KORANRIAU.co- Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) menggugat Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan ke Mahkamah Agung (MA). Dalam jawabannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan kenaikan itu bukannya tanpa alasan.
"Salah satu penyebab utama permasalahan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan adalah besaran iuran yang berlaku saat ini sudah tidak dapat membiayai klaim layanan kesehatan," kata Jokowi yang dikutip dari putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020, Rabu (1/4/2020).
Penyesuaian besaran iuran JKN terakhir kali dilakukan pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan.
"Perhitungan aktuaria terkini memproyeksikan bahwa dengan besaran iuran saat ini besaran defisit program JKN akan terus membesar bahkan dapat mencapai Rp 75 triliun di tahun 2023," papar Jokowi yang memberikan kuasa kepada Menkum HAM dan Menkes itu.
Peserta JKN berdasarkan data BPJS Kesehatan per 31 Desember 2019 sudah mencapai 224.149.019 orang. Dengan rincian peserta PBI APBN sebanyak 96.516.666 orang, PBI APBD sebanyak 38.842.476 orang, PPU-PN (ASN/TNI/Polri beserta keluarga) sebanyak 17.621.446 orang, PPU-BU sebanyak 35.907.690 orang, PPBU Pekerja Mandiri sebanyak 30.248.656 orang, dan Bukan Pekerja sebanyak 5.012.085 orang.
"Dari sisi cakupan pelayanan, program JKN memberikan jaminan atas seluruh jenis penyakit, sesuai dengan indikasi medis," ujarnya.
Dengan cakupan pelayanan kesehatan yang luas dalam JKN, dapat dikatakan program JKN merupakan program paling generous di dunia. Sementara dari sisi perlindungan biaya, program JKN relatif sangat terjangkau.
"Iuran kelas 3 program ini hanya dikenakan biaya per orang per bulan sebesar Rp 42.000,00. Dengan besaran iuran ini, program JKN dapat dikatakan merupakan salah satu program perlindungan kesehatan dengan iuran yang paling murah di dunia," papar Jokowi.
Menurut Jokowi, kenaikan iuran BPJS sama sekali tidak dibuat tanpa dasar perhitungan yang jelas. Kenaikan tarif tersebut telah diperhitungkan secara matang dengan memperhatikan perhitungan aktuaria terkini. Semua sudah dilakukan sesuai peraturan yang berlaku.
"Selain itu penyesuaian iuran JKN, telah dikoordinasikan dan dibahas bersama antara pemerintah (Menteri Kesehatan, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri PPN/Ketua Bappenas), Direktur Utama BPJS Kesehatan, dan Ketua DJSN dengan komisi IX dan Komisi XI DPR RI dan telah pula dilakukan langkah-langkah lain sebagai upaya melaksanakan solusi pembiayaan JKN," cetus Jokowi.
Namun apa daya, MA menolak argumen Jokowi. Menurut MA, defisit di BPJS Kesehatan karena adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS.
"Menurut Mahkamah Agung, kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat," ujar MA.
Dengan dibatalkannya Pasal 34 Perpres 75/2019, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1.
detikcom/nor
No Comment to " Ini Penjelasan Jokowi soal Naikkan Iuran BPJS Kesehatan yang Ditolak MA "