Oleh : Triandi Bimankalid SH
Pekanbaru - Indonesia notabenenya adalah negara besar dengan kekayaan alam yang melimpah.
Secara demografi indonesia mempunyai keunggulan dari segi jumlah penduduk dan mempunyai akar yang kuat dalam bingkai toleransi dan tenggang rasa yang termaktub pada sila-sila Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Sudah 73 tahun kita komit untuk bernegara dan tepat momentum 90 tahun kita menjadi bangsa yang bersatu. Indonesia hari ini terus diuji dengan pertanyaan dari berbagai sudut pandang.
Apakah dalam kondisi diam atau berjalan ditempat? Atau sebaliknya?. Indonesia memang telah melewati ujian eksistensial terberatnya namun seberapa kuat “syaraf” bangsa ini menanggung beban ketengangan psikologis itu?
Salah satu isu internal adalah, meminjam istilah Anis Matta, ada “ketegangan” antara Islam (atau agama) dengan kemordenan dan keindonesiaan. Mengenai relasi islam dan negara serta transisi menuju Demokrasi. Salah satu masalah modernisasi didunia islam adalah benturan budaya yang belum sepenuhnya selesai.
Negara tidak dapat menyelesaikan benturan budaya ini dengan pendekatan struktural. Karena dari banyak pengalaman malah berujung pertempuran dan merugikan kedua belah pihak.
Konsensus dan hubungan yang lebih konstruktif antara agama dan negara membuat makna keindonesiaan makin hidup. Keindonesiaan bukan untuk dipertentangkan dengan keIslaman; begitu juga keislaman tidak untuk dipertentangkan dengan kemordenan. Kemordenan merupakan hasil dan sekaligus pemicu perkembangan pengetahuan yang menjadi alat untuk menghasilkan kesejahteraan. Hidup yang sejahtera adalah salah satu tujuan dan cita-cita Indonesia Merdeka.
Agama, dalam hal ini Islam, memberi orientasi berdasarkan nilai fundamental perdamaian dan keselamatan. Individu tidak perlu merasa terasing dari akar eksistensinya karena ada agama yang akan memberikan arah. Agama menjadi sebab percepatan kemajuan, bukan penghambat. Karena adanya nilai-nilai Universal tentang kewajiban menuntut ilmu, berkolaborasi, dan mengusahakan kesejahteraan.
Untuk ke arah seharusnya, Indonesia harusnya bisa jadi peringkat kelima dunia
Indonesia harus mempunyai arah baru untuk menjadi peringkat kelima di dunia. Sebab itu, Indonesia butuh pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, kita butuh perangkat pengetahuan untuk bisa terbang tinggi.
Arah Baru Indonesia adalah murni gerakan intelektual yang digagas oleh orang-orang muda dan bukan sempalan partai politik manapun.
Orang-orang yang mengusung gagasan Arah Baru Indonesia tidaklah dipersiapkan hanya untuk menghadapi pemilu. Tetapi dipersiapkan untuk mengemban beban sejarah, dia bukan di-create untuk menghadapi Pilkada dan Bicara teknis Politik, tapi dia bermain di ranah lebih luas bernama "Ruang Narasi" dan ideologi.
Arah Baru Indonesia adalah manusia manusia yang menitikberatkan pemikiran rasional agar lebih dominan daripada emosi, entitas Islam politik ini memenangkan intelektualitasnya diatas nalar kecil sederhana yang sering menjebak dalam pola pikir destruktif
Orang-orang yang terhimpun dalam Ide Narasi Arah Baru Indonesia juga tidak menyibukkan diri dengan debat debat kusir, baik melawan sesama islam apalagi disibukkan melawan sesama teman seperjuangan.
Kini, kerja keras kita harus difokuskan untuk mentrasformasikan Indonesia menjadi entitas peradaban sehingga kita dapat menjadi kekuatan arus utama yang ikut berperan menata masalah umat manusia di muka bumi ini. Insya Allah.(**)
Penulis merupakan Mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Riau
Pekanbaru - Indonesia notabenenya adalah negara besar dengan kekayaan alam yang melimpah.
