(ilustrasi perceraian) |
KORANRIAU.co, Pekanbaru -- Perkawinan adalah sebuah ikatan janji
antara dua orang yang untuk meresmikan hubungan dalam norma hukum, norma sosial
dan norma agama. Meski begitu, perkawinan yang
bertujuan untuk membangun rumah tangga yang diinginkan ternyata tidak
semua pasangan bisa mencapai itu.
Terkadang,
pasangan satu dengan yang lainnya rela berhenti di tengah jalan atau memilih
berpisah dengan pasangannya. Tidak sedikit pula, hubungan pernikahan suci yang
diikat dengan ijab dan kabul tersebut harus dinyatakan bercerai oleh hakim di
pengadilan. Tercatat pada Agustus 2018 lalu, sebanyak 200 perkara cerai talak
dan cerai gugat di layangkan ke Pengadilan Agama (PA) Pekanbaru, Riau.
Dibandingkan
dengan perkara lain, cerai talak dan cerai gugat merupakan perkara yang paling
banyak disidangkan di PA Pekanbaru. Dilihat dari data tahun 2017 lalu, sebanyak
1.956 perkara yang masuk ke PA Pekanbaru kurang lebih tiga perempat dari
perkara tersebut adalah cerai gugat dan cerai talak.
Hal itu diakui
oleh Barmawi, hakim di Pengadilan Agama Pekanbaru. “Persentase perkara cerai
gugat dan cerai talak lebih besar dari perkara lainnya,” ujar Barmawi, pekan
semalam kepada Koran Riau.
Ia juga
mengungkapkan sejumlah faktor yang penyebab masyarakat Pekanbaru mengajukan perkara
perceraian. Di antaranya adalah, zina, mabuk, madat, judi, meninggalkan salah
satu pihak, dipenjara, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, dan cacat badan.
Kemudian perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus, kawin paksa, murtad,
dan ekonomi.
“Dari semua
faktor tersebut, yang paling dominan alasan mereka bercerai karena perselisihan
dan pertengkaran yang terus-menerus terjadi. Jadi, memang sudah tidak bisa
disatukan lagi dan memang lebih baik berpisah,” sebutnya.
Tercatat pada
Agustus 2018, 98 perkara perceraian disebabkan karena perselisihan dan
pertengkaran yang terus-menerus. Sepanjang 2018 dari Januari hingga Juli
terdapat 755 perkara perceraian yang diakibatkannya.
“Jika
dibandingkan faktor penyebab perceraian lainnya, seperti ekonomi, zina dan
lainnya, tidak begitu signifikan,” ujar Barmawi.
Korban
Terlepas dari
itu, Barmawi juga mengungkapkan bahwa imbas dari perceraian itu adalah
anak-anak. “Anak-anaklah yang menjadi korban. (Perceraian) ini akan membuat
anak-anak tersebut menjadi kurang kasih sayang dari kedua orang tua. Tidak
menutup kemungkinan anak-anak akan menjadi nakal,” ungkapnya.
Sementara,
Ririn (33 tahun) yang sudah menyandang status janda sejak 2013 lalu mengatakan
bahwa dirinya memutuskan bercerai dari suaminya dikarenakan sudah tidak sepaham
lagi. “Karena sudah tidak cocok lagi dan tidak sepemahaman, sudah beda
prinsip,” kata Ririn, Jumat (28/9)
“Kakak lebih
sering menghindar daripada cekcok yang terus-menerus. Apa yang kita larang
dilakukan juga. Apa diusulkan tidak dipertimbangkan. Jadi memang sudah tidak
bisa dipertahankan lagi,” ceritanya.
“Apa yang kita
sepakati bersama dilanggar, jadi memang sudah sulit, dan kenyamanan internal
pun sudah tidak nyaman,” ujarnya.
Soal anak,
Ririn mengatakan itu sempat diperebutkan. “Tapi hakim tetap mumutuskan bahwa
anak-anak ikut bersama dengan kakak,” pungkasnya.
Berbeda dengan
Ririn, Deswita memilih memutuskan hubungannya lantaran sudah tiga kali
dibohongi, ketidakjujuran dan keterbukaan suaminya. Hal itu dikarenakan adanya
pihak ketiga di luar hubungan pernikahan mereka.
penulis: Rahmat Hidayat
No Comment to " Berselisih Terus-Menerus Dominan jadi Penyebab "