Salah satu
adegan dalam lakon “Padang Perburuan”
oleh Lembaga Teater Selembayung, naskah dan sutradara Fedli Azis. (Foto: Koran Riau/ Taufik Ikram Jamil)
|
KORANRIAU.co, PEKANBARU
- Kekayaan sumber daya alam memang tidak paralel dengan keadaan kondisi
masyarakatnya. Pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Kotopanjang,
Kampar, adalah contoh bagaimana kekayaan alam Riau kurang dapat dinikmati
masyarakat tempatan.
Hal itu
merupakan salah satu benang hijau dalam pementasan teater bertajuk “Padang
Perburuan” oleh Lembaga Teater Selembayung, di Taman Budaya Riau, hari Ahad
(27/1/19). Tampil dua sesi yakni pukul 16.00 dan 20.00, pertunjukan ini ditulis
dan disutradara oleh Fedli Azis.
Dalam
pertunjukan itu, Fedli memperlihatkan bagaimana pembangunan PLTA Kotapanjang
menenggelamkan sejumlah desa. Ini menyebabkan ratusan ribu masyarakat harus dipindahkan dengan matlamat
harus memulai sesuatu dari baru. Padahal, waduk itu sendiri dibangun untuk
suatu keperluan ekonomi yang besar.
Tentu saja
sesuatu yang baru pasti menimbulkan
kertidanyamanan. Malahan sebagaian besar dari mereka hidup susah
dibandingkan sebelumnya, manakala tanah gersang di mana-mana, malah beracun
yang juga dapat disimbolkan sebagai hancurnya sumber ekonomi warga.
Lebih dari itu,
pembangunan tersebut mengancam situs budaya yakni Candi Muara Takus. Setelah
melakukan suatu pergerakan, peninggalan tersebut dapat diselamatkan.
Fedli mengolah
semua itu di samping dengan narasi, juga dalam bentuk seni yang lain
sebagaimana lazimnya pertunjukan teater. Ia menggunakan bunga silat Kampar
untuk gerakan-gerakan pelakon. Begitu juga ilustrasi musiknya.
Dibantu dengan
penataan cahaya, Fedli mampu menghadirkan berbagai imej yang menekan. Misalnya
saat ia menggambarkan air yang menenggelamkan kampung-kampung, Ia gunakan lampu
dengan warna menghijau, disambut dengan rintihan pemainnya.
No Comment to " Padang Perburuan” Masih Memburu "