Secara demografi indonesia mempunyai keunggulan dari segi jumlah penduduk dan mempunyai akar yang kuat dalam bingkai toleransi dan tenggang rasa yang termaktub pada sila-sila Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Sudah 73 tahun kita komit untuk bernegara dan tepat momentum 90 tahun kita menjadi bangsa yang bersatu. Indonesia hari ini terus diuji dengan pertanyaan dari berbagai sudut pandang.
Apakah dalam kondisi diam atau berjalan ditempat? Atau sebaliknya?. Indonesia memang telah melewati ujian eksistensial terberatnya namun seberapa kuat “syaraf” bangsa ini menanggung beban ketengangan psikologis itu?
Salah satu isu internal adalah, meminjam istilah Anis Matta, ada “ketegangan” antara Islam (atau agama) dengan kemordenan dan keindonesiaan. Mengenai relasi islam dan negara serta transisi menuju Demokrasi. Salah satu masalah modernisasi didunia islam adalah benturan budaya yang belum sepenuhnya selesai.
Negara tidak dapat menyelesaikan benturan budaya ini dengan pendekatan struktural. Karena dari banyak pengalaman malah berujung pertempuran dan merugikan kedua belah pihak.
Konsensus dan hubungan yang lebih konstruktif antara agama dan negara membuat makna keindonesiaan makin hidup. Keindonesiaan bukan untuk dipertentangkan dengan keIslaman; begitu juga keislaman tidak untuk dipertentangkan dengan kemordenan. Kemordenan merupakan hasil dan sekaligus pemicu perkembangan pengetahuan yang menjadi alat untuk menghasilkan kesejahteraan. Hidup yang sejahtera adalah salah satu tujuan dan cita-cita Indonesia Merdeka.
Agama, dalam hal ini Islam, memberi orientasi berdasarkan nilai fundamental perdamaian dan keselamatan. Individu tidak perlu merasa terasing dari akar eksistensinya karena ada agama yang akan memberikan arah. Agama menjadi sebab percepatan kemajuan, bukan penghambat. Karena adanya nilai-nilai Universal tentang kewajiban menuntut ilmu, berkolaborasi, dan mengusahakan kesejahteraan.
Untuk ke arah seharusnya, Indonesia harusnya bisa jadi peringkat kelima dunia
Indonesia harus mempunyai arah baru untuk menjadi peringkat kelima di dunia. Sebab itu, Indonesia butuh pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, kita butuh perangkat pengetahuan untuk bisa terbang tinggi.
Arah Baru Indonesia adalah murni gerakan intelektual yang digagas oleh orang-orang muda dan bukan sempalan partai politik manapun.
Orang-orang yang mengusung gagasan Arah Baru Indonesia tidaklah dipersiapkan hanya untuk menghadapi pemilu. Tetapi dipersiapkan untuk mengemban beban sejarah, dia bukan di-create untuk menghadapi Pilkada dan Bicara teknis Politik, tapi dia bermain di ranah lebih luas bernama "Ruang Narasi" dan ideologi.
Arah Baru Indonesia adalah manusia manusia yang menitikberatkan pemikiran rasional agar lebih dominan daripada emosi, entitas Islam politik ini memenangkan intelektualitasnya diatas nalar kecil sederhana yang sering menjebak dalam pola pikir destruktif
Orang-orang yang terhimpun dalam Ide Narasi Arah Baru Indonesia juga tidak menyibukkan diri dengan debat debat kusir, baik melawan sesama islam apalagi disibukkan melawan sesama teman seperjuangan.
Kini, kerja keras kita harus difokuskan untuk mentrasformasikan Indonesia menjadi entitas peradaban sehingga kita dapat menjadi kekuatan arus utama yang ikut berperan menata masalah umat manusia di muka bumi ini. Insya Allah.(**)
Penulis merupakan Mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Riau
No Comment to " Arah Baru Indonesia Islam Nasionalis, Demokrasi dan Kesejahteraan "