melihat faktor-faktor yang menyebabkan kerugian negara
itu sendiri. "Jadi kita dukung DPR RI untuk mendorong BPK RI untuk
mengaudit pengadaan impor beras pada 2018 itu," jelasnya.
Suparji menambahkan, untuk beras impor
belum ada contoh kasusnya. Tapi untuk impor daging dan komoditi lainnya
sudah ada. Contohnya, kasus suap daging sapi impor yang terjadi pada
awal 2013 terkait pengaturan kuota sapi impor menjadi 8.000 ton.
Tercatat uang sebesar Rp 1,3 miliar digunakan untuk penyuapan yang
akhirnya berujung pada hukuman penjara. Kasus ini melibatkan saksi yang
berasal dari individu, pihak swasta dan pemerintah, mulai dari Elda
Devianne Adiningrat, Thomas Sembiring, menteri pertanian Suswono bahkan
hingga artis Ayu Azhari dan model Vitalia Shesya. Atas kasus tersebut
KPK melakukan penyitaan sejumlah barang terkait kasus suap daging sapi
impor.
Setelah melalui berbagai rangkaian
proses penyidikan, KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang saat itu menjabat sebagai
Presiden PKS dan anggota DPR Periode 2009-2014, Ahmad Fathanah serta
pihak Indoguna Utama yang terdiri dari Arya Abdi Effendi, Juard Effendi
serta Maria Elizabeth Liman. Latar belakang sebagai Presiden PKS dan
perannya untuk mempengaruhi Menteri Pertanian Suswono kala itu plus
kasus pencucian uang menjadikan Luthfi sebagai aktor utama dari kasus
ini. Pun dengan Fathanah yang tersandung kasus pencucian uang. Alhasil
keduanya menerima hukuman paling berat di antara semua tersangka, yakni
hukuman penjara selama 16 tahun
Terkait stok beras dalam negeri, dalam
suatu kesempatan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pernah
menegaskan bahwa pasokan beras nasional di Bulog masih cukup besar,
bahkan stok beras nasional cukup sampai dengan tahun depan. "Kami
berterima kasih untuk petani-petani Indonesia, sekarang gudangnya sudah
penuh. Bulog juga terima kasih sudah berkerja keras, menyerap hasil
petani. Dan hasilnya ini kita syukuri, ini semua atas arahan Presiden
Jokowi. kita membangun infrastruktur selama empat tahun hasilnya kita
nikmati hari ini," ujarnya.
Menurut Amran, semua beras merupakan
jenis lokal, dimana seluruhnya adalah hasil produksi petani lokal. Dia
pun memastikan bahwa kualitas yang ada masuk dalam posisi tinggi karena
benih yang digunakan adalah benih unggulan. "Ini beras unggulan hasil
produksi petani yang sangat bagus karena benih yang ditanam merupakan
benih unggulan," katanya.
Amran mengatakan, pembangunan
infrastruktur selama empat tahun terakhir untuk pertanian bertujuan
meningkatkan indeks pertanaman sehingga petani bisa panen lebih dari
satu kali bahkan samai tiga kali panen dalam setahun.
Hanya dengan meningkatkan infrastruktur
pertanian, mulai dari perbaikan jaringan irigasi, penyediaan alat mesin
pertanian (alsintan), benih unggul dan pupuk ini semua merupakan proses
untuk peningkatan produktivitas.
Rastra sampai Agustus
Kepala Perum Bulog Sulawesi Tengah
Miftahul Ulum mengatakan, beras untuk warga Prasejahtera (Rastra) yang
selama ini diperuntukkan bagi masyarakat miskin hanya disalurkan sampai
jatah Agustus 2019. "Berdasarkan penugasan pemerintah, Rastra disalurkan
sampai bulan ini saja," katanya di Palu, Kamis (1/8).
Selanjutnya, lanjut dia, program sosial
dari Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut akan menggunakan kartu
Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan berlaku di seluruh daerah di Tanah
Air.
Program kartu BPNT pengganti rastra
melalui e-Warung yang akan disediakan pemerintah di setiap desa dan
keluarahan. Warga yang mengantongi kartu BPNT tersebut hanya bisa
berbelanja sesuai dengan nilai bantuan yang ada dalam voucher BPNT.
Meski Bulog hanya menyalurkan rastra
sampai Agustus 2019 ini, namun pengadaan beras untuk kebutuhan stok
nasional di daerah-daerah, termasuk di Provinsi Sulteng tetap berjalan
seperti biasanya.
Bulog, katanya, tetap gencar membeli
beras petani untuk memperkuat ketersediaan beras baik sebagai cadangan
beras bencana alam maupun mendukung kegiatan operasi pasar (OP) jika
terjadi gejolak harga pada kebutuhan pangan dimaksud di pasaran.
Menjawab pertanyaan, Bulog masih tetap
menyalurkan beras melalui e-warung sesuai dengan kebutuhan untuk
memenuhi permintaan warga yang memiliki kartu BPNT. e-Warung akan hadir
di seluruh desa dan kelurahan di masing-masing kabupaten/kota di
Sulteng. "Hanya saja apakan dalam waktu singkat ini e-warung sudah bisa
hadir di desa," katanya sebab belum semua desa di Sulteng yang sudah ada
infranstruktur seperti listrik dan jaringan internet.
Sementara kartu/voucher BPNT
penggunaannya sama dengan kartu ATM. Berarti alatnya harus tersedia.
Butuh listrik dan juga jaringan internet," ujarnya.
Menurut dia, Bulog pada dasarkan siap
untuk memasok beras ke e-Warung sesuai dengan permintaan dan harga
penjualan yang telah ditetapkan pemerintah. Meski Bulog tidak lagi
menyalurkan rasta seperti selama ini, namun tetap melakukan pembelian
beras petani dengan mengacu kepada standar kualitas dan harga yang telah
ditetapkan pemerintah.
Soal pengadaan, lanjut Mifahul, Bulog
tetap membeli beras petani berapapun stok yang ada, tetapi tentu sesuai
dengan kualitas yang ditetapkan."Bulog tidak mungkin membeli beras
petani dibawah kualitas yang telah ditetapkan," tegas dia.
Hingga posisi Juli 2019 ini, Bulog sudah
membeli sekitar 13.000 ton beras petani atau sekitar 43 persen dari
target/pronogsa yang ditetapkan oleh pemerintah melalui BUMN tersebut.
Sebelumnya, Perum Bulog mengklaim tidak
terjadi ‘over’ atau lebih kapasitas beras di gudang. Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) ini memiliki gudang dengan kapasitas lebih dari 3 juta
ton. Sementara impor beras pada awal 2018 lalu hanya 1,7 hingga 1,8 juta
ton. Meskipun, pada saat yang sama ada peningkatan beras dari dalam
negeri atau beras lokal.
”Itu (beras impor, Red) kan juga
disalurkan pada 2018. Jadi tidak banyak yang masuk dalam gudang Bulog,”
ungkap Awaludin Iqbal, sekretaris perusahaan (sekper) Bulog kepada
INDOPOS, Rabu (31/7/2019).
Dia menerangkan, beras impor dan beras
produksi dalam negeri menjadi stok Bulog. Stok beras tersebut digunakan
untuk penyaluran secara rutin setiap tahun. Seperti untuk Program Beras
Sejahtera (Rastra), Operasi Pasar (OP), dan Ketersedian Pasokan
Stabilisasi Harga (KPSH). ”Pada 2018 lalu jumlahnya lebih dari 1 juta
ton. Ini penyaluran rutin, tergantung dari kondisi yang diperlukan,”
ungkap Awaludin.
Namun, saat dikonfirmasi, Awaludin tidak
mengetahui jumlah persis penyaluran beras pada 2018. Ia memastikan
penyaluran beras pada 2018 merupakan kegiatan rutin Bulog saja. ”Jadi
serapan beras dari lokal dan pengadaan beras dari luar negeri seluruhnya
digunakan untuk kegiatan atas permintaan dari pemerintah,” terangnya.
(wok/ibl/ant/indopos.co.id)
No Comment to " Dukungan Audit Mengalir, Soal Beras Impor 2018, Tata Niaga Buruk "