Sastrawan ternama Indonesia asal Riau, Sutardji Calzoum Bachri (peci putih) menerima tepak sirih saat peminangan gelar adat kehormatan LAMR, Kamis malam (27/9/2018). (foto: Istimewa) |
KORANRIAU.co, Jakarta -- Rombongan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR)
sangat terkesan dengan antusiasnya sastrawan terkemuka Indonesia dalam 40 tahun
terakhir, Sutardji Calzoum Bachri (SCB), menyambut lamaran LAMR untuk
memberikan gelar adat kehormatan padanya, Kamis malam (27/9/2018). “Kami bangga
jadinya,” kata salah seorang dari rombongan tersebut, Datuk H Khaidir Akmalmas.
Bagaimana tidak. Semula SCB mau menemui rombongan LAMR di
mana mereka menginap selama di Jakarta. Tetapi kemudian ia diberi tahu bahwa
justeru rombongan harus ke rumahnya di Bekasi. Tak pelak lagi, sastrawan yang
dijuluki presiden penyair itu menunggu sampai tertidur karena rombongan,
sebagaimana biasanya Jakarta, juga diadang macet. Jelang pukul 21.00, baru
rombongan tiba di rumah SCB.
“Peminangan itu pun dilangsungkan antara lain dengan
menyuguhkan sirih kepada SCB,” ujar Khaidir Akmalmas yang didampingi Taufik
Ikram Jamil, sedangkan Yoserizal Zen berlaku sebagai pendamping SCB. Orang yang
disodorkan sirih itu langsung mengambil selembar sirih dan bertanya macam-macam
berkaitan dengan sirih tersebut.
Oleh karena rombongan tidak membawa kacip dengan alasan
penerbangan, SCB agak kewalahan memecahkan pinang dan gambir. Tapi dia segera
mengambil gunting dari dapur yang dibantu anaknya Nila Seraiwangi. Tak lupa
mencolet kapur ke sirih, dia pun cekatan melipat sirih dan menyungamnya ke
dalam mulut.
“Wah, ini sedap ni, segera akan memerah,” kata SCB serius.
Tapi tak lama kemudian, dia minta sirih lagi sampai dua kali yang pada akhirnya
ia mengatakan, apakah benda-benda dalam tepak bisa ditinggalkan daripada harus
dibawa pulang ke Pekanbaru. Secara serentak pula, rombongan LAMR mengiyakan
sekaligus merasa bersyukur karena permintaan tersebut.
Ia juga lalu sibuk memenuhi permintaan rombongan LAMR
berkaitan dengan ukuran baju, seluar, dan peci. Ia mematut-matut beberapa baju
dan seluar serta memperlihatkannya kepada rombongan LAMR. Dikeluarkannya pula
sejumlah peci dan bersama-sama membelik-belik nomor yang tertera di peci
tersebut sebagai ukuran untuk tanjak.
SCB mengatakakan sangat berterima kasih atas keputusan LAMR
memberikan gelar adat kehormatan kepadanya. Untuk itu, ia akan membawa anak dan
isterinya ke Pekanbaru, mendampinginya dalam penabalan gelar adat itu kelak.
“Insya Allah, saya juga akan persiapkan semacam pidato untuk acara itu,
berkaitan langsung dengan dunia yang saya geluti, puisi,” katanya.
Tentu, bagi mereka yang terbiasa dengan pergaulan sastrawan,
sikap SCB saat menyambut rombongan LAMR itu sebagai sesuatu yang luar biasa. Ia
menggunakan kemeja dan peci putih maupun hitam, padahal sehari-hari ia dikenal
tidak lepas dengan kaos maupun jaket. Ia malahan minta diterangkan prosesi adat
yang diberlakukan kepadanya sehingga ia bisa mengikutinya dengan saksama dan
tidak salah berbuat.
Tak lupa ia sedikit menyesalkan LAMR mengapa tidak memberi
tahu lebih awal rencana tanggal acara penabalan gelar adat yakni tanggal 24
Oktober. “Wah, saya dah terjanji dan mengiyakan pula acara di Banda Neira.
Bagaimana ini ya,” katanya yang kemudian langsung lega setelah dberi tahu bahwa
acara penabalan bisa diundurkan.
Setelah dirundingkan dengan mempertimbangkan berbagai hal,
penabalan dilaksanakan hari Rabu, 7 November 2018 di Pekanbaru.
Gelar adat kehormatan LAMR sudah diberikan kepada tujuh
orang sejak tahun 1970 dan Sutardji merupakan orang kedelapan. Terbaru sebelum
ini, gelar adat kehormatan LAMR diberikan kepada Ustdz Abdul Somad (UAS).
Selain UAS, di antara penerima gelar adat kehormatan ini adalah Susilo Bambang
Yudhoyono, Hamengkubuwono IX, dan Rida K Liamsi.
“Sebutan gelarnya yang menunjukkan bidang jasa SCB, masih
dibicarakan di LAMR. Tapi jelas pada awal gelar itu memakai Datuk Seri,” kata
Sekretaris Umum Majelis Kerapatan Adat (Sekum MKA) Datuk H Taufik Ikram Jamil,
yang juga ikut dalam rombongan LAMR meminang SCB untuk gelar adat terebut.
Gelar adat kehormatan diberikan kepada SCB karena ia memberi
sumbangan luar biasa bagi kemajuan sastra Indonesia dan khususnya Riau. Lahir
di Rengat, 24 Juni 1941, dengan memanfaatkan tradisi Melayu Riau sejak
tahun70-an, ia menjadi sastrawan utama Indonesia.
Ia telah memperoleh berbagai penghargaan termasuk dari
pemerintah Indonesia, Thailand, dan perkumpulan sastrawan Asean. Ia mewakili
Indonesia dalam berbagai kegiatan sastra di dunia. Buku puisinya yang terkenal
adalah ‘O Amuk Kapak’. (Abs)
No Comment to " Sutardji Dilamar LAMR, Isi Tepak pun Ditinggalkan